fbpx

MOVIE REVIEW: PET SEMATARY (1989)

PET SEMATARY
Sutradara: Mary Lambert

USA (1989)

Review oleh Tremor

Karya-karya sastra Stephen King sudah sejak lama menjadi lahan subur bagi para pembuat film, mulai dari film-film besar seperti The Shining (1980), Stand By Me (1986), The Shawshank Redemption (1994), The Green Mile (1999), hingga film-film horor berkelas lebih rendah seperti Christine (1983), The Dark Half (1993) ataupun Thinner (1996). Di antara kedua kelas adaptasi novel Stephen King tersebut, terdapat sebuah film horor yang cukup dikenal oleh dunia: Pet Sematary, yang merupakan adaptasi dari salah satu novel Stephen King terlaris dengan judul yang sama. Pada masanya, Pet Sematary menjadi film box office yang lumayan sukses, hingga pada akhirnya menelurkan sekuel (yang sayangnya sangat buruk) pada tahun 1992.  Saya pribadi belum pernah membaca Pet Sematary versi novel yang menjadi acuan utama film ini,  jadi saya tidak tahu apakah ini adalah bentuk adaptasi yang bagus atau tidak. Saya juga belum menonton versi lain dari Pet Sematary yang dirilis tahun lalu, jadi saya tidak bisa memperbandingkannya. Yang saya tahu adalah saya sangat menikmati film Pet Sematary versi 1989. Dan karena naskah film Pet Sematary 1989 ditulis oleh Stephen King sendiri, maka saya berasumsi bahwa setidaknya adaptasi versi ini mungkin tidak melenceng terlalu jauh dari novelnya, walaupun sudah suatu kewajaran kalau pasti ada banyak kualitas novel yang tidak bisa diterjemahkan ke dalam media film.

Seorang dokter muda bernama Louis Creed bersama keluarganya baru saja pindah ke sebuah kota kecil karena Louis akan bekerja di universitas dekat situ. Ia datang dari kota besar, Boston, bersama istrinya yang bernama Rachel, serta kedua anak mereka si sulung Ellie, si bungsu Gage, dan tak ketinggalan kucing Ellie yang bernama Church. Rumah baru Louis letaknya tepat di pinggir jalan besar, dengan halaman belakang luas yang terhubung langsung ke dalam hutan. Saat Louis dan Rachel sibuk memindahkan barang-barang dari dalam mobil ke dalam rumah, si bungsu Gage yang sangat menggemaskan terlepas dari perhatian kedua orang tuanya. Balita ini berjalan mendekati jalan raya. Sebuah truk yang melintas hampir saja menggilas Gage kalau saja ia tidak diselamatkan tepat waktu oleh seorang pria tua bernama Jud Crandall. Pria tua ini adalah satu-satunya tetangga terdekat yang tinggal tepat di seberang rumah Louis. Ia sangat ramah dan periang. Louis dan Rachel berterima kasih pada Jud karena telah menyelamatkan anak bungsu mereka. Jud kemudian memperingatkan mereka tentang berbahayanya jalan raya ini karena setiap hari ada banyak sekali truk yang lewat dengan kecepatan tinggi. Selama puluhan tahun, jalan ini telah merenggut nyawa hewan-hewan peliharaan di lingkungan mereka, yang kemudian dimakamkan oleh anak-anak setempat di sebuah pemakaman khusus hewan peliharaan di dalam hutan. Sebenarnya pemakaman ini bukanlah pemakaman resmi, melainkan sebuah tempat yang secara turun temurun digunakan oleh para anak kecil pemilik hewan peliharaan yang mati. Itulah mengapa tulisan pada papan di gerbang makam tersebut tertulis dengan ejaan yang salah: Pet Sematary (seharusnya cemetery). Sebagai tetangga yang baik, Jud lalu mengajak keluarga Louis untuk melihat-lihat pemakaman tersebut dimana ia juga pernah menguburkan anjingnya di sana saat masih kecil.

