fbpx

MOVIE REVIEW: WILDERNESS (2006)

WILDERNESS
Sutradara:
M.J. Bassett
UK (2006)

Review oleh Tremor

Wilderness adalah sebuah film survival thriller / horror karya sutradara M.J. Bassett setelah 4 tahun sebelumnya ia merilis debutnya, yaitu horror bertema perang berjudul Deathwatch (2002). Di kemudian hari, Basset dipercaya untuk membuat film dark fantasy berjudul Solomon Kane (2009), Silent Hill: Revelation (2012), hingga banyak serial TV seperti Ash vs Evil Dead dan Altered Carbon. Wilderness sendiri merupakan contoh bagaimana sebuah film berbajet rendah bisa menjadi solid, cukup brutal dan menegangkan.

Premis Wilderness cukup sederhana, berfokus pada sekelompok remaja kriminal yang mendekam dalam satu kamar di penjara khusus remaja bernama Moorgate Young Offenders Institution. Jadi, “protagonis” dalam film ini bukanlah benar-benar protagonis berkonotasi “baik” pada umumnya, karena mereka adalah anak-anak yang bermasalah dengan beberapa diantaranya bahkan cukup kejam. Di dalam kamar sel ini, seorang remaja neo-nazi yang bengis dan manipulatif bernama Steve menjadi penguasa kamar. Ia tidak sendirian, karena tangan kanannya yang bertubuh besar dan kekar bernama Lewis, selalu mengikuti setiap perintahnya. Korban intimidasi mereka adalah yang paling lemah, yaitu dua remaja yang bernama David dan Lindsay. Selain itu ada juga tahanan lain dalam kamar tersebut: Jethro, Blue, serta satu penghuni kamar yang baru saja masuk, seorang remaja pembunuh bernama Callum. Suatu malam, David ditemukan sudah tidak bernyawa setelah menyilet urat nadi pada pergelangan tangannya sendiri. Para petugas penjara akhirnya menghukum seluruh penghuni kamar karena mereka dianggap sama-sama bersalah hingga menyebabkan David bunuh diri. Anak-anak remaja ini dikirim ke sebuah pulau kosong tertutup yang memang dikelola oleh pihak penjara dan pemerintah dengan ditemani satu sipir pengawas bernama Jed. Di sana mereka diharapkan bisa belajar tentang kedisiplinan, character building, hingga pentingnya bekerja sama sebagai satu kelompok, sebagai bagian dari program rehabilitasi perilaku mereka. Namun rupanya mereka tidak sendirian di pulau tersebut. Kebetulan sepasang kriminal remaja perempuan bernama Mandy dan Jo juga ada di sana dengan tujuan yang sama di bawah pengawasan seorang veteran tentara perempuan bernama Louise. Ketegangan mulai terjadi di antara kedua kubu dan mereka sepakat untuk membagi teritori pulau. Tak lama kemudian, kedua kelompok ini mulai menyadari bahwa mereka juga tidak benar-benar sendirian di pulau kosong tersebut. Dari balik rimbunnya hutan, seorang pemburu misterius mengamati gerak gerik mereka, dan pada akhirnya mulai memburu mereka satu persatu untuk kemudian dibunuh secara kejam dengan cara yang berbeda-beda. Program rehabilitasi perilaku para remaja kriminal ini mendadak menjadi perjuangan bertahan hidup yang nyata. Kini mereka mau tidak mau harus benar-benar bekerja sama untuk tetap hidup dan menemukan jalan keluar dari pulau sebelum menjadi korban berikutnya.

