STOPMOTION
Sutradara: Robert Morgan
UK (2023)
Review oleh Tremor
Pada tahun 2001, nama Robert Morgan sempat menjadi perbincangan para nerd penggemar horor di forum-forum internet berkat sebuah film pendek yang berjudul The Cat with Hands. Robert Morgan sendiri merupakan seorang pembuat film sekaligus seniman animasi stop-motion yang sejak tahun 1997 telah membuat belasan film horor pendek yang bisa ditonton di channel Youtube miliknya. Baru pada tahun 2023 Morgan akhirnya merilis debut film fiturnya, sebuah film horror psikologis berjudul Stopmotion, yang memadukan live action dengan animasi stop-motion. Karya debut Robert Morgan ini pertama kali ditayangkan pada Fantastic Fest 2023 di Austin, Amerika, di mana ia menerima penghargaan Sutradara Terbaik. Banyak orang mungkin berpikir kalau film horor dengan unsur animasi stop-motion akan menjadi film yang ramah untuk ditonton oleh anak kecil seperti The Nightmare Before Christmas (1993) atau Coraline (2009). Namun Stopmotion sama sekali bukan untuk semua umur, karena film yang Morgan tulis bersama Robin King ini penuh dengan atmosfer dan imaji bagaikan mimpi buruk hingga ditutup dengan cukup berdarah.
Stopmotion berfokus pada seorang seniman animasi stop-motion bernama Ella. Selama bertahun-tahun Ella harus membantu ibunya, yang juga adalah animator stop-motion legendaris, untuk menyelesaikan sebuah proyek film animasi. Karena ibu Ella yang telah lanjut usia mengalami arthritis yang mengganggu fungsi tangannya, maka setiap harinya Ella bekerja hanya sebagai pengganti tangan ibunya untuk menggerakan boneka stop-motion sedikit demi sedikit dengan panduan dari ibunya yang sangat perfeksionis, ketus, dan otoriter. Jauh di dasar hatinya, Ella ingin menciptakan karya animasi stop-motionnya sendiri. Setelah ibunya terserang stroke, Ella menyadari bahwa kini ia memiliki kebebasan yang belum pernah ia miliki sebelumnya: menciptakan filmnya sendiri. Rasa kehilangan, rasa bersalah karena tidak melanjutkan film terakhir ibunya, bercampur dengan obsesi untuk menciptakan karyanya sendiri akhirnya mulai memicu Ella jatuh ke jurang ketidakwarasan.
Seperti yang telah menjadi semacam “keharusan” bagi film-film horor serius di beberapa tahun ke belakang, Stopmotion juga mengangkat tema tentang duka dan trauma. Namun metafora emosi dan kejiwaan yang digunakan dalam Stopmotion terasa jauh lebih menyegarkan dibanding film-film horor modern serupa berkat penggunaan teknik animasi stop-motion serta eksekusinya yang dikerjakan dengan sangat baik. Pada dasarnya Stopmotion membawa penonton ke perspektif Ella yang mengalami degradasi kewarasan, memungkinkan kita melihat dunia lewat matanya. Dalam kisah seperti ini, tentu saja akan ada beberapa momen yang tidak logis, karena kita tidak tahu mana yang nyata dan mana yang hanya terjadi dalam pikiran Ella. Namun konsep kisah tentang kejiwaan yang sebenarnya bukan hal baru dalam genre horror ini memberi keleluasaan kreatifitas sepenuhnya bagi sang pembuat film, Robert Morgan, untuk menciptakan imaji-imaji mengerikan lewat boneka-boneka stop-motion yang Ella buat dari bangkai hewan. Dari bahan baku yang Ella gunakan saja sudah jelas kalau ia telah kehilangan kewarasannya. Meskipun film ini dimulai dengan agak lambat di awal, tapi saya cukup excited ketika Stopmotion mulai membawa kita pada banyak adegan-adegan stop-motion mengerikan yang bagaikan mimpi buruk.
Menurut saya, teknik animasi stop-motion adalah kunci penentu terbesar keberhasilan film ini. Hampir semua adegan horor paling kuat dalam film ini datang dari banyak sequence yang melibatkan boneka-boneka stop-motion buatan Ella. Kalau saja tidak ada animasi stop-motion di dalamnya, saya pikir film ini hanya akan menjadi karya horror psikologis yang generik, klise, dan akan dengan mudah terlupakan karena premis dasarnya yang cukup umum untuk sebuah film horor: seseorang menuju kegilaan. Saya pribadi sangat suka dengan desain boneka-bonekanya yang tampak janggal dan kadang juga semakin mengerikan seiring berjalannya plot. Seperti yang sempat saya tulis dalam review The Wolf House (2018), film Stopmotion membuat saya semakin mengapresiasi film-film yang menggunakan teknik stop-motion. Dalam film ini kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana rumit dan penuh effort-nya pembuatan sebuah animasi stopmotion dengan Ella sebagai senimannya. Selain teknik animasi tradisionalnya, film Stopmotion juga memiliki daya tarik besar lainnya, yaitu penampilan aktris asal Irlandia, Aisling Franciosi, yang memerankan Ella dengan sangat baik, meyakinkan, dan cukup membuat penonton untuk merasa simpati pada karakternya. Sayangnya, penulisan beberapa karakter minor lain dalam Stopmotion terasa kurang dikembangkan.
Stopmotion tidak sepenuhnya sempurna, tapi film ini tetap sangat layak ditonton berkat atmosfer mencekam serta animasi stop-motion yang menyeramkan, adegan-adegan kekerasan penuh darah yang efektif, penampilan aktris Aisling Franciosi yang meyakinkan, dilengkapi dengan desain suara yang mengerikan. Meskipun Stopmotion adalah film fitur pertama Robert Morgan, tapi ia sudah memperlihatkan bakatnya sebagai sutradara dan bukan hanya sekedar sebagai seniman animasi stop-motion saja, dan saya ingin melihat bagaimana karya penyutradaraan Morgan selanjutnya.