Pada hari pertama Louis bekerja, seorang siswa bernama Victor Pascow tertabrak mobil dan mengalami luka cukup parah di bagian kepala. Tempurung kepalanya hancur dan kita bisa melihat otaknya. Sebagai dokter, tentu saja Louis berusaha menyelamatkan nyawa Victor. Tetapi usahanya tak berhasil. Karena lukanya terlalu fatal, Victor wafat di tangan Louis. Beberapa detik kemudian, Victor tiba-tiba terbangun memanggil namanya sambil memberi peringatan yang tidak Louis pahami. Louis pikir ini hanyalah halusinasinya belaka. Tetapi malam itu juga hantu Victor datang ke kamar tidurnya. Masih dengan luka menganga di kepalanya, Victor memperingatkan Louis untuk tidak pergi ke tanah terkutuk di balik Pet Sematary.

Suatu hari, saat Rachel membawa kedua anaknya berlibur ke Boston, Louis menemukan kucing Elle, Church, mati tertabrak mobil. Jud yang merasa iba membayangkan perasaan Ellie kehilangan kucing kesayangannya akhirnya mengajak Louis untuk menguburkan Church di sebuah tempat, melewati Pet Sematary. Tempat itu adalah tanah pemakaman purba suku indian. Louis menurut saja dan mengikuti Jud pergi ke tanah tersebut, dimana akhirnya ia menguburkan Church. Betapa kagetnya Louis saat keesokan harinya ia menemukan Church sudah kembali ke rumah dalam keadaan hidup. Tetapi kucing ini tampak berbeda sekarang. Ia berbau tengik dan berperilaku sangat agresif. Jud akhirnya menceritakan bahwa ini adalah rahasia yang harus mereka jaga berdua saja: tempat pemakaman indian di luar Pet Sematary adalah tempat dimana mereka yang dikuburkan akan kembali hidup. Jud memiliki alasannya sendiri mengapa ia mengajak Louis untuk menguburkan Church di sana.

Beberapa hari kemudian di sebuah hari yang cerah dan indah, jalan raya depan rumah Louis akhirnya menelan korban lagi. Si bungsu Gage lagi-lagi terlepas dari perhatian kedua orang tuanya. Ia berlari ke arah jalan untuk mengejar layangan sementara sebuah truk tangki sedang melaju kencang menuju Gage. Pengemudinya menyetir sambil mendengarkan “Sheena is a Punk Rocker”-nya The Ramones kencang-kencang, terlalu asik ikut bernyanyi hingga tidak begitu memperhatikan jalan. Louis yang terlambat menyadari segera berlari sekencang ia bisa untuk menyelamatkan Gage. Penonton boleh saja menutup mata mereka. Tetapi nyawa Gage tidak terselamatkan. Gage kecil tertabrak truk. Ini adalah salah satu adegan klasik dan sangat terkenal di sepanjang sejarah film horror. Kita tidak benar-benar diperlihatkan kejadiannya, dan rasanya memang tidak perlu, tapi kita tahu adegan ini menyakitkan sekaligus emosional. Sesuatu yang sejak awal kita harapkan tidak terjadi, akhirnya terjadi juga. Dan kita sebagai penonton hanya bisa ikut berteriak “Noooo” bersama Louis, menyaksikan Gage berdiri di depan truk tangki yang melaju kencang. Gage yang begitu lucu dan menggemaskan harus meninggal dengan cara seperti itu. Kalau penonton saja bisa terkoyak hatinya melihat Gage meninggal dengan mengenaskan, apalagi keluarga Louis. Shock, duka mendalam serta rasa penyesalan menghantui Louis dan istrinya.

Setelah Gage dimakamkan, Jud mendatangi Louis. Jud sudah bisa menebak apa yang ada di kepala Louis. Pria tua tersebut pun memperingatkan Louis untuk tidak mencoba mengubur jasad Gage di tanah sakral tempat mereka menguburkan Church sebelumnya. Jud terpaksa menceritakan bahwa dulu salah satu penduduk desa pernah menguburkan seseorang yang bernama Timmy di sana, dan Timmy memang kembali, tetapi dalam versi yang sangat jahat. Tentu kita sudah bisa menebak kelanjutannya, Louis yang putus asa dan menyalahkan diri sendiri ingin memperbaiki situasi ini. Godaan ini sangat besar. Louis pun diam-diam membongkar kuburan Gage, mengabaikan peringatan Jud (serta hantu Victor), dan pergi menguburkan Gage di sana. Inilah bagian yang sebenarnya sangat “Stephen-King-Banget”: tanah sakral tersebut adalah sebuah tempat dimana kekuatan gelap memanggil-manggil dan menggoda siapapun yang bisa digoda agar menguburkan sesuatu di sana, dan akan terus memanggil untuk membawa jenazah baru. Tanah ini memerlukan tumbal untuk bisa terus bermanifestasi, dan Louis sudah terpanggil sejak pertama kali ia menjejakkan kaki di sana.

