BEHIND THE MASK: THE RISE OF LESLIE VERNON
Sutradara: Scott Glosserman
USA (2006)
Review oleh Tremor
Penonton setia film-film slasher tentu pernah bertanya-tanya, bagaimana mungkin para penjagal ikonik seperti Jason Voorhees, Freddy Krueger dan Michael Myers mampu selalu muncul di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat untuk membantai korbannya? Bagaimana cara mereka selalu bisa kembali di tempat tak terduga meskipun sebelumnya sudah jauh tertinggal dari final girl-nya? Dan mengapa setiap film slasher selalu mengikuti formula yang sama? Menurut film Behind The Mask: The Rise of Leslie Vernon, jawabannya ada pada perencanaan dan persiapan matang yang dilakukan oleh sang pembunuh jauh hari sebelum hari pembantaian berlangsung. Behind The Mask: The Rise of Leslie Vernon adalah sebuah film meta-slasher yang sangat kreatif sekaligus brilian, dan merupakan debut bagi penulis David J. Stieve sekaligus sang sutradara Scott Glosserman. Lewat gaya mockumentary drama, Behind The Mask: The Rise of Leslie Vernon dipenuhi dengan dekonstruksi sekaligus rekonstruksi genre slasher sambil membangun mitologinya sendiri: Leslie Vernon. Seperti kebanyakan meta-cinema, Behind The Mask juga memiliki banyak unsur (termasuk komedi) yang mungkin hanya bisa dipahami oleh mereka yang sudah terlalu banyak menonton film slasher saja. Jadi, humornya bukan berbentuk parodi seperti film Scary Movie, tapi lebih condong pada humor satir sekaligus penghormatan pada keseluruhan sub-genre slasher. Bagi kalian yang mungkin baru pertama kali mendengar istilah meta-cinema, bisa membaca penjelasan singkatnya dalam review Scare Package (2019) yang pernah saya tulis sebelumnya.
Film Behind The Mask: The Rise of Leslie Vernon dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama film ini dibungkus dengan gaya mockumentary, dan akan ditutup secara brilian lewat bagian kedua dengan gaya film slasher yang sesungguhnya. Dalam dunia film Behind The Mask, karakter-karakter seperti Jason Voorhees, Freddy Krueger dan Michael Myers adalah karakter legendaris non-fiksi. Demikian juga dengan lokasi-lokasi seperti Camp Crystal Lake dan Elm Street. Dalam dunia ini, menjadi seorang penjagal adalah “profesi” serius, dimana tidak sembarang orang mampu melakukannya. Selain Voorhees, Krueger dan Myers, ada banyak para penjagal lain dalam dunia film ini yang belum sepopuler ketiga nama tersebut. Leslie Vernon adalah salah satunya. Dalam bagian pertama film ini, sekelompok pembuat film dokumenter yang dipimpin oleh gadis bernama Taylor diundang untuk mendokumentasikan keseharian Leslie Vernon, seorang penjagal lokal yang memiliki legendanya sendiri. Seperti Jason dan Freddy, Leslie mengklaim memiliki masa lalu kelam yang menjadi backstory mengapa ia selalu kembali setiap tahunnya untuk melakukan aksi balas dendam pada masyarakat. Dalam film dokumenter ini, Leslie memaparkan bahwa tidak ada yang supranatural dari para penjagal slasher seperti dirinya. Menurutnya, setiap penjagal memang memiliki trik-trik rahasianya masing-masing, dan sangat terlatih menggunakan efek-efek dan prop khusus menjelang kemunculannya. Selain itu, latihan fisik, kelincahan, serta persiapan mental juga ikut mengambil peran penting dalam keberhasilan aksi jagalnya. Taylor dan crew-nya kemudian diajak untuk mengikuti bagaimana cara Leslie Vernon memilih kelompok anak muda yang akan dijadikan korban dalam pembantaian berikutnya, termasuk menentukan siapa final-girl-nya sejak awal. Leslie juga memaparkan teori-teori tentang bagaimana cara memilih seorang final girl dan mengapa gadis tersebut akan selalu selamat dari serangan-serangan Leslie. Jadi, pekerjaan menjadi penjagal slasher rupanya tidak main-main. Leslie bisa menghabiskan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun hanya untuk mempersiapkan supaya pembantaiannya berjalan sempurna pada malam yang sudah ia tentukan, sesempurna apa yang bisa kita lihat dalam film-film slasher yang kita kenal. Semua persiapan Leslie mencakup pemilihan lokasi legendaris yang terisolasi, pengaturan properti di lokasi, menyiapkan jebakan, mengatur timing, memilih senjata mana yang boleh digunakan para korban dan mana yang tidak, memetakan setiap detail dan alur, memastikan agar para calon korban mengikuti alur yang telah ia rancang tanpa mereka sadari, hingga memastikan bahwa sang final girl yang sudah terpilih sejak jauh hari akan mampu mengalahkan Leslie. Semua harus dipersiapkan dengan sangat matang, tanpa para calon korbannya ketahui. Tiba-tiba logika film slasher pun menjadi sangat logis kalau kita melihat dengan sudut pandang film ini.
