MOVIE REVIEW: THE EVIL DEAD (1981)

THE EVIL DEAD
Sutradara: Sam Raimi
USA (1981)

Review oleh Tremor

Jauh sebelum menjadi seorang sutradara legendaris, Sam Raimi sudah mengerjakan film-film pendek beranggaran sangat rendah sejak ayahnya membeli sebuah kamera video di awal tahun 70-an. Ketika mulai duduk di bangku kuliah, Raimi bekerja sama dengan sahabat kakaknya yang bernama Robert Tapert untuk memproduksi sebuah film pendek bergenre horor berdasarkan cerita yang Raimi tulis. Dalam proyek ini, Raimi kembali mengajak salah satu sahabat SMA-nya untuk menjadi aktor utama. Ia adalah Bruce Campbell, yang memang hampir selalu dilibatkan dalam film-film pendek buatan Raimi sebelumnya. Akhirnya, proyek film horor pendek tanpa bajet yang berjudul “Within The Woods” ini rangkum pada tahun 1978. Film berdurasi 32 menit ini mereka buat sebagai sebuah film prototipe untuk mencari investor yang mau membiayai mimpi besar mereka: membuat film fitur. Namun, tidak ada satupun studio yang tertarik membuang uang untuk membiayai mimpi ketiga anak muda ini. Bermodalkan sedikit dana yang berhasil mereka kumpulkan dari teman-teman dan keluarga, akhirnya mereka memproduksi Within the Woods sebagai film fitur perdana mereka dengan judul baru: The Evil Dead. Selain memang menyukai film horor, salah satu inspirasi terbesar Raimi dalam menulis Within the Woods datang dari cerita-cerita buatan H.P. Lovecraft yang memperkenalkan Raimi pada konsep Book of the Dead / Necronomicon, yang kemudian menjadi konsep dasar dari Within The Woods dan The Evil Dead. Sam Raimi sendiri baru menginjak usia dua puluh tahun ketika syuting pertama The Evil Dead dimulai. Raimi sadar bahwa ia tidak bisa bekerja seorang diri, karena membuat film fitur tidak sesederhana membuat film pendek. Akhirnya Raimi meminta bantuan teman-temannya untuk menjadi kru film, dan ini merupakan pengalaman belajar bagi sebagian besar dari mereka, termasuk Raimi. Tak ada yang menyangka kalau proyek DIY Sam Raimi ini kelak akan menjadi sebuah produk sinema yang memberi pengaruh sangat besar bagi kultur horror. Bukan hanya karir Sam Raimi yang meroket setelah meledaknya The Evil Dead, tetapi juga karir sahabatnya, Bruce Campbell. Hari ini, The Evil Dead telah dianggap sebagai salah satu film horror cult terbesar sepanjang masa, dengan Bruce Campbell yang juga menyandang gelar aktor cult dalam dunia horror. Setelah keberhasilannya, The Evil Dead berkembang menjadi franchise tersendiri dan melahirkan sekuel, serial TV, reboot/remake, video game, bahkan ratusan judul komik. Mungkin, banyak orang mengenal franchise Evil Dead klasik sebagai sebuah trilogi horor komedi. Tapi sebenarnya unsur komedi baru mulai digunakan oleh Sam Raimi pada Evil Dead II (1987), dan semakin menguat dalam film ketiganya, Army of Darkness (1992). The Evil Dead 1981 sendiri adalah film horor yang brutal, gelap, tanpa unsur komedi sedikitpun, dan jelas bukan untuk para penonton yang tidak kuat melihat darah dan adegan gore. The Evil Dead bahkan sempat dilarang diputar di berbagai negara seperti Finlandia, Jerman, hingga Irlandia karena kekerasannya yang dianggap terlalu ekstrim di awal 80-an.

Plot The Evil Dead sangat sederhana. Film ini berfokus pada lima mahasiswa, Ashley Williams / Ash, kekasihnya Linda, adiknya Cheryl, serta teman-teman mereka, Scotty dan Shelly, yang menyewa sebuah kabin terpencil di dalam hutan untuk menghabiskan akhir pekan. Di ruangan bawah tanah kabin, mereka menemukan benda-benda yang ditinggalkan oleh seorang arkeologis bernama Raymond Knowby yang merupakan penghuni kabin sebelumnya, di antaranya adalah sebuah kitab Sumeria kuno yang dinamakan “Naturom Demonto” (kitab ini baru dinamakan Necronomicon Ex-Mortis sejak Evil Dead II, 1987). Sampul kitab kematian ini dibuat dari kulit manusia, dan berisi semacam mantra-mantra dengan alfabet aneh yang ditulis dengan darah. Apa yang tidak mereka ketahui adalah beberapa mantra di dalamnya memiliki kekuatan yang mampu membangkitkan iblis dan roh jahat. Selain kitab kematian, mereka juga menemukan sebuah alat perekam suara berisi rekaman suara Raymond Knowby, yang menceritakan dari mana ia menemukan kitab tersebut, dan apa saja kekuatannya. Rekaman itu terus mereka putar hingga sang pemilik suara membacakan salah satu mantra terkutuk dari kitab, yang sebenarnya tidak boleh dibaca. Tanpa mereka sadari, rekaman pembacaan mantra ini membangkitkan iblis dan roh jahat dari hutan sekitar kabin. Tak lama kemudian, satu persatu dari mereka mulai dirasuki iblis.