Menerima sebuah kematian memang tidak pernah mudah bagi mereka yang ditinggalkan. Terutama pada kasus Gage Creed dalam film ini. Kalau kalian sudah menonton Pet Sematary 1989 , tentu saja akan mengerti maksud saya. Bagaimana tidak, karakter Gage sengaja dibuat begitu menggemaskan dan mencuri kasih sayang kita sejak awal film. Dan tiba-tiba ia ditabrak truk tangki. Saya teringat bagaimana salah satu kawan saya murka saat melihat adegan ini. Gage!! Hal yang cukup menakutkan di sini menurut saya adalah bagaimana film ini memberi contoh terburuk soal orang tua yang lengah. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gage adalah sesuatu yang bisa dicegah dan bukan insiden yang tak terduga, walaupun memang pada akhirnya Stephen King membubuhi adanya kekuatan supranatural tanah pekuburan sakral di dalamnya. Sejak awal, mereka sadar betul tentang betapa berbahayanya jalanan di depan rumah mereka. Anak mereka yang masih balita lolos dari pandangan begitu saja hingga dua kali! Wajar kalau kematian Gage meninggalkan perasaan bersalah dan penyesalan luar biasa bagi Louis dan Rachel.

Louis Creed sebenarnya adalah karakter kepala keluarga yang baik. Sayangnya banyak hal buruk terjadi pada dirinya, dan kita bisa melihat Louis semakin kehilangan akal sehatnya sejak ia kehilangan Gage. Sementara karakter Rachel Creed sendiri sudah memiliki backstory yang cukup menyedihkan yang melibatkan saudara perempuannya bernama Zelda, dan lagi-lagi dengan tema rasa bersalah. Adegan-adegan flashback dan halusinasi tentang Zelda juga adalah adegan yang lumayan mengerikan. Tapi Gage Creed lah bintang utama film ini. Pemeran Gage Creed, yaitu Miko Hughes (yang pada saat film ini dibuat baru berumur 3 tahun) menurut saya sangat mengagumkan. Penampilan aktor balita ini merupakan unsur penting yang membuat Pet Sematary menjadi begitu efektif. Apa yang saya suka pada setelah Gage bangkit dari kubur adalah walaupun ia menjadi jahat dan kuat, sisi anak kecil Gage masih tetap ada. Ia bukan menjadi zombie bringas dengan tatapan kosong. Ia tetaplah Gage yang Louis kenal, Gage yang lucu, hanya saja dalam versi lebih terganggu. Menurut saya itu memberi rasa pedih yang lebih bagi Louis saat ia akhirnyaa berkonfrontasi dengan Gage versi jahat, dan membuat film ini semakin emosional. Louis tetap bisa melihat sisi dan sedikit perilaku anaknya masih ada di sana, tetapi suka atau tidak suka Louis harus mengakhiri hidup Gage. Mungkin Gage Creed adalah salah satu alasan terbesar mengapa saya belum juga menonton Pet Sematary versi 2019 hingga hari ini. Mungkin saya tidak siap membayangkan Gage dalam versi baru. Lagipula saya dengar, bukan Gage yang menjadi korban dalam versi 2019 melainkan Ellie. Saya tahu saya perlu menonton versi barunya segera. Mungkin setelah saya membaca novelnya.

