fbpx

ALBUM REVIEW: DYING WISH – FRAGMENTS OF A BITTER MEMORY

DYING WISH ‘Fragments of a Bitter Memory’ ALBUM REVIEW

SharpTone Records. October 1st, 2021

Metalcore

Ketika aliran metalcore meledak dipasaran pada awal-pertengahan 2000’an, banyak kaum purist dan elitist yang sesumbar kalau hibrida antara extreme metal/melodic death dan hardcore punk ini paling tren-nya bakalan kayak nu-metal yang umur nya cuma sesaat, prediksi tersebut tentunya meleset total, karena sampe sekarang metalcore masih laku di pasaran, tiap tahun pasti ada saja band yang namanya mencuat ke permukaan lalu popularitasnya meroket, hal tersebut tentunya disebabkan karena para pengusungnya berani berinovasi alias gak stagnan dan mampu beradaptasi, yang akhirnya melahirkan banyak subgenre mulai dari deathcore, mathcore, progressive metalcore/djent, electronicore, ampe nu metalcore yang beberapa tahun ini lagi naik namanya, disokong CODE ORANGE, VEIN.FM, LOATHE dkk. Memang sudah tiga-empat tahun terakhir dari segi penjualan memang rada menurun, namun berkat kerja keras band papan atas layaknya PARKWAY DRIVE, TRIVIUM, dan ARCHITECTS, hingga pendatang baru macam SPIRITBOX dan WHILE SHE SLEEPS, membuat genre ini masih bisa penetrasi ke pasar mainstream dan selalu mendapat slot di festival-fesival mentereng. Ditengah gempuran band-band djent-core dan nu metalcore/butt-core yang berseliweran, untungya masih ada grup model KNOCKED LOOSE, SEEYOUSPACECOWBOY, VENOM PRISON, dan MALEVOLENCE, yang menghidupkan kembali sound metalcore dekade 2000-2009, era dimana MySpace lagi berjaya, salah satu band baru yang mengusung melodic metalcore era 2000’an tersebut adalah DYING WISH, quintet asal Portland, Oregon, yang beberapa bulan lalu baru saja merilis debut album mereka, ‘Fragments of a Bitter Memory’, via SharpTone Records.

Saya baru engeh sama DYING WISH karena sang vokalis sempat diundang oleh KNOCKED LOOSE untuk kolaborasi di lagu “A Serpent’s Touch”, dimana saat itu DYING WISH baru mengantongi demo semata wayang dan split bareng SERRATION, yang masih berasa banget nuansa moshcore, Dalam debutnya Emma Boster, Pedro Carrillo, Sam Reynolds, Andrew Le, dan Jeff Yambra melanjutkan sound trek pamungkas “Autumn’s Final Sun” dari side mereka di split EP dulu, yang udah condong ke arah melodic metalcore, kental pengaruh dari KILLSWITCH ENGAGE, AS I LAY DYING (pre-‘An Ocean Between Us), UNEARTH, DARKEST HOUR, malah track “Severing the Senses” bener-bener bikin déjà-vu sama KSE saat masih dikomandani oleh Howard Jones, selain itu riffing Gothenburg-style juga banyak berserakan di hampir setiap lagu (“Now You’ll Rot”, “Cold Hearts in Bloom”, “Blood Laced Misery”), biar gak gitu-gitu aja dan klise grup ini masih mempertahankan komposisi metalcore balls-to-the-walls penampar pelipis, “Innate Thirst” dan “Enemies in Red” gak kalah brutal sama KUBILAI KHAN TX atau WALLS OF JERICHO, namun yang paling penting Emma Boster tak berlebihan dalam menggunakan clean vocal, hasilnya “Fragments of a Bitter Memory” dan “Drowning in the Silent Black” tak terdengar cringe atau cheesy, kayak kebanyakan band metalcore lain. Overall ‘Fragments of a Bitter Memory’ adalah sebuah debut full length yang lumayan oke, meskipun gak semua lagu memorable, namun setidaknya hampir 60% dari album ini saya rasa sudah berhasil stand out, tapi sayangnya sama kayak rilisan-rilsan metalcore era mid-2000, ‘Fragments of a Bitter Memory’ rada cepet ngebosenin kalau di replay berulang, variasinya masih kurang, gak kayak album-album kekinian yang materinya beragam, tapi tetap bagi mereka yang dulu sempet ngerasain era kejayaan metalcore dulu, ‘Fragments of a Bitter Memory’ adalah album pas untuk nostalgia, dan jarang juga nemu album metalcore murni full throwback tanpa embel-embel yang macem-macem. (Peanhead)

 7.0 out of 10