ATTACK THE BLOCK
Sutradara: Joe Cornish
UK (2011)
Review oleh Tremor
Attack the Block adalah sebuah film sci-fi action / komedi yang diproduksi oleh sebuah studio yang pernah merilis film-film komedi action seperti Shaun of the Dead (2004), Hot Fuzz (2007), hingga Scott Pilgrim vs. the World (2010). Film ini merupakan debut impresif dari sutradara / penulis muda Joe Cornish. Sebelumnya, Cornish lebih banyak berfokus menulis naskah untuk dokumenter dan serial TV. Setelah sukses dengan Attack The Block, Cornish kembali dengan fokusnya menulis cerita / naskah dan dipercaya untuk menulis film The Adventures of Tintin (2011) dan Ant-Man (2015). Selain Cornish, film Attack The Block juga merupakan debut signifikan dari aktor muda John Boyega dalam film layar lebar. Berkat perannya dalam film inilah karir Boyega yang saat itu masih berumur 19 tahun mulai meroket hingga ia mendapat peran penting dalam trilogi Star Wars terbaru sebagai Finn.
Film ini menyajikan premis yang cukup sederhana dan tidak membuang banyak waktu sejak film dimulai. Seorang perempuan muda bernama Sam berjalan sendirian di jalanan kota London. Situasi malam tersebut penuh hingar bingar karena semua orang sedang berpesta kembang api dalam rangka perayaan besar di Inggris, Guy Fawkes Night. Di tengah jalan, lima orang remaja berandalan jalanan mencegat Sam. Mereka adalah Pest, Dennis, Jerome, Biggz dan terakhir adalah Moses sebagai pemimpin geng. Mereka mengancam Sam dengan sebilah pisau dan meminta Sam untuk menyerahkan semua harta bendanya. Saat itulah sesuatu dari langit jatuh dengan kecepatan tinggi dan mendarat tepat di atas mobil yang berada dekat mereka. Sam menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri. Melihat kaca jendela mobil di samping mereka hancur berantakan, Moses masuk ke dalam mobil untuk melihat apakah ada barang berharga di dalamnya. Tapi yang ia temukan adalah mahluk menyeramkan yang sebelumnya jatuh dari langit. Mahluk ini sempat melukai wajah Moses sebelum akhirnya kabur melarikan diri dengan cepat dalam kegelapan kota London.
Moses pikir mahluk itu adalah semacam primata buas yang aneh, dan ia memutuskan untuk memburunya karena mahluk itu sudah melukai wajahnya. Balas dendam. Tentu saja geng remaja jalanan pembuat onar seperti mereka menganggap ini adalah permainan yang seru. Mereka segera mengejar dan berhasil membunuh mahluk tersebut. Tapi Moses dkk mulai menyadari bahwa bentuk mahluk yang mereka bunuh ini terlalu asing. Salah satu dari mereka memberi ide untuk membawanya pada salah satu kenalan mereka bernama Ron, yang mungkin mengetahui mahluk apakah ini karena Ron sering menonton dokumenter National Geographic dan sejenisnya. Rupanya Ron salah satu adalah pengedar sekaligus pembudidaya daun ganja. Tempat tinggal Ron berada di puncak rusun kumuh yang juga merupakan tempat tinggal Moses dkk. Wilayah rumah susun kumuh inilah yang disebut sebagai “block” dalam film ini. Setelah memperhatikan mahluk aneh tersebut dengan seksama, Ron yakin bahwa ia belum pernah melihat mahluk semacam itu. Bisa jadi ini adalah spesies baru, dan kalau itu benar tentu anak-anak berandalan ini akan mendapat uang imbalan karenanya. Setidaknya mereka pikir begitu. Untuk mengamankan bangkai mahluk tersebut, Moses meminta ijin pada bos Ron yang bernama Hi-Hatz untuk diperbolehkan menitip bangkai dalam ruangan paling aman di seluruh bangunan rusun: ruangan yang mereka sebut sebagai weed room, tempat Hi-Hatz menanam semua tanaman ganjanya. Hi-Hatz yang merupakan preman penguasa block tempat mereka tinggal setuju karena ia berencana menarik Moses menjadi anak buahnya. Tak lama kemudian, dari jendela apartemen mereka menyaksikan lebih banyak meteor berjatuhan dari langit yang sebagian besar mendarat di sekitar rusun. Menyadari bahwa mahluk yang baru mereka bunuh dengan mudah sebelumnya adalah alien, Moses dkk dengan penuh semangat memutuskan untuk melakukan pemburuan lagi di luar sana.
