fbpx

ALBUM REVIEW: LORNA SHORE – PAIN REMAINS

LORNA SHORE ‘Pain Remains’ ALBUM REVIEW

Century Media Records. October 14th, 2022

Blackened Deathcore

LORNA SHORE berhasil melakukan hal yang tak terduga tahun 2021 lalu, mini-album ‘…And I Return to Nothingness’ berhasil meledak di pasaran, video klip “To The Hellfire” telah ditonton lebih dari 12 juta kali, dan mereka jadi satu-satunya band deathcore (bahkan extreme metal) yang pernah manggung di Lollapalooza, padahal pada tahun 2019 grup asal New Jersey, Amerika Serikat ini, sempat terkena gonjang-ganjing akibat ulah sang frontman CJ McCreery, hal tersebut tentunya memaksa LORNA SHORE langsung mendepak mantan pentolan SIGNS OF THE SWARM yang baru masuk satu tahun sebelumnya tersebut, sedangkan ‘Immortal’ yang menjadi major label debut LORNA SHORE bersama Century Media, akhirnya terpaksa dirilis saja dengan vokal McCreery oleh pihak label, karena memang sudah terlanjur kelar dicetak dan mepet udah mau terbit, tapi ya promosi-nya jadinya kurang maksimal karena terganggu drama, yang menyebabkan tur Asia pun harus dibatalkan. Untungnya LORNA SHORE lumayan cepet (dan hoki) mendapat pengganti yang lebih bagus, Will Ramos yang sebelumnya sempat memperkuat MONUMENT OF A MEMORY, langsung diangkat jadi vokalis permanen setelah terbukti performanya waktu European Tour, berita formasi baru tersebut diumumkan berbarengan dengan EP ‘…And I Return to Nothingness’ berserta single “To The Hellfire”, dan the rest is history. LORNA SHORE untuk memanfaatkan momentum gak mau nunggu berlama-lama, mereka langsung gercep masuk Random Awesome! Studio lagi bareng produser Josh Schroeder, orang dibelakang layar yang punya andil besar dalam menyempurnakan sound grup ini di album ‘Immortal dan tentunya EP ‘…And I Return to Nothingness’.

Sayangnya dalam LP keempat yang berjudul ‘Pain Remains’, LORNA SHORE bisa dibilang terlalu overindulgent, salah satu faktor mengapa EP kemaren bisa meledak dipasaran karena ya durasinya cuma 18 menit tapi intens, begitu juga dengan ‘Immortal’ yang hanya di kisaran 45 menit-an, sedangkan ‘Pain Remains’ kelewat over limit dengan runtime lebih dari satu jam, ditambah lagi dua lagu pertama dari album ini “Welcome Back, O’ Sleeping Dreamer” dan “Into the Earth” dengan aransemen dan orkestrasi super bombastis malah terdengar membosankan, cuma dar der dor tanpa substansi, dengan breakdown yang terdengar semakin generik alias kayak copy-paste. “Sun//Eater” yang menjadi lagu andalan dari album ini sebenarnya udah lebih mendingan dari dua lagu sebelumnya, namun menurut saya 3 trek pertama tersebut lebih baik dirilis terpisah jadi EP buat dilain hari, karena ‘Pain Remains’ baru keliatan taringnya pas “Cursed To Die”. Lewat “Soulless Existence”, LORNA SHORE mencoba sedikit menurunkan tempo, dengan komposisi melodius namun tetap fist-pumping (sayangnya masih disampahi blast-beat gak perlu), “Apotheosis” dan “Wrath” kurang lebih masih mengikuti format standard LORNA SHORE, namun keduanya masih lebih memorable dari dua lagu pembuka, meskipun “Apotheosis” terdengar jadi kayak “Immortal” part 2, karena punya racikan yang lumayan mirip dengan titular track dari album sebelumnya. Trilogi “Pain Remains” (“Dancing Like Flames”, “After All I’ve Done, I’ll Disappear”, “In a Sea of Fire”) yang disebut-sebut sebagai sebuah deathcore ballad/emo-deathcore memang merupakan materi paling emosional sekaligus terbaik dalam ‘Pain Remains’, hook-nya pun ngena semua, ketiga lagu tersebut sah-sah saja dibilang menjadi pencapaian terbesar dari grup yang sudah eksis dari tahun 2009 ini. Kalau dibandingkan dengan full-length ketiga mereka, “Pain Remains” agak kurang variatif, dan jelas kelewatan ambisius, seandainya tiga track  awal di cut dan dirilis jadi mini-album saja di kemudian hari, pasti “Pain Remains” bakalan lebih enjoyable dan tak melelahkan, karena 60 menit mendengarkan lagu-lagu super padat dengan produksi modern yang penuh kompresi, sudah pasti bisa bikin kuping pengang, apalagi album-nya baru mulai enak didengerin pas udah menit kedua puluh keatas. Alhasil ‘Pain Remains’ hanya jadi album penuh paling underwhelming (dibawah ekspektasi) dari tahun 2022 kemaren. (Peanhead)

6.8 out of 10