TESTAMENT ‘Para Bellum’ ALBUM REVIEW
Nuclear Blast Records. October 10th, 2025
Thrash metal

Tiga dekade lebih berlalu sejak mereka menggebrak kancah musik heavy metal dengan debut legendaris yang bernama ‘The Legacy’, TESTAMENT masih belum kehilangan daya gempurnya. Tahun ini mereka kembali lewat ‘Para Bellum’, yang langsung menjadi peringatan keras bagi para grup seangkatan sampai para generasi baru, bahwa sang raksasa bay area thrash telah kembali untuk untuk menuntut tahtanya ‘Para Bellum’ tentunya jadi pelepas rindu bagi para die-hard fans TESTAMENT yang harus menunggu sedikit lebih lama dari biasanya, karena sejak comeback (dalam tanda kutip) luar biasa ‘The Formation of Damnation’, jarak tunggu antar album mereka rata-rata berkisar empat tahunan. Namun dari ‘Titans of Creation’ sampai ke album keempat belas ini, jedanya mencapai lebih dari lima tahun. Proses penggodokan ‘Para Bellum’ yang cukup lama tak hanya disebabkan oleh faktor you know what lah, tapi juga disebabkan karena hengkangnya Gene Hoglan. Sempat ada desas-desus kalau Dave Lombardo bakal balik full-time setelah ngebantuin maen di tur “The Bay Area Strikes Back”, tapi pada akhirnya keputusan untuk mengisi kursi penabuh drum dijatuhkan kepada Chris Dovas (ex-SEVEN SPIRES).

Meskipun para personilnya sudah atau mau masuk kepala enam, TESTAMENT masih meledak dengan energi primal, tak kalah liar dari band-band muda masa kini. Mereka pun tak terjebak dalam romantisme era keemasan Bay Area belaka, racikan thrash metal yang TESTAMENT bawakan juga turut banyak mengakusisi elemen dari traditional heavy metal, post-thrash, hingga black metal. Aura kegelapan sangat terpancar dalam tiga album pertama dari album ini, “For the Love of Pain” secara gamblang menjadi salah satu lagu paling blackened yang pernah dibawakan TESTAMENT. Wajar saja sih, mengingat Eric Peterson dan Steve DiGiorgio sempat terlibat dalam proyek black metal tulen DRAGONLORD, dan atmosfer kegelapan sendiri sebenarnya sudah mulai menyusupi TESTAMENT sejak era ‘Dark Roots of Earth’. “Infanticide A.I.” dan “Shadow People” secara komposisi mungkin lebih condong ke ranah old school thrash, namun tetep aja unsur black metal-nya masih tetap berceceran, bahkan di menit kedua “Shadows People” bener-bener dadakan kayak lagi dengerin BM second wave-an, cukup kontras dengan groove thrash tempo pertengahan yang menjadi urat nadi lagunya. Setelah digilas dengan tiga lagu pembuka barbar, “Meant to Be” justru hadir sebagai sebuah nomor power ballad emosional dan reflektif, yang layak disebut sebagai salah satu power ballad paling refined dalam katalog Chuck Billy dkk.
Trek kelima “High Noon” menjadi salah satu titik terlemah dalam ‘Para Bellum’, karena kurang berhasil meninggalkan kesan setelah empat nomor pembuka yang begitu solid. Namun momentum cepat dipulihkan lewat “Witch Hunt”, yang punya aransemen disusupi melodic death metal dan mampu cukup menonjol diantara 10 lagu yang ada di album ini. Sisa empat track lain sayangnya agak hit or miss buat gua, mungkin karena gua gak begitu suka dengan ‘The Ritual’, jadi pas disajikan “Nature of the Beast” dan “Room 117” gua kurang bisa ngena, begitu juga dengan “Havana Syndrome” yang sudah lebih nge-thrash tetapi masih ada rasa-rasa heavy metal klasik yang kurang begitu klop. ‘Para Bellum’ ditutup dengan sebuah title track yang sebenernya impresif, karena semua elemen terbaik dari tiga lagu awal diboyong lagi kedalam komposisi thrash metal kolosal yang sayangnya anti-klimaks yang justru fade into obscurity. Meskipun memiliki beberapa kekurangan, ‘Para Bellum’ masih merupakan album thrash metal yang oke banget, dengan racikan yang sangat beragam dan mampu tetap relevan di masa sekarang. Tapi ya, kalau dibandingin dengan ‘The Formation of Damnation’ atau ‘Dark Roots of Earth’ emang masih kalah dari segi konsistensi from top to bottom. Meski demikian, sebagai seseorang yang sempat agak kecewa dengan dua album TESTAMENT sebelumnya, gua tetap sangat merekomendasikan ‘Para Bellum’, berkat empat lagu pembuka yang emang berengsek parah. (Peanhead)
8.4 out of 10