Tim dokumenter Taylor dkk juga diajak untuk berjumpa dengan salah satu “mentor” Leslie yang bernama Eugene. Kini Eugene telah pensiun dari dunia penjagalan dan hidup bahagia bersama istrinya Jamie, yang merupakan mantan final-girl-nya sendiri di masa lalu. Melihat mereka bertiga mendiskusikan pencapaian-pencapaian “pekerjaan” Leslie, seakan menjadikan penjagal serupa pekerjaan yang normal, adalah salah satu hal yang cukup menggelikan dari film ini. Kemudian penonton juga akan diperkenalkan dengan konsep “Ahab”, yaitu satu figur khusus yang melambangkan “kekuatan baik” dalam film slasher. Seorang Ahab mengetahui betul cara berpikir penjagal yang melambangkan “kekuatan jahat”, dan akan terus berusaha menghentikan aksi dari sang penjagal. Ahab dari Leslie Vernon adalah mantan psikiaternya sendiri yang bernama dokter Halloran. Tentu saja ini merupakan salah satu inside joke yang brilian dari film Behind the Mask, karena karakter Dokter Halloran jelas-jelas mengingatkan kita semua pada karakter dokter Loomis dari franchise Halloween. Jeniusnya lagi, karakter ini diperankan oleh aktor legenda horror Robert Englund. Akhirnya, setelah semua persiapan dan detail perencanaan matang, malam pembantaian yang ditunggu-tunggu pun tiba, dan crew film dokumenter akan melihat secara langsung bagaimana Leslie beraksi menjalankan rencananya tanpa satupun kesalahan. Bagian pertama dari Behind The Mask memang terasa sangat ringan, menghibur dan benar-benar seperti menonton karya dokumenter sungguhan tentang hal nyata. Namun saat film ini tanpa penontonnya sadari memasuki bagian keduanya, Behind The Mask mulai memperlihatkan kejeniusannya dalam bercerita. Mulai dari sini saya tidak bisa menulis lebih banyak lagi karena tentu saja saya tidak ingin membagikan spoiler.
Pengalaman menonton film Behind The Mask: The Rise of Leslie Vernon bagi saya bagaikan menonton film dokumenter behind the scene aksi penjagal film slasher, yang ditutup dengan aksi sesungguhnya pada malam yang sudah ditentukan oleh Leslie. Menonton film ini juga bisa dianalogikan seperti melihat seorang pesulap mengungkapkan semua rahasia trik serta ilusinya. Dan setelah kita pikir kita sudah mengetahui cukup banyak tentang bagaimana cara kerja semua trik itu, pada akhirnya kita masih tetap terkecoh juga. Sebagai penyuka film-film slasher klasik, saya bisa bilang bahwa film ini cukup brilian dan sangat berhasil pada banyak hal, yang lalu ditutup dengan cara yang hampir sempurna. Unsur meta dalam film ini juga terjalin dengan sangat baik dan halus. Ini adalah suguhan meta-slasher terbaik setelah film Scream (1996), bahkan bisa dibilang jauh lebih baik dalam beberapa hal. Kalau film Scream dengan penuh kesadaran diri banyak memainkan stereotip genre slasher dari sudut pandang korban sambil sekaligus menjadi film slasher itu sendiri, Behind the Mask mengambil langkah yang lebih jauh: kisah belakang layar persiapan seorang pembunuh bertopeng, dan tanpa diduga menjadi film slashernya sendiri.
Apa yang sangat saya suka dari film ini adalah bagaimana Behind the Mask menggunakan pendekatan docu-drama di awal, sambil di waktu yang sama membangun struktur plot cerita untuk bagian keduanya tanpa kita sadari, dan semua itu dilakukan dengan sangat sangat halus. Saat pertama kali menonton Behind The Mask, saya sendiri cukup terkecoh dengan kejutannya yang kalau dipikir-pikir rupanya sudah dipersiapkan sejak film ini dimulai. Ini merupakan pengalaman menonton yang sangat menyenangkan untuk sebuah film yang kita pikir semuanya sudah bisa ditebak. Bagian terbaik lainnya dalam film ini tentu saja dengan hadirnya para cameo horror, dari mulai aktor Robert Englund yang sangat dikenal lewat perannya sebagai Freddy Krueger; Zelda Rubinstein yang pernah berperan sebagai cenayang ikonik dalam film Poltergeist (1982); hingga aktor senior Scott Wilson yang sangat dikenal sebagai Hershel Greene dalam serial TV The Walking Dead.
Meskipun berbajet rendah, Behind The Mask: The Rise of Leslie Vernon adalah film yang bekerja dengan sangat baik karena ditulis dengan cerdas. Sayangnya, film ini mungkin hanya bisa dinikmati oleh mereka yang benar-benar paham seputar film slasher. Semakin kalian paham dengan genre tersebut, saya yakin kalian akan semakin mengapresiasi film ini. Sejauh ini saya tidak memiliki komplain apapun terhadap Behind The Mask. Tapi bersiaplah kecewa kalau kalian mengharapkan adegan-adegan gore, atau unsur humor slapstick ala Scary Movie, karena Behind the Mask bukanlah film yang seperti itu.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com