Cerita sederhana seperti itu mungkin terdengar klise hari ini. Tetapi faktanya, The Evil Dead adalah film yang menciptakan apa yang kita pikir klise tersebut. Tak bisa dipungkiri, kisah sederhana ini juga menjadi landasan banyak genre horor modern di kemudian hari. Bagaimanapun, The Evil Dead bukanlah film dengan makna dan pesan yang mendalam. Tetapi, seperti seharusnya sebuah film horor, The Evil Dead bisa membuat penontonnya takut dan jijik, sekaligus juga terhibur. Jadi, plot dan dialog bukanlah kekuatan utama dari film ini. Pada dasarnya, The Evil Dead merupakan wadah bagi Sam Raimi untuk menyuguhkan visi horor kreatif serta pengalaman menonton yang mengerikan bagi penonton film di awal tahun 80-an lewat perpaduan pengarahan jeniusnya serta penggunaan practical effect, dan saya pikir ia sangat berhasil. Saat film dimulai saja, penonton sudah bisa merasakan kegelisahan di sekitar kabin bobrok yang menjadi lokasi sentralnya.

Perlu dicatat bahwa Sam Raimi mengerjakan The Evil Dead tanpa tekanan dari studio ataupun para investor. Karena itu, ia memiliki seluruh kebebasan untuk bisa membuat sebuah film yang benar-benar sesuai visinya, meskipun mau tidak mau harus menyesuaikan dengan bajet seadanya. Ketika satu persatu teman Ash mulai kerasukan iblis, di situlah kengerian The Evil Dead benar-benar dimulai dengan kreativitas special effect yang dikerjakan secara mandiri. Sam Raimi dan teman-temannya mampu menemukan banyak cara inovatif untuk membuat special effect menyeramkan dengan biaya sehemat mungkin dengan mengandalkan keterbatasan pengetahuan mereka, dari mulai makeup, penggunaan boneka, hingga stop-motion. Meskipun beberapa makeup kerasukannya terkesan murahan kalau dilihat lagi hari ini, tetapi special effect tradisional DIY yang kreatif dari The Evil Dead tetap terasa mengerikan, dan terkadang juga menjijikkan, berkat dukungan permainan kamera dan atmosfer seram yang Raimi ciptakan. Ada banyak sekali adegan ikonik dari film ini yang akan selalu dikenang sepanjang masa oleh para penggemarnya, dari mulai adegan ketika Cheryl mulai kerasukan sambil menebak kartu, Cheryl versi kerasukan yang terus-menerus memprovokasi dari balik pintu lantai ruang bawah tanah dengan suaranya yang menyeramkan, tubuh Shelly yang tercerai-berai, gelak tawa dan senandung Linda versi kerasukan, hingga mayat-mayat yang

Sebagai sebuah film independen dengan bajet yang sangat terbatas, The Evil Dead tentu memiliki banyak kekurangan. Aktingnya tidak bisa dibilang bagus, karena Sam Raimi memang tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mempekerjakan aktor-aktor profesional. Menariknya, akting para aktornya terasa semakin membaik ketika mereka mulai dirasuki satu persatu. Mungkin lebih mudah bagi aktor amatiran untuk berakting kerasukan daripada menjadi manusia biasa, dan untungnya ada lebih banyak adegan kerasukan dalam film ini. Meskipun Bruce Campbell menjadi aktor horror yang diperhitungkan di kemudian hari, tetapi ia belum mencapai titik itu dalam debut film fiturnya ini. Dialognya pun tidak banyak. Tapi saya pribadi jauh lebih suka karakter Ash yang dingin dalam The Evil Dead dibandingkan Ash yang terlalu slapstick dan konyol dalam dua film setelahnya. Dalam film semacam The Evil Dead, kekurangan apapun sangat bisa dimaafkan karena bagaimanapun juga The Evil Dead tetap menjadi contoh sempurna tentang bagaimana sebuah film independen dikerjakan oleh orang-orang yang mencintai apa yang mereka lakukan, dengan keterbatasan mereka, dan mereka berhasil. Sam Raimi membuktikan bahwa film beranggaran rendah bukan berarti akan berkualitas rendah, terutama dalam hal visual dan penyutradaraan. Sam Raimi benar-benar memperlihatkan bakatnya yang fenomenal dalam menciptakan suasana menyeramkan lewat sinematografi, pencahayaan, permainan kamera, sound design, practical special effect, didukung dengan set lokasi yang tepat. Sepertinya The Evil Dead sangat layak untuk dijadikan tolok ukur film horor independen yang masih terasa menyeramkan sekaligus menghibur meskipun ditonton kembali beberapa dekade kemudian, dan jelas perlu masuk dalam daftar “film wajib tonton” bagi siapapun yang ingin menyelami sejarah film horor lebih dalam. Visual-visual dari film ini terus dikenang dan memberi pengaruh sangat besar pada banyak sekali film hingga hari ini. Mungkin tanpa ada The Evil Dead, film-film seperti Night of the Demons (1988), Demons (1985), Dead Alive (1992), The Cabin in the Woods (2011), bahkan Sebelum Iblis Menjemput (2018), tidak akan pernah ada.