MADS
Sutradara: David Moreau
Prancis (2024)
Review oleh Tremor
Belasan tahun yang lalu, para penggemar horor dibuat cukup terkesan lewat sebuah film horror home-invasion dari Prancis, debut yang ditulis dan disutradarai oleh duo David Moreau dan Xavier Palud yang berjudul Them / Ils (2006). Setelah sukses dengan Them, Moreau dan Palud mulai dilirik oleh Hollywood dan dipercaya untuk membuat remake film horor supranatural asal Hong Kong karya Pang Brothers berjudul The Eye pada tahun 2008, sebuah remake yang tidak terlalu sukses. Penulis/sutradara David Moreau sendiri mungkin adalah seorang pembuat film gemar bereksperimen dengan berbagai genre. Setelah membuat The Eye, namanya tidak pernah terdengar lagi dalam jagat film horor karena ia sibuk bereksperimen lewat film bergenre lain dari mulai komedi hingga drama petualangan. Pada tahun 2024, dirilislah MadS yang menandakan kembalinya David Moreau ke genre horor yang pertama kali membesarkan namanya, kali ini dalam bentuk eksperimen yang jauh berbeda dari debutnya, Them.
Seorang anak muda bernama Roman baru saja membeli sekaligus mencoba narkoba racikan terbaru dari pengedar langganannya. Di tengah perjalanan pulang menggunakan mobil, seorang perempuan misterius yang terluka dan tampak sangat ketakutan tiba-tiba memaksa masuk ke dalam mobil Roman. Dalam keadaan di bawah pengaruh narkoba, Roman sangat kebingungan. Apalagi perempuan tersebut tampak tidak bisa berbicara. Ia hanya membawa sebuah alat rekam yang bisa sedikit memberi petunjuk pada penonton tentang apa yang terjadi pada perempuan tersebut. Namun Roman tidak mengerti isi rekaman itu. Roman pun berinisiatif untuk segera membawa perempuan misterius itu ke rumah sakit terdekat. Tapi perempuan itu tampak semakin ketakutan dan mulai menikami dirinya sendiri dengan histeris. Adegan ini menjadi pembuka sebuah malam yang bagaikan bad trip mengerikan bagi Roman.
Pada dasarnya, Mads merupakan sebuah film zombie / infeksi yang seakan dikawinkan dengan drug movie karena ketiga karakter utama dalam film ini (Roman, Anais dan Julia) berada di bawah pengaruh narkoba ketika semua peristiwa berlangsung. Saya pribadi tidak pernah mengkonsumsi narkoba, jadi saya tidak bisa benar-benar membayangkan seberapa buruknya serta membingungkannya bad trip yang dialami oleh para karakternya, ketika outbreak wabah virus zombie terjadi tepat di saat mereka sedang berada dalam kondisi high. Meskipun plot zombie virus outbreak dalam MadS memang cukup basic, tapi konsep menggabungkan horror infeksi zombie dengan drug movie saja sudah cukup menarik dan membedakan MadS dari film zombie lainnya. Apa yang membuat MadS mengesankan bukanlah pada plotnya melainkan pada bagaimana Davie Moreau menggunakan teknik one take dalam film zombie ini. Bagi yang tidak familiar dengan istilah tersebut, one take / single-take / continuous-shot adalah sebuah teknik pengambilan gambar dan editing rumit di mana keseluruhan film seolah-olah direkam hanya menggunakan satu kamera dan satu sudut pandang saja sejak awal hingga selesai dalam satu kali take, hingga terasa seperti tidak ada potongan sama sekali. Dalam salah satu wawancaranya, David Moreau mengatakan bahwa total hanya ada lima pengambilan gambar dalam MadS. Artinya, film berdurasi 90 menit ini hanya berisikan lima adegan long shot yang diedit sedemikian rupa dengan cerdas hingga terasa seakan-akan keseluruhan film direkam hanya dalam satu kali take saja, seperti yang pernah dilakukan oleh Sam Mendes dalam film 1917 (2019). Penggunaan teknik ini jelas merupakan pencapaian yang luar biasa dan sinematografi nya sangat layak untuk diapresiasi.