Umumnya, cukup penting untuk menciptakan satu atau dua karakter yang bisa membuat penonton peduli dan khawatir akan keselamatan mereka dalam film semacam ini. Namun saat menyadari bahwa mayoritas karakter dalam Wilderness adalah sekumpulan remaja kriminal dari mulai pembunuh hingga pemerkosa, jelas ini bukan jenis karakter yang bisa menarik simpati penonton. Terlebih lagi saat beberapa karakter yang kelihatannya tak terlalu berdosa justru lebih dulu mati mengenaskan, menyisakan beberapa karakter brengsek saja untuk bertahan hidup. Tapi justru dari situlah dinamika dan ketegangan antar karakter muncul, di mana mereka semua bisa juga menjadi ancaman bagi satu sama lain. Menyisakan beberapa karakter brengsek sebagai survivor juga ada bagusnya karena kita sebagai penonton tidak akan begitu peduli kalau pada akhirnya mereka dibantai satu persatu. Dalam hal kemampuan berperan, salah satu karakter yang aktingnya paling menonjol adalah aktor Stephen Wight yang memerankan Steve. Wight berhasil membawakan karakter ini dengan sangat mengesalkan, culas dan jahat, membuat penonton berharap untuk tidak pernah bertemu orang semacam Steve dalam kehidupan nyata. Di film ini juga kita bisa melihat penampilan aktor veteran Sean Pertwee yang mungkin tidak asing bagi penggemar horror karena ia pernah bermain dalam Event Horizon (1997) hingga perannya yang paling dikenal dalam film Dog Soldiers (2002). Lalu ada juga aktris Alex Reid yang pernah ikut berperan dalam The Descent (2005).

Karena saya menonton Wilderness tanpa ekspektasi apapun, saya cukup terkejut dengan kebrutalan film ini, dengan tingkat kebrutalan yang tidak berlebihan. Meskipun ada sedikit elemen slasher dalam plotnya, Wilderness tetaplah bukan film yang berupaya menjual gimmick gore semata, walaupun hampir semua death scene di dalamnya bisa dibilang cukup kejam, graphic dan realistik. Saya benar-benar mendukung keputusan sutradara Bassett untuk tidak berlebihan dalam adegan gore-nya. Apalagi film ini dibuat setelah film Saw (2004) dan Hostel (2005) mempopulerkan trend film-film torture porn modern, dan Basset tetap memutuskan untuk tidak mengikuti trend tersebut. Meskipun saya lihat ada sedikit detail minor yang (sayangnya) dibuat lewat CGI, tetapi sebagian besar adegan kekerasan dalam Wilderness tetap dibuat dengan special effect tradisional serius yang bisa dibilang fantastis untuk ukuran film berbajet terbatas. Bicara soal death scene, saya ingin berbagi tentang adegan kematian yang menurut saya paling fenomenal dalam film ini tanpa menjadi spoiler, yaitu saat pertama kali sang pemburu melibatkan segerombolan anjing pemburu. Kematian ini tampak menyakitkan dan perlahan, dan saya rasa tidak ada yang ingin meninggal dengan cara seperti itu. Para penonton yang pernah punya trauma dengan gigitan anjing jelas akan mendapat rasa cemas tambahan dalam adegan memorable ini, dan sebagai film horror, adegan ini jelas sangat efektif.

Secara garis besar, plot Wilderness sedikit mengingatkan saya pada film Predator (1987), Dog Soldiers (2002), hingga yang paling kuat adalah kisah klasik Lord of the Flies. Mungkin penulis film Wilderness memang mendapat inspirasinya dari kisah-kisah tersebut. Meskipun tidak ada hal baru dalam film ini, tetapi bukan berarti Wilderness tidak bisa dinikmati. Wilderness juga mungkin memang tidak memiliki anggaran yang besar, tapi film ini sama sekali tidak terasa sebagai film low-budget. Film ini dieksekusi dengan jauh lebih baik dari yang saya bayangkan sebelumnya. Namun ada beberapa hal yang saya sayangkan dari plot film ini. Pertama adalah tentang pengungkapan identitas sang pemburu misterius yang menurut saya agak terlalu dini. Mungkin penulis film ini memang tidak berminat untuk menjaga misteri terlalu lama, dan ingin segera berfokus pada lebih banyak adegan perburuan. Kekecewaan saya berikutnya adalah, betapa mudahnya si pemburu yang sangat berpengalaman tersebut dikalahkan oleh remaja bermasalah. Dan yang terakhir adalah, tentang bagaimana film ini berakhir, mungkin karena saya berharap tidak ada survivor dalam Wilderness. Meskipun begitu, Wilderness tetaplah film horror yang menyenangkan untuk ditonton, menegangkan, penuh darah, lengkap dengan adegan-adegan kematian yang cukup kreatif, dan jelas pantas untuk mendapat lebih banyak penonton.