Moses dan teman-temannya segera kembali ke rumah masing-masing untuk mengumpulkan senjata seadanya: pedang katana, kembang api, pemukul baseball, hingga pisau, lalu segera bergegas pergi ke lokasi terdekat tempat jatuhnya salah satu meteor. Betapa terkejutnya mereka saat mengetahui bahwa apa yang mereka temukan sekarang sangat berbeda dengan apa yang mereka bunuh sebelumnya. Kalau sebelumnya makhluk asing itu tak berambut dan berukuran relatif kecil, apa yang mereka temukan sekarang adalah makhluk yang jauh lebih besar, dengan tubuh yang dipenuhi bulu hitam pekat, bercakar, serta gigi-gigi taring yang memendarkan cahaya biru. Mereka segera berlari kembali ke arah block untuk menyelamatkan diri. Para alien yang menyerupai gabungan anjing/werewolf/beruang/gorilla ini mulai bermunculan dari balik kegelapan dan dengan bringas mengejar Moses dkk. Tiba-tiba sebuah mobil polisi menghadang mereka di tengah jalan. Rupanya polisi memang sedang berpatroli mencari mereka, karena sebelumnya Sam sudah melaporkan kejadian penodongannya pada polisi. Mosespun ditangkap sementara anak-anak lain berhasil kabur. Dalam mobil ini Moses kembali bertemu dengan Sam yang sebelumnya ia todong. Sam mengidentifikasi pada polisi bahwa benar Moses adalah salah satu anak yang menodongnya. Tak lama setelah Moses dikunci di dalam mobil polisi, para alien mulai menyerang dan membunuh kedua polisi yang ada. Teman-teman Moses sangat loyal. Mereka menyaksikan penyerangan ini dari jauh dan memutuskan untuk menyelamatkan Moses. Setelah menembakkan kembang api ke arah mobil sebagai distraksi untuk para alien, mereka berhasil membajak mobil polisi dan kabur secepatnya. Situasi semakin buruk bagi Moses yang masih diborgol tangannya. Dennis yang menyetir mobil dengan panik dan ugal-ugalan akhirnya menabrak sebuah mobil di tengah jalan bawah tanah, mobil yang rupanya dikendarai oleh Hi-Hatz sendiri, preman block yang sangat mereka segani. Kini Moses dan geng kecilnya memiliki dua masalah sekaligus: makhluk-makhluk asing yang terus berdatangan, dan Hi-Hatz yang naik pitam. Atas sebuah alasan yang akan dijelaskan kemudian dalam babak ketiga film ini, para alien ini memang memburu Moses dkk. Mulai dari sini film ini akan memperlihatkan bagaimana Sam beserta geng berandalan yang dipimpin Moses harus bertahan hidup sekaligus mempertahankan block wilayah tinggal mereka dari serangan banyak sekali alien. Sungguh sial nasib para alien ini, karena mereka mendarat di lingkungan yang salah, di mana para anak mudanya akan berjuang mempertahankan wilayah dan melawan para alien.
Walaupun Moses beserta geng-nya sangat tidak simpatik pada awalnya, secara perlahan karakter mereka mulai menunjukkan lebih banyak sisi manusiawinya beserta semua masalah sosial yang mereka hadapi dalam keseharian. Attack the Block bukanlah film monster / alien invasion biasa. Tema utama film ini memang soal serangan alien, tapi film ini juga dipenuhi dengan black comedy yang sarat komentar sosial seputar permasalahan di dunia nyata, salah satunya adalah soal kemiskinan. Para berandalan ini, khususnya Moses, memiliki kehidupan dan keluarga yang kurang ideal, tinggal di rusun kumuh dengan segala keterbatasannya yang menjadikan tindakan kriminal tampak sebagai permainan bagi mereka. Moses bahkan sempat berteori bahwa mungkin pemerintah sendirilah yang telah mengirimkan alien ke lingkungan mereka, karena narkoba dan perang senjata antar geng saja tidak cukup untuk membuat komunitas minoritas seperti rusun tempat tinggal mereka saling membunuh satu sama lain. Saat Sam menyarankan mereka untuk meminta bantuan polisi saat invasi alien mulai terjadi di rusun, para berandalan ini tahu betul bahwa mereka tidak bisa mengandalkan polisi yang akan dengan mudahnya mengkriminalisasi mereka hanya karena strata sosial.
Dengan budget yang bisa dibilang cukup rendah kalau dibandingkan dengan film Hollywood, Attack the Block berhasil memaksimalkan segala keterbatasannya. Keputusan paling brilian dalam mengakali keterbatasan biaya ini salah satunya ada pada desain monster yang saya rasa sangat efektif. Dalam dua pertiga awal film, para alien berbulu hitam yang memburu Moses dan gengnya hanya diperlihatkan sebagai ide samar-samar yang bergerak dengan cepat. Apalagi dalam film ini, warna hitam bulu para alien ini memang bukan hitam biasa, tetapi hitam yang paling pekat yang pernah orang lihat. Hitam yang tidak memantulkan cahaya. Hal itu tentu membuat mahluk-mahluk ini bisa dengan mudah berkamulfase sambil mengintai, dan secara teknis bisa diproduksi relatif lebih murah dibandingkan kalau monsternya penuh dengan detail. Satu-satunya cara untuk mengidentifikasi mereka dalam gelap adalah taring-taring yang memendarkan cahaya. Tanpa perlu memperlihatkan monster yang terlalu detail, para alien di film ini tetap terasa sangat mengancam. Film ini sangat fun, menyegarkan, menghibur, dan dipenuhi dengan percakapan slang british jalanan. Sangat menyenangkan melihat aksi gerombolan remaja berandalan bersenjatakan petasan, pemukul baseball dan pisau seadanya untuk menyelamatkan dunia mereka dari serangan para alien.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com