ALBUM REVIEW: GODTHRYMM – REFLECTIONS

GODTHRYMM – REFLECTIONS ALBUM REVIEW

PROFOUND LORE RECORDS. FEBRUARY 14TH, 2020

EPIC DOOM METAL/GOTHIC DOOM METAL

Meskipun tahun 2020 banyak band doom metal mentereng yang menggelontorkan rilisan baru mulai dari SPIRIT ADRIFT, PALLBEARER, PARADISE LOST, MY DYING BRIDE, kolaborasi antara BELL WITCH dan AERIAL RUINS lewat volume pertama ‘Stygian Bough’, hingga solo album pentolan CROWBAR, Kirk Windstein ‘Dream in Motion’ dan tentu nya BORIS dengan gebrakan sludgy-crossover thrash teranyar mereka ‘No’ (yang rada bikin gedeg dan karena lagi-lagi hanya di cetak ekslusif dan terbatas, kali ini oleh label asal Jepang Blood Sucker Records). Namun saya sedikit kesulitan menemukan album doom metal yang benar-benar worthed-it di putar ulang ratusan sekalipun, sekaligus menerima gelar album doom metal terbaik tahun ini, dan setelah menimang-nimang antara ‘Stygian’ dari ‘ATRAMENTUS’ dan ‘Reflections’ nya GODTHRYMM, gelar tersebut akhirnya jatuh opsi kedua, sebagai album doom metal terbaik 2020. Dua orang di belakang GODTHRYMM bukan anak doom kemaren sore, karena vokalis sekaligus gitaris Hamish Hamilton Glencross dan drummer Shaun Taylor-Steel sebelumnya pernah bergabung bersama dua band veteran MY DYING BRIDE dan SOLSTICE (UK), secara kasat mata influence dari kedua grup tersebut memang terasa jelas dalam debut album mereka ini, namun GODTHRYMM bukan sekedar modal main copy paste template ‘The Dreadful Hours’ dan ‘New Dark Age’ belaka.

‘Reflections’ di penuhi berbagai macam komponen yang di tarik entah itu dari PARADISE LOST era ‘Gothic’, CANDLEMASS, SOLITUDE AETURNUS sampai grup masa kini macam PALLBEARER, yang semuanya di blender jadi satu, alhasil kandungan komposisi ‘Reflections’ cukup khas karena berhasil mengkombinasikan atara Epic doom metal dengan gothic doom metal dan death/doom. Sebagai sebuah album doom tentunya mayoritas durasi dipenuhi materi-materi yang bertempo lambat dengan nuansa kelam dan penuh duka, namun GODTHRYMM termasuk lumayan rajin sedikit menaikan tempo, seperti dalam lagu pertama “Monster Lurk Herein” yang dibuka dengan racikan gothic doom ala Peaceville Three kemudian pelan-pelan bertransformasi ke wilayah doom metal yang lebih bombastis ala BLACK SABBATH zaman R.J Dio (R.I.P) dan CANDLEMASS, dua lagu berikutnya “Among the Exhalted” dan “The Sea is My Grave” kurang lebih memanfaatkan rumus yang sama, di iringi pembawaan vokal Hamish Glencross yang mirip perpaduan antara Nick Holmes dengan Robert Lowe, ditambah tone lead gitar nya yang identik dengan settingan pedalboard Greg Macintosh. Selanjutnya ada “We Are The Dead” bisa dibilang menjadi satu-satu nya lagu dalam ‘Reflections’ yang paling gampang dicerna karena lebih mengandalkan chorus yang lumayan hooky.

Apabila banyak band yang terdengar seperti mulai kehilangan bensin di tengah-tengah album dan akhirnya di akomodir dengan banyak menulis filler, ‘Reflections’ masih penuh ide-ide segar dalam empat lagu terakhir, kalau empat nomor lebih di dominasi pengaruh gothic/doom metal era 90’an, “The Light of You” dan khusunya “The Grand Reclamation” lebih condong ke ranah Epic doom metal. “Cursed and The Many” yang di tunjuk jadi main event dengan runtime hampir sepuluh menit sayangnya entah kenapa agak nanggung pada menit akhir dan tak impresif nomor-nomor sebelumnya padahal build-up nya udah mayan, untungnya lagu penutup instrumental “Chasmic Sorrows” berhasil membangun lagi mood yang telah terlanjur buyar dan secara langsung menarik kembali pendengar untuk menekan tombol replay, sekaligus jadi prelude atau ancang-ancang efektif buat album berikutnya nanti. Memang ‘Reflections’ tak terlalu banyak berinovasi (masih berkutat pada sound sekolah lama) dan jauh dari kata sempurna, karakter vokal dari Hamish Glencross pun saya rasa merupakan sebuah acquired taste, namun ‘Reflections’ setidaknya telah menjadi album metal paling definitif untuk mewakili kesuraman tahun 2020. Di topang overall sound mereka yang termasuk beda daripada yang lain. (Peanhead)

9.4 out of 10