Kembali pada Miko Hughes, saya tidak bisa membayangkan apa saja kendala yang dihadapi seluruh crew film dalam melibatkan anak berumur 3 tahun memerankan karakter jahat di sebuah film horror. Saya cukup kagum (sekaligus khawatir) dengan apa yang film ini lakukan pada Miko Hughes. Sutradara Mary Lambert sangat terkesan ketika Miko Hughes mengikuti audisi untuk peran Gage, dan Miko langsung lolos seleksi. Bagi siapapun yang pernah menonton Pet Sematary 1989 tentu tidak akan memperdebatkan hasil audisi ini, karena sangat jelas kalau Miko Hughes sangat berhasil mencuri hati kita semua. Hughes memerankan Gage dengan sangat alami. Ia mampu memerankan anak lucu yang menggemaskan, sekaligus menjadi gila sambil menenteng-nenteng pisau bedah setelah ia bangkit dari kubur. Memang dalam beberapa adegan sulit, sosok Gage digantikan oleh boneka. Mungkin demi keamanannya. Sayang sekali wujud boneka ini terlihat sangat jelas. Tapi mengingat film ini dibuat pada tahun 1989, tentu kita bisa memakluminya. Setelah film Pet Sematary, si kecil Miko Hughes didatangi banyak sekali tawaran bermain film. Ia menjadi aktor cilik yang sukses dan muncul di banyak film dari mulai Kindergarten Cop (1990) hingga Wes Craven’s New Nightmare (1994), serta menjadi bintang dalam serial TV, salah satunya serial Full House yang cukup populer di awal 90an. Untuk menghormati Miko Hughes, saya akan pajang fotonya sedang memegang novel Pet Sematary di bawah review ini.

Kisah dasar dalam Pet Sematary memang gelap dan menyedihkan. Bagaimana tidak, ini adalah cerita mengenai merelakan kematian, keputusasaan, penyesalan, hilangnya harapan, serta respons para karakter terhadap semua rasa itu. Momen mengerikan dalam novel Pet Sematary sebenarnya terinspirasi dari kejadian yang Stephen King alami sendiri. Tentu saja bukan di bagian anak kecil bangkit dari kubur dan menjadi psikopat. Putra bungsu King yang bernama Owen King (sekarang sudah menjadi penulis novel juga) pernah berjalan menuju jalan raya yang sibuk pada saat ia masih balita, sementara sebuah semi truk melaju ke arahnya. Kejadian inilah yang secara langsung menginspirasi adegan kematian Gage yang memilukan hati tersebut.

Film Pet Sematary juga menyumbangkan banyak hal pada budaya populer. Selain memberi adegan klasik (Gage Creed tertabrak truk) pada kultur perfilman, film ini juga memperkenalkan salah satu lagu yang kemudian menjadi sangat populer hingga hari ini: Pet Sematary karya The Ramones yang diputar pada credit title film ini. Mary Lambert sang sutradara sebelumnya sering membuat video musik. Itulah mengapa ia memiliki banyak koneksi dalam industri musik. Secara personal Lambert menghubungi The Ramones, yang kebetulan adalah band favorit Stephen King, dan meminta mereka untuk membuat lagu soundtrack untuk Pet Sematary. Tentu saja dengan senang hati The Ramones menyetujuinya. Hanya membutuhkan proses selama 2 minggu, The Ramones menulis dan merekam lagu yang khusus dibuat untuk film Pet Sematary. Pada tahun yang sama, lagu ini kemudian dimasukkan ke dalam album ke-sebelas The Ramones yang berjudul Brain Drain (1989).

Sebenarnya sutradara horor legendaris George A. Romero hampir saja dipercaya menjadi sutradara film Pet Sematary ini. Romero dan Stephen King juga pernah berkolaborasi dalam antologi Creepshow (1982) sebelumnya, jadi saya berasumsi King tahu kalau ia bisa mempercayai Romero untuk mengadaptasi karyanya. Tapi proyek Pet Sematary Romero terpaksa batal karena masalah penjadwalan. Romero pun meninggalkan proyek Pet Sematary dan membuat film horor klasik berjudul Monkey Shines (1988).

Pet Sematary memiliki banyak elemen yang bagus sesuai dengan jaman pembuatannya. Special effect tradisional yang tampak realistis dan mengerikan, ditambah beberapa efek komputer yang lumayan bagus pada jamannya. Banyak orang berpendapat film ini merupakan adaptasi novel yang cukup memuaskan untuk ukuran film horor. Saya tidak bisa menyatakan apakah saya setuju dengan pernyataan itu atau tidak sebelum saya membaca novelnya. Tapi seperti saya katakan di awal, saya tahu bahwa saya sangat menikmati film ini. Di luar semua klise horror dan plot holes nya, adaptasi pertama dari novel Pet Sematary tetap merupakan sebuah tontontan wajib bagi para penggemar horror. Dan ingat, sometimes dead is better.

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com