DREAM THEATER ‘Parasomnia’ ALBUM REVIEW
Inside Out, February 7th, 2025
Progressive metal
Peristiwa yang sudah cukup lama ditunggu-tunggu pendengar setia DREAM THEATER akhirnya terjadi juga pada akhir tahun 2023, karena Mike Portnoy balikan lagi setelah tiga belas tahun menjelajah kemana-mana, mulai dari SONS OF APOLLO, THE WINERY DOGS, ADRENALINE MOB, FLYING COLORS, hingga jadi session drummer BIGELF. ‘Terminal Velocity’ (2020), yang merupakan album solo John Petrucci, menjadi pembuka gerbang rekonsiliasi bertahap, yang dilakukan perlahan tak tergesa-gesa, tak lama kemudian dirilis lah LP ketiga ‘Liquid Tension Experiment’, side-project Mike Portnoy bersama John Petrucci, Jordan Rudess, dan Tony Levin (KING CRIMSON), yang langsung bikin desas-desus akan pulang kampungnya sang maestro ke DT makin tak berdengung, dan akhirnya menjadi kenyataan pada 25 Oktober 2023, dimana DT mengabarkan bahwa Mike Mangini telah mundur teratur, untuk mengembalikan mandat sebagai penggebuk drum kepada empunya.
Sebagai album pertama formasi Mark-IV sejak “Black Clouds & Silver Linings”, jelas antusiasme semua orang melambung tinggi, apalagi, rilisan terakhir bareng Mike Mangini terasa agak kurang faktor X, dan jujur aja, menurut ogut, output era Mark-V cukup kurang konsisten. Album ‘Parasomnia’ langsung tancap gas dengan trek instrumental gahar alias heavy ‘n groovy, “In the Arms of Morpheus”, tone-nya nonjok sangat, ngingetin sama band-band djent masa kini, meski semakin ke belakang terasa lebih melodius, lagu ini jadi bukti sahih kalau chemistry JP, MK, JM, dan JR masih belum ada dua. Lanjut ke “Night Terror”, single utama yang udah ditonton 3,5 juta kali di YouTube, dijamin bikin fans lama déjà vu banget, karena energinya dapet banget, kayak dengerin materi era ‘Metropolis Pt. 2: Scenes from a Memory’, tapi dengan sentuhan sound DT era 2000-an. Sementara itu, “A Broken Man” jadi salah satu nomor paling nampol di ‘Parasomnia’, komposisinya kompleks, penuh seluk-beluk, dengan instrumental section of epic proportions, dan belum juga sempet narik napas, DREAM THEATER langsung menghantam dengan “Dead Asleep”, yang bisa dibilang track tergelap dan paling heavy mereka sejak jaman ‘Black Clouds & Silver Linings’.
Setelah dihajar secara back to back oleh dua nomor lumayan bangke, akhirnya DREAM THEATER ngasih celah buat relaksasi otot telinga lewat “Midnight Messiah”, yang merupakan lagu paling radio-friendly di album ini secara komposisi, meskipun durasinya gak radio-friendly samsek. Lalu, biar cooling down-nya maksimal, disediakan lah sebuah interlude singkat sepanjang satu menit, yang kemudian di lanjutkan dengan obligatory power ballad, “Bend The Clock”, yang gak gua sangka sama sekali berhasil bikin mata sedikit berair dan bulu roma berdiri, karena lirik dan diksi nada nya nusuk beneran beuh. Walaupun durasi sudah menginjak 50 menit lebih, runtime kayaknya masih sisa banyak, karena eits, jangan lupa, bukan DREAM THEATER namanya kalo rilis album dibawah satu jam (dengan pengecualian dua album pertama dan ‘Distance Over Time’), dan gak nanggung-nanggung lurd, sebagai ajian pamungkas diturunkan lah “The Shadow Man Incident”, sebuah lagu kolosal dengan durasi mepet 20-menit, yang setiap menitnya selalu bikin nyengir, dengan menit-menit terakhir dipenuhi momen WTF. