fbpx

MOVIE REVIEW: CRITTERS (1986)

CRITTERS
Sutradara: Stephen Herek
USA (1986)

Review oleh Tremor

Setelah film Gremlins (1984) begitu sukses di pasaran, muncul sebuah trend film-film komedi horor yang menyalin format “monster mini yang imut namun buas” ala Gremlins yang kemudian dianggap sebagai sub-genre tersendiri dalam genre horor, yaitu small creatures horror. Meskipun Gremlins masih menjadi raja dalam sub-genre ini, beberapa film pengikutnya tetap mendapat tempat di hati para penggemar horor di tahun 80-an dan memiliki penggemar cult-nya tersendiri, dari mulai Ghoulies (1985), Troll (1986), Munchies (1987), Hobgoblins (1988), hingga Elves (1989). Ghoulies dan Troll bahkan berkembang menjadi franchise tersendiri dan menelurkan beberapa sekuel. Critters adalah salah satu film sci-fi horror komedi konyol yang lahir dalam periode ini dan berkembang menjadi franchise sendiri yang menelurkan hingga 5 film. Mungkin dari kesemua film monster mini pengikut Gremlins, Critters adalah salah satu yang paling imajinatif, fun, dan menghibur. Critters merupakan debut penyutradaraan dari Stephen Herek, yang di kemudian hari lebih banyak membuat film-film komedi dan film keluarga seperti Bill & Ted’s Excellent Adventure (1989), Don’t Tell Mom the Babysitter’s Dead (1991), hingga 101 Dalmatians (1996), tanpa pernah menyentuh genre horor lagi. Menariknya, Herek mengklaim bahwa penulisan naskah film Critters sudah dimulai jauh sebelum film Gremlins dibuat, yang ditulis berdasarkan mimpi buruk yang pernah ia alami ketika masih kecil, digabungkan dengan inspirasi dari film-film sci-fi horor alien / monster tahun 50-an di mana alien biasanya datang menyerang pedesaan Amerika yang dihuni oleh komunitas sederhana.

Konsep dan premis Critters sangatlah sederhana. Suatu hari, di sebuah penjara luar angkasa dengan keamanan tingkat tinggi, yaitu asteroid sektor tujuh belas, delapan tawanan alien ganas yang disebut Krites berhasil melarikan diri dan membawa kabur sebuah pesawat luar angkasa. Kepala penjara memerintahkan sepasang bounty hunter antar galaksi bernama Ug dan Lee untuk melacak dan membunuh para delapan tawanan yang kabur tersebut. Setelah melintasi galaksi, UFO yang dikendarai oleh para Krites akhirnya mendarat di bumi, tepatnya di sebuah lahan kosong pedesaan tidak terlalu jauh dari rumah keluarga petani Brown. Para krites mungil bergigi tajam yang akan memakan segala sesuatu yang mereka temui ini pun mulai meneror keluarga Brown. Tak lama kemudian, bounty hunter Ug dan Lee juga akhirnya tiba di bumi dan berusaha memburu para krites sebelum makhluk-makhluk ganas tersebut tumbuh dan berkembang biak di bumi.

Saya bisa membayangkan mengapa pada jamannya Critters cukup digemari terutama oleh anak kecil dan remaja, karena film ini dibuka layaknya sebuah film rip-off dari Star Wars original dalam versi yang lebih konyol dan terbatas, lengkap dengan alien, tembakan-tembakan serta ledakan laser luar angkasa, pesawat luar angkasa, dan bounty hunters. Meskipun film ini berjudul Critters (artinya creature), dan plotnya berpusat pada serangan para krites, namun secara teknis film ini juga bisa diberi judul Bounty Hunters, karena pada dasarnya film ini justru mengikuti kisah mereka melacak dan memburu para krites. Ug dan Lee adalah sepasang alien humanoid yang bisa berubah wujud, dengan wujud asli berkepala hijau tanpa fitur wajah apapun. Cara mereka berbaur di bumi adalah dengan cara menyalin wajah manusia sebagai wajah mereka, dan dari sinilah beberapa aspek komedi film Critters sempat muncul, karena satu bounty hunter memutuskan mengambil wajah seorang rocker yang sedang naik daun di bumi yaitu Johnny Steele, sementara bounty hunter lain tidak bisa memutuskan wajah siapa yang ingin ia gunakan, menjadikannya terus berubah-ubah wajah di sepanjang film dari mulai wajah mayat sampai wajah seorang pendeta setempat. Karakter bounty hunters ini tidak memiliki dialog sama sekali. Bersenjatakan senapan “futuristik” luar angkasa dengan laras besar, aksi mereka di sepanjang film sangat dingin tanpa ekspresi layaknya T-800 dari The Terminator (1984) dan mereka tidak pernah ragu untuk menembakkan meriam di tangan mereka pada apapun yang mereka curigai. Ironisnya, para bounty hunters ini justru menyebabkan lebih banyak kekacauan di sepanjang film dibandingkan para krites mungil yang mereka buru. Namun pada dasarnya mereka berdua tetaplah karakter pahlawan dalam film Critters, sementara para krites hanyalah mahkluk yang mereka buru dan dapat dengan mudah dikalahkan.

