ALBUM REVIEW: WHITECHAPEL – HYMNS IN DISSONANCE

WHITECHAPEL ‘Hymns in Dissonance’ ALBUM REVIEW

Metal Blade Records. March 7th, 2025

Deathcore

Setelah tiga album bereksplorasi, WHITECHAPEL akhirnya balik lagi jadi band deathcore seutuhnya lewat album terbaru mereka, Hymns in Dissonance, yang dirilis bulan Maret lalu via Metal Blade Records, label yang tentunya sudah setia mendukung band asal Knoxville, Tennessee, Amerika Serikat ini semenjak tahun 2007 silam.  Meskipun banyak dianak-tirikan oleh banyak fans-nya sendiri, menurut ogut, eksperimen WHITECHAPEL ke arah progressive metal dan groove metal di album ‘Kin‘ dan ‘The Valley’ bisa dibilang sangatlah berhasil, hanya ‘Mark of the Blade’ saja yang agak nanggung karena belum commit seratus persen transisi ke sound baru saat itu. Saya sendiri termasuk dalam kubu yang pro perubahan, karena menurut gua dua LP pasca ‘A New Era of Corruption’ (2010), yaitu album self-titled dan ‘Our Endless War’, dulu sudah mulai stagnan, alias perlu sedikit penyegaran biar tetap relevan, mengingat ekosistem deathcore era 2010-an emang kelewat oversaturated. Di tengah bangkitnya kembali aliran deathcore pasca meledaknya LORNA SHORE, SHADOWS OF INTENT, SIGNS OF THE SWARM, ENTERPRISE EARTH, INFANT ANNIHILATOR, dan DARKO di ranah sidestream hingga mainstream, Phil Bozeman and co. kayaknya merasa bahwa waktunya sudah tepat bagi sang pionir untuk mengambil alih kembali tahta dari para junior mereka.

Lagu pertama masih ada atmosfer kegelapan ala ‘The Valley’ dengan groove renyah, dan guitar solo yang memancarkan vibe suram, pas lah buat transisi dari ‘Kin’ kemarin. WHITECHAPEL baru benar-benar menampilkan aura jahatnya di title track “Hymns in Dissonance”, yang mengembalikan kegarangan era ‘This Is Exile’. Tingkat agresi dari lagu tersebut masih dipertahankan di dua nomor berikutnya, “Diabolic Slumber” dan “A Visceral Retch”, di mana lagu ketiga yang sempat dijadikan single perdana akhir tahun lalu, sempat bikin geger dunia maya, memang, masih banyak band deathcore yang lebih brutal di luaran sana, namun WHITECHAPEL mampu meracik materi yang enggak klise dan terdengar generik, breakdown-nya gak sekadar dibuat agar bisa viral, tapi memang dirancang sesuai konteks lagu, jadinya gak terdengar asal nyambungin, flow-nya pun dapet banget dari section ke section. Selain itu, nuansa kelam yang dibangun dari ‘The Valley’ dan Kin masih tetap dipertahankan, yang membuat lagu-lagu dalam album baru semakin intens. Karena udah kebiasaan dengan struktur tracklist tiga album sebelumnya, sempat gua kira abis interlude “Ex Infernis” bakalan ada trek cooling down lah, minimal yang menjurus death/doom-core lah, gak perlu mendadak slow-rock. Eh, ternyata band ini malah makin ngegas dalam “Hate Cult Ritual”.

Masuk track ketujuh, WHITECHAPEL belum ada tanda-tanda nginjek rem, malah mereka sedikit mampir ke wilayah grindcore dalam “The Abysmal Gospel”, dimana aransemennya mengingatkan saya pada band-band era 2000-an pertengahan hingga akhir. Barulah dalam “Bedlam” ada momen sejenak untuk bernapas, karena racikannya emang lebih menjurus ke groove metal daripada yang lain. Sedangkan dua lagu terakhir, “Mammoth God” dan “Nothing Is Coming for Any of Us”, pantaslah disebut sebagai momen 10 menit akhir paling ganas di diskografi WHITECHAPEL. Sayangnya, dari segi produksi lumayan ada penurunan drastis. Drew Fulk kayaknya kurang cocok dengan musik yang kelewat intens kayak album baru WHITECHAPEL ini. Detil komposisinya jadi gak mencuat, dan kompresinya kebangetan parah, bikin banyak bagian yang brick-walled alias sember gak ketolong. Alhasil, tak seperti ‘The Valley’ dan ‘Kin’ yang nyaman di kuping meski didengarkan berulang kali, ‘Hymns in Dissonance’ malah jadi bikin telinga cepat capek meski baru 1 lap. Di luar produksi yang agak ampas, untungnya aksi return to form WHITECHAPEL ini sangatlah sukses. Dari menit awal sampai akhir, secara nonstop menggelontorkan nomor-nomor no hold barred dengan presisi. Dan yang paling penting, sang raja deathcore dengan lantang telah mengambil alih kembali singgasana mereka, sekaligus mengajarkan pada junior mereka cara menulis komposisi deathcore yang baik dan benar, bukan sekadar ngincer viral di socmed belaka. (Peanhead)

9.1 out of 10