ALBUM REVIEW: LEPROUS – PITFALLS

LEPROUS ‘Pitfalls’

InsideOut Music, October 25th, 2019

Alternative rock/Electronica/Progressive-pop

Semenjak merilis debut album ‘Tall Poppy Syndrome’ (2009) LEPROUS punya etos kerja yang susah ditandingi oleh musisi/grup musik lain, dalam kurung waktu sepuluh tahun saja sudah berhasil mengantongi enam album, belum lagi jabatan ganda 4/5 personil sebagai live band IHSAHN, ditambah kesibukan Einar Solberg jadi keyboardist panggung pionir Norwegian black metal EMPEROR, dan juga Baard Kolstad yang selalu disibukan sebagai penggebuk kulit berbagai grup musik di skena extreme metal Bergen/Oslo mulai dari BORKNAGAR, SOLEFALD, GOD SEED/GAAHLS WYRD, dan RENDEZVOUS POINT. ‘Pittfalls’ lebih terasa sebagai sebuah album solo sang vokalis dibandingkan album penuh ke-6 LEPROUS, instrumental section khususnya gitar kali ini harus rela mundur jadi pemain latar, karena tatanan musik yang sembilan puluh lima persen ditulis oleh Einar Solberg lebih berbasiskan pada synthesizer berserta melodi vokal emosional distingtif miliknya, bahkan porsi pemain cello Raphael Weinroth-Browne (Cholera) dan violin Chris Braum (BENT KNEE) lebih banyak daripada sang gitaris Tor Oddmund Suhrke, yang biasa pamer kebolehan riff-riff ganjil dari gitar delapan senar, kini bermain simpel dan agak banyak nganggur. Sebenarnya tak perlu kaget mengingat pada kampanye promosi-pun mereka sudah mewanti-wanti kalau ‘Pitfalls’ bakal menjadi album LEPROUS yang berbeda dan jauh dari ekpsektasi/dugaan, sekaligus wadah katarsis bagi Einar Solberg yang menghadapi depresi dan kecemasan akut semenjak perilisan ‘Malina’ (2017) dua tahun silam.

Mengikuti jejak RADIOHEAD dengan ‘Kid A’ atau ULVER dengan ‘Perdition City’ yang mengesampingkan musik rock. LEPROUS melalui ‘Pitfalls’ lebih banyak menjelajahi ranah electronica, ambient, dan classical untuk membangun atmosfir hitam putih monokromatis kelam tapi meditative. Album ini terbagi menjadi dua bagian bagian pertama merupakan side paling experimental dari LEPROUS, ada ‘Below’ lagu pertama sekaligus lead single yang langsung menujukan perubahan lumayan signifikan dari racikan materi terdahulu, dengan tempo lambat, chorus ekslposif dan dominasi synth/string section yang lebih ketara, namun masih belum jauh-jauh amat sebenarnya dari karakter LEPROUS minus komposisi kompleks dan elemen heavy metal. Tiga lagu berikutnya merupakan track paling neyeleh dari album, dengan bassline funkish dan beat ala Disco (‘I Lost Hope’) dan trip hop (‘Be My Throne) yang di beberapa bagian sekilas jadi kayak MUSE versi new wave, juga ada ‘Observe the train’ yang bermain-main area chamber pop, lalu lagu pop rock ballad sinematis ‘Allviate’ yang merupakan lagu paling catchy. Bagian kedua dari Pitfalls punya aransemen yang lebih heavy dan walaupun masih punya konteks minimalis punya pembawaan yang lebih mirip dengan materi dalam ‘Coal’ (2013) dan ‘The Congregation’ (2015). ‘At The Bottom’ memulai chapter kedua ‘Pitfalls’ dengan nuansa synthwave kental sebelum akhirnya melepaskan roh progressive metal Einal Solsberg dkk yang sudah seperempat jam terpendam, gubahan penuh elemen electronica masih cukup terasa, tapi kali ini LEPROUS lebih terdengar layaknya PAIN OF SALVATION dari pada MASSIVE ATTACK, DEEPECHE MODE, atau JAPAN seperti lagu pada side sebelumnya, duet cellist dan violinist juga turut berperan besar dalam membangun klimaks lagu ini, ‘Distant Bell’ yang merupakan satu-satunya lagu yang ditulis pemain bass Simen Børven punya tekstur dan struktur yang kurang lebih sama dengan lagu sebelumnya namun dengan format crescendo ala postrock. Dua lagu terakhir ‘Foreigner’ dan ‘The Sky is Red’ merupakan komposisi paling straight-forward dan familiar dari album ini, keduanya mungkin adalah materi yang paling mudah dicerna para penggemar materi lama LEPROUS, apalagi bagi yang sudah hampir satu jam sabar menyimak bisa puas dengan fanservice berupa kocokan gitar djenty dan pola ketukan ganjil dalam ‘The Sky is Red’ yang berdurasi sebelas menit dan jangan lupa ‘Foreigner’ yang pendek tapi penuh semua elemen yang membuat ‘Malina’ salah satu album rock terbaik dekade ini. ‘Pitfalls’ tentunya tak akan bisa membuat semua orang puas, keberanian LEPORUS untuk beranjak dari zona nyaman merupakan resiko besar, belum lagi untuk sebuah album di era streaming, ‘Pitfalls’ bukan merupakan karya untuk mereka yang punya rentang perhatian kayak ikan mas koki, perlu kesabaran tersendiri untuk bisa menikmati album ini seutuhnya, yang walaupin minimalist tapi tak terdengar one-dimensional penuh layer dan detil yang baru bisa tersampaikan setelah beberapa kali di putar ulang. (Peanhead)

8.4 out of 10