MOVIE REVIEW: LOWLIFES (2024)

LOWLIFES
Sutradara: Tesh Guttikonda & Mitch Oliver
Kanada (2024)

Review oleh Tremor

Lowlifes adalah sebuah film backwoods slasher horror / dark comedy, karya debut yang cukup impresif dari duo sutradara Tesh Guttikonda dan Mitch Oliver berdasarkan naskah yang ditulis oleh Al Kaplan. Saya pribadi menonton Lowlifes secara buta, tanpa ekspektasi apapun. Rupanya cara itu memberi saya pengalaman menonton yang sangat menyenangkan. Berangkat dari konsep klasik “orang kota vs hillbillies” seperti yang bisa ditemui dalam film-film backwoods horror seperti seri The Texas Chainsaw Massacre dan Wrong Turn, Lowlifes berhasil menghembuskan kesegaran baru dalam genre tersebut yang tak lupa dibumbui dengan komedi gelap. Bagi yang tidak familiar dengan istilah hillbillies, bisa membaca penjelasan singkatnya dalam review Tucker & Dale vs. Evil (2010) yang pernah saya tulis sebelumnya. Karena cara terbaik untuk menikmati Lowlifes adalah menontonnya secara buta, maka saya tidak akan menulis panjang karena cukup sulit untuk bisa menulis ulasannya tanpa mengungkap terlalu banyak.

Film ini dimulai seperti kebanyakan film horor: sepasang suami istri tipikal kulit putih kelas menengah, Keith dan Kathleen, membawa anak-anak remaja mereka Amy dan Jeffrey untuk berlibur menggunakan mobil RV (Recreational Vehicle). Siang itu mereka parkir di tepi hutan untuk makan siang. Keith memanggang daging untuk keluarganya, sementara Amy pergi ke hutan untuk diam-diam merokok. Suasana ini terganggu dengan datangnya satu truck pickup yang dikendarai oleh Vern dan Billy. Dari aksen, penampilan, dan perilakunya, jelas mereka menggambarkan stereotip redneck hillbillies setempat. Rupanya mereka sedang mencari Melior, saudara laki-laki mereka yang menghilang. Keluarga Keith merasa tidak nyaman dengan kehadiran Vern dan Billy yang tidak sopan dan terasa mengancam. Dengan penuh kesopansantunan Keith berusaha menghalau mereka untuk segera pergi, dan berhasil. Keith dan keluarganya pun segera bergegas pergi untuk meninggalkan lokasi. Namun perjalanan mereka kembali terhenti oleh Vern dan Billy yang mengalami kerusakan pada mobilnya. Vern meminta bantuan Keith untuk mengantarkan Billy ke rumahnya agar bisa mengambil perkakas yang dibutuhkan, di mana dalam rumah tersebut keluarga Billy sedang mempersiapkan makan malam. Siapapun yang sering menonton film horror tentu cukup akrab dengan introduksi yang terdengar klise seperti ini. Namun dari titik ini, Lowlifes mulai mengubah persenelingnya ke arah yang berbeda, sambil mempermainkan beberapa “peraturan” klise genre backwoods slasher yang tentu saja tidak akan saya tulis di sini.

Setelah membaca review ini, mungkin beberapa penonton bisa saja menebak ke arah mana Lowlifes bergerak, namun poinnya bukan itu melainkan bagaimana cara film ini mengungkapkan kejutannya dengan sangat baik pada momen yang tak terduga. Plotnya pun cukup membuat penasaran, terutama tentang siapa saja yang akan mati lebih dulu, dan bagaimana itu terjadi. Bajet Lowlifes mungkin tidak terlalu besar, tapi Tesh Guttikonda dan Mitch Oliver berhasil membuktikan kalau mereka sanggup memaksimalkan semua sumber daya yang ada, dengan set lokasi yang sebagian besar hanya terjadi di sekitar satu rumah saja, serta cast yang bekerja dengan baik. Daya tarik terbesar dari sebuah film slasher juga ada pada special effect, sebuah elemen produksi yang sangat saya gemari dari film-film horor. Meskipun adegan-adegan berdarah dalam Lowlifes bukanlah jenis gore yang over-the-top, namun sejak pertumpahan darah pertama dimulai, spesial effect gore prostetik film ini cukup mengesankan, tampak berkualitas dan sama sekali tidak terasa murahan, menjadikan Lowlifes sebagai film backwoods slasher yang jauh lebih baik dibandingkan film sejenis dalam beberapa tahun ke belakang.

Hadirnya sedikit elemen komedi dalam film ini juga menambah rasa fun dari Lowlifes, menjadikannya sebuah film penuh darah yang tidak perlu ditanggapi dengan terlalu serius. Karenanya, meskipun ada beberapa kelemahan dan kejanggalan, sama sekali tidak pantas untuk dipermasalahkan karena pada akhirnya semua kekurangan yang ada tidak sampai merusak keseluruhan film ini. Pada dasarnya, plot utama film ini juga tidak menawarkan formula yang benar-benar baru, namun Lowlifes tetap berhasil memisahkan diri dan menonjol dari standar film-film backwoods horror generik lewat perspektifnya yang sama sekali berbeda. Dengan akting yang cukup bagus, plot penuh kejutan dan menyenangkan, serta kualitas produksi yang sama sekali tidak tampak murahan, saya sangat terkesan dengan Lowlifes, terutama ketika mengingat bahwa ini merupakan sebuah karya debut. Kalau kalian mencari film horror yang penuh dengan jump scare dan sosok-sosok mengerikan, mungkin Lowlifes bukanlah film yang kalian cari. Tapi kalau kalian mencari film slasher yang cerdik dan menyenangkan, dibumbui dengan beberapa kejutan plot serta komedi, Lowlifes akan menjadi pilihan yang tepat. Lowlifes membuktikan bahwa sutradara pemula Tesh Guttikonda dan Mitch Oliver sanggup mengeksekusi sebuah film indie slasher yang solid dengan baik, membuat saya akan menunggu karya-karya horror mereka selanjutnya.