THE STRANGERS
Sutradara: Bryan Bertino
USA (2008)
Review oleh Tremor
The Strangers adalah sebuah film horror thriller bertema home-invasion, debut penulisan dan penyutradaraan dari Bryan Bertino. Di kemudian hari Bertino semakin membuktikan kemampuannya dalam menciptakan atmosfer mencekam lewat film The Monster (2016) hingga yang paling impresif adalah The Dark and the Wicked (2020). Meskipun saat membuat The Strangers Bertino belum berpengalaman sebagai sutradara, tapi film ini bisa dibilang cukup sukses secara finansial dan mendapatkan sambutan yang relatif positif dari para penontonnya. Namun itu bukan berarti The Strangers bisa dijadikan franchise yang sukses. Sepuluh tahun setelah film pertamanya, Bertino kembali menulis film ke dua The Strangers: Prey at Night (2018), disutradarai oleh Johannes Roberts, dengan hasil yang mengecewakan, setidaknya bagi saya.
Plot film ini sangat sederhana. Pasangan kekasih James dan Kristen baru saja pulang dari pesta pernikahan teman mereka ke sebuah kabin terpencil yang merupakan rumah musim panas milik keluarga James. Malam itu juga sekelompok orang tak dikenal mulai meneror mereka dengan satu tujuan: mengeksekusi. Para penonton yang mengharapkan plot rumit penuh twist tentu saja akan kecewa, karena ini adalah jenis film di mana plot tidak terlalu dibutuhkan. Tidak ada kejutan, tidak ada pengungkapan berarti. Apa yang perlu kita ketahui hanyalah James dan Kristen harus bertahan hidup dari serangan di rumah mereka sendiri. Itu saja. Namun saat kebanyakan film home-invasion menargetkan pasangan romantis yang bahagia, The Strangers mengambil pendekatan unik dalam memperkenalkan kedua karakter utamanya. Ketika film dimulai, kita berjumpa dengan James dan Kristen tengah dalam situasi yang penuh keheningan canggung. Raut wajah keduanya tampak sedih dan mereka tidak saling memandang. Mereka tidak sedang berseteru atau saling membenci, namun tampak jelas ekspresi kekecewaan pada keduanya. Rupanya James sudah mendekorasi rumah musim panas tersebut seromantis mungkin sebagai kejutan karena ia ingin melamar Kristen. Di luar harapannya, Kristen menolak lamaran itu. James terpukul dengan penolakan ini namun tetap menghargai keputusan Kristen. Sementara itu, Kristen pun berada di posisi yang tidak nyaman, merasa sedih dan bersalah, namun tidak bisa membohongi perasaannya sendiri bahwa ia belum siap untuk menikah. Tentu saja dalam situasi seperti itu keduanya tidak bisa tidur. Di tengah suasana inilah tiba-tiba seseorang menggedor pintu rumah mereka pada pukul 4 subuh.
Penyerangan yang dilakukan oleh kelompok orang asing bertopeng ini benar-benar random tanpa motif apapun, dan itu adalah ide yang bisa jadi mengerikan. Apalagi kita tahu bahwa belakangan sempat terjadi beberapa aksi penyerangan di jalanan dengan target yang random. Jadi penyerangan random dalam The Strangers bukan tidak mungkin terjadi juga dalam kehidupan nyata. Para penyerang dalam film ini sepertinya menikmati permainan kejar-kejaran sambil meneror, karena sebenarnya mereka bisa saja membunuh James dan Kristen sejak awal. Dalam proses meneror calon korbannyalah sebagian besar suasana mencekam dari film ini muncul. Menciptakan atmosfer mencekam adalah kekuatan paling menonjol dari sutradara Bryan Bertino, dan skill tersebut sudah tampak jelas sejak debutnya ini. Ia sepertinya paham betul bagaimana cara menggunakan ketegangan sebagai kekuatan sebuah film horor tanpa perlu menghadirkan adegan kekerasan vulgar dan gore. Selain kerja kamera yang sangat efektif dalam membuat setiap pojokan gelap di rumah James tampak menyeramkan, Bertino juga memaksimalkan peran sound design yang sangat mendukung. Contohnya, hanya dari suara ketukan pintu saja sudah bisa membuat penonton ikut merasa was-was. Saya juga suka dengan bagaimana para penyerang dalam film ini didesain sebagai strangers dalam artian sebenarnya. Mereka anonimus asing bertopeng yang tidak banyak bicara dalam menjalankan aksi terornya. Saya bisa membayangkan mereka semua pasti tampak seperti orang-orang biasa dalam kesehariannya, dan tak seorangpun akan menyangka kalau mereka adalah sekumpulan psikopat. Sayangnya, film ini juga memiliki banyak kelemahan. Salah satu yang cukup membuat saya kesal adalah bagaimana James dan Kristen beberapa kali bertindak agak bodoh. Logika para karakter ini bisa dibilang cukup cacat. Saya paham, dalam keadaan panik seseorang bisa saja melakukan hal-hal yang mungkin tidak rasional. Tapi semua keputusan bodoh dalam film ini membuat penonton kesulitan untuk merasakan simpati pada para karakternya, karena mereka seakan-akan justru menambah peluang bagi para pembunuh untuk menyelesaikan misinya. Selain itu, sayapun tidak begitu suka dengan adegan penutup film ini yang sepertinya hanya dijadikan sebagai momen untuk mengagetkan penonton saja. Padahal The Strangers rasanya akan lebih cocok kalau ditutup dengan suram dan nihilistik.
Banyak orang berpendapat bahwa The Strangers sangat mirip dengan film Perancis berjudul Ils / Them (2007). Keduanya memang sama-sama film home-invasion berplot sederhana yang memiliki klaim “berdasarkan kejadian nyata”, dan memang ada beberapa kesamaan di antara Ils dan The Strangers. Namun keduanya adalah standar film home-invasion yang sama sekali berbeda. Tapi kalau saya dipaksa untuk membandingkan antara film Ils dengan The Strangers, Ils jelas lebih unggul dalam banyak hal. Mungkin satu-satunya elemen dalam The Strangers yang lebih menonjol hanyalah atmosfer menegangkan yang terasa jauh lebih mencekam dibandingkan Ils. Film ini bagaikan jejak langkah kaki pertama Bertino sebelum ketrampilannya untuk menciptakan atmosfer seram semakin terasah dalam The Dark and the Wicked (2020). Meskipun The Strangers bukan film horor terbaik di tahun 2008, tapi sebagai sebuah debut film ini tetap fantastis dan layak diapresiasi.