Film Critters jelas memiliki bajet sangat terbatas. Tetapi setiap sen dari bajetnya benar-benar dimaksimalkan. Dengan segala keterbatasan yang ada, kreativitas tim visual dan special effect film ini berhasil membuat film Critters cukup menonjol dibandingkan film-film pengikut Gremlins lainnya dan menjadikan special effect sebagai faktor terbesar keberhasilan film ini, terutama pada special effect para alien mungil Krites yang ganas dalam film ini. Secara teknis, special effect tradisional yang digunakan untuk menghidupkan para krites di depan kamera menggunakan teknik yang kira-kira sama seperti Gremlins: boneka yang dioperasikan dengan tangan, hingga animatronik untuk ekspresi wajah para krites. Desain mereka cukup sederhana dan mudah diingat. Tak heran kalau Krites menjadi begitu ikonik. Wujud para krites menyerupai bola rambut berukuran kecil yang bisa menggelinding dan memiliki senjata berupa duri-duri tajam yang bisa mereka tembakkan dari punggungnya. Fitur yang paling jelas menampakkan kebengisan mereka ada pada mata jahat yang merah menyala, dengan mulut lebar yang dipenuhi banyak sekali gigi tajam. Meskipun berperilaku seperti makhluk liar yang selalu lapar karena mereka akan memakan apapun yang mereka inginkan, tapi para krites jelas memiliki kecerdasan tinggi karena mereka bisa berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri pada satu sama lain, merencanakan pelarian dari penjara, dan bisa menerbangkan pesawat luar angkasa yang rumit. Kalau karakter krites mengingatkan penontonnya pada karakter Tasmanian Devil dari film kartun Looney Tunes, itu adalah hal yang tepat karena desainer krites, yaitu Charles Chiodo, memang terinspirasi karakter Taz ketika mendesain monster-monster mungil ini. Pada dasarnya, Krites adalah Tazmanian Devil dari luar angkasa.

Critters adalah salah satu contoh film komedi monster kelas-B tahun 80-an yang sangat 80-an. Tak hanya soundtracknya saja yang sangat 80-an, tetapi juga kostum para bounty hunters, isi kamar anak laki-laki keluarga Brown, hingga desain pesawat luar angkasanya, semuanya sangat 80-an. Sebagai sebuah film komedi, saya yakin Critters cukup lucu pada jamannya, dan jelas sangat menghibur karena ada cukup aksi dan ledakan di dalamnya. Sebagai film horor, film ini juga jelas lebih berdarah-darah dan menegangkan dibandingkan Gremlins, meskipun tidak pernah sampai pada titik gore seperti film Friday the 13th misalnya. Film ini juga ditutup dengan perasaan menyenangkan, meskipun ending-nya terasa sangat dipaksakan dan mengada-ngada, namun sudah cukup untuk menjadikan Critters sebagai film monster mini PG-13 yang ringan dengan sedikit darah yang bisa dinikmati oleh seluruh keluarga. Critters adalah film sederhana yang jauh dari sempurna. Namun seburuk apapun Critters, film ini masih menjadi karya klasik yang memiliki penggemarnya sendiri hingga hari ini, terbukti dengan dirilisnya sekuel-sekuel dari mulai Critters 2: The Main Course (1988), Critters 3 (1991), Critters 4 (1992) dan yang terbaru adalah Critters Attack! (2019). Sayang sekali genre small creature horror seperti Critters bisa dianggap “punah” sejak awal 90-an karena rasanya belum pernah ada lagi film horor komedi modern yang mencoba untuk mengeksplorasi sub-genre ini lagi.