ALBUM REVIEW: PHRENELITH – ASHEN WOMB

PHRENELITH ‘Ashen Womb’ ALBUM REVIEW

Dark Descent/Me Saco Un Ojo. February 7th 2025

Death metal

Sudah beberapa tahun belakangan ini, scene death metal Copenhagen, Denmark lagi ngegas banget. Mulai dari sang bos besar UNDERGANG, lalu HYPERDONTIA, TAPHOS, CHAOTIAN, sampai STRYCHNOS, Kill-Town Death Fest yang sudah digelar semenjak 2010 pun menjadi layaknya surga bagi para pencinta death metal tahunnya, karena selalu mendatangkan band-band gila. Tapi, buat gue sendiri, unit favorit dari kolektif Copenhagen ini masih tetap PHRENELITH. Band bentukan gitaris UNDERGANG sekaligus pemilik label Extremely Rotten Productions pada tahun 2013 ini udah membius ogut lewat racikan death metal tanpa ampun sejak EP ‘Chimaerian Offspring’ dan debut ‘Desolate Endscape’. Sayangnya, mungkin karena kesibukan sang empunya, PHRENELITH baru bisa ngeluarin follow-up di 2021 lewat album ‘Chimaera’, yang, sayangnya, kurang dapet respon hangat dari pecinta death metal. Banyak yang ngerasa album ini kurang matang, lebih kayak versi extended EP pertama, apalagi “Chimaerian Offspring Part I”, “Gorgonhead”, dan “Kykytos” emang lagu lama yang direkam ulang. Dari sisi materi pun dianggap kurang galak, karena lebih cenderung atmosferik daripada barbar kalo dibandingin sama LP kesatu.

Meskipun ‘Chimaera’ sering dibilang kurang galak kalo dibandingkan ‘Desolate Endscape’, entah kenapa ogut  justru malah lebih kepincut sama album penuh kedua PHRENELITH itu. Mungkin karena pendekatannya lebih nuanced dan metodis, alias gak sekadar gedebak-gedebuk yang penting brutal, tapi dibalut atmosfer suram pekat yang kental dengan aura blackened death. Nah, buat album ketiga ini, PHRENELITH mencoba merekonsiliasikan intensitas dari ‘Desolate Endscape’ dengan pendekatan lebih atmosferik ala ‘Chimaera’, dan hasilnya, ‘Ashen Womb’ terdengar kayak ‘best of both worlds’, mampu memuaskan dua kubu fanbase mereka sekaligus. Tapi sayangnya, sound produksi tajam dan clarity lumayan tinggi untuk OSDM yang dulu terdengar di dua LP sebelumnya sekarang udah dibuang jauh-jauh. ‘Ashen Womb’ kedengeran kayak master tape-nya kelar mastering langsung direndem di rawa-rawa, yang bikin sound yang kotor, busuk, dan murky pol, kayak ‘Le Dernier Crépuscule’-nya CHTHE’ILIST misal.

‘Ashen Womb’ started off strong dengan 2-hit combo trek instrumental “Noemata” dan “Astral Larvae”, yang masih mengikuti haluan atmospheric death metal ala album kedua, namun dengan nuansa apokaliptik yang lebih kuat efek produksi bikin bulu roma berdiri, Selanjutnya, “A Husk Wrung Dry” mencoba mengembalikan kekejaman ala album debut, dengan bumbu gitar solo chaotic yang sukses menaikan tingkat kebiadaban trek ini. Tiga nomor berikutnya, “Lithopaedion”, “Nebulae”, dan “Stagnated Blood”, kurang lebih masih mengikuti garis besar formula dari tiga lagu pertama. Tapi PHRENELITH nggak sekadar mengandalkan gebukan kehed semata, di tengah gulungan riff, hentakan drum pemecah keheningan, dan nada-nada disonan mencekam, gitaris Simon Daniel banyak menyelipkan melodi-melodi jahat yang terasa langsung nancep ke alam bawah sadar. Paling favorit tentunya, bagian pertengahan hingga akhir “Nebulae”, yang dipenuhi yang penuh bau-bau kegelapan black metal.

Setelah interlude sejenak (layaknya gerimis sebelum badai), dua track terakhir PHRENELITH justru menjadi top 2 lagu favorit gue dari ‘Ashen Womb’, yang entah kenapa hasil rekaman drumnya terasa lebih nonjok dibanding enam lagu sebelumnya. “Chrysopoeia” berfungsi sebagai pembuka jalan yang fantastis, semacam prelude untuk nomor pamungkas sekaligus title track berdurasi hampir sepuluh menit yang luar biasa epik, dan sejauh ini langsung melesat ke daftar karya terbaik yang pernah ditulis PHRENELITH versi pribadi. Bagi fans garis keras yang berharap ‘Ashen Womb’ bakal jadi kelanjutan dari ‘Desolate Endscape’, kemungkinan besar bakal kecewa, karena album ketiga ini lebih terasa sebagai direct follow-up ‘Chimaera’, namun dengan suntikan kembali intensitas masa-masa awal. Sepertinya PHRENELITH sudah mantap memilih jalur death metal yang lebih atmosferik daripada sekadar jualan brutalitas, keputusan yang tepat sih, mengingat scene OSDM sekarang sudah kelewat oversaturated, tiap minggu pasti ada saja penyembah baru IMMOLATION, DEMIGOD, MORBID ANGEL, INCANTATION, hingga DEMILICH. Alhasil, perlu komposisi ekstra berkarakter agar bisa standout, dan menurut saya, ‘Ashen Womb’ sudah sangat sukses dalam hal itu, cuma agak kecewa aja produksinya agak kelewat rotten daripada dua album sebelumnya, yang membuat proses mencernanya agak sedikit menyulitkan, karena jadi rada membaur antara satu sama lain, khususnya enam trek pertama. (Peanhead)

9.2 out of 10