Alur one shot dalam MadS terasa lebih menarik karena kisah ini dibagi ke dalam tiga babak di mana kamera terus mengalir mengikuti pengalaman terpisah dari tiga karakter yang berbeda. Penggunaan teknik one shot juga memperbesar ketegangan bagi para penonton, seakan kita selalu berada bersama para karakternya melewati satu malam yang membingungkan sekaligus menegangkan. Saya bukanlah orang yang memahami teknik perfilman, tetapi saya bisa sedikit membayangkan betapa rumit dan menantangnya proses pembuatan film ini bagi semua yang terlibat di lapangan, terutama dalam setiap pengambilan gambar long shot, di mana satu adegan direkam dengan satu kamera yang terus bergerak dan berdurasi sangat lama. Proses kerja seperti ini pasti membutuhkan koordinasi tim yang luar biasa agar teknik one take bisa berhasil. Satu saja kesalahan kecil pada acting, timing ataupun hal teknis lainnya bisa membuat pengambilan gambar harus diulang lagi dari awal. Proses editing untuk film semacam inipun bisa jadi lebih rumit dari biasanya. Plot MadS sebenarnya biasa saja seandainya film ini dibuat dengan cara konvensional. Namun karena MadS adalah film one shot, tentu ada banyak hal yang layak diapresasi di dalamnya. Yang pertama tentu saja sinematografi serta kerja kamera yang terlihat sangat terampil, luwes mengalir dan terasa serba lancar. Salah satu adegan dengan teknik yang saya bayangkan paling membutuhkan ketepatan timing adalah ketika Anais sedang berlari melewati rel kereta api, tepat sebelum sebuah kereta api melintas. Sebagai orang awam, saya dibuat terkesima dan berpikir bagaimana seandainya pemeran Anais melakukan kesalahan fatal setelah adegan tersebut yang mengakibatkan seluruh adegan long shot harus direkam ulang, termasuk adegan kereta melintas di waktu yang tepat. Jadi mungkin beban berat juga ada pada pundak para aktornya yang diharuskan berperan sesempurna mungkin. Untungnya, ketiga aktor utama MadS melakukannya dengan sangat baik.
Secara teknis, sutradara David Moreau merancang sebuah pertunjukkan ambisius yang menakjubkan. Bagian favorit saya dari MadS adalah babak pertamanya, yang dimulai sejak Roman pergi dari rumah bandar narkoba, Roman yang panik dan kebingungan masuk ke dalam rumah, hingga sebelum teman-temannya memaksa Roman untuk ikut pergi ke sebuah pesta. Dalam babak ini kita belum benar-benar paham apa yang terjadi dan apa yang menyebabkan perubahan dalam diri Roman. Apakah itu karena pengaruh narkoba atau ia terinfeksi sesuatu dari perempuan misterius yang memaksa masuk ke dalam mobilnya. Bahkan awalnya kita bisa saja tidak yakin kalau perempuan tersebut nyata atau hanya bagian dari halusinasi Roman karena narkoba. Namun sayangnya seiring berjalannya durasi film, premis dasar dan eksekusi teknis rumit dalam pembuatan film MadS dengan cepat berubah menjadi latihan kesabaran bagi saya karena karena film ini tidak menawarkan lebih dari sekadar gimmick drug movie dan teknik one shot. Menurut saya, mungkin MadS akan jauh lebih efektif seandainya dibuat sebagai film pendek. Sebagai film horror, MadS juga tidak terasa menakutkan atau mencekam. Meskipun aktingnya cukup bagus, sayangnya para karakter dalam film tidak terlalu dikembangkan hingga penonton tidak cukup peduli apakah mereka akan mati atau hidup. Jujur saya berharap MadS menawarkan lebih dari sekedar gimmick one shotnya. Tapi bagaimanapun juga setidaknya David Moreau dan timnya berhasil mengeksekusi ambisi mereka dengan baik serta berhasil menyumbangkan sudut pandang yang cukup menyegarkan dan menghibur dalam kultur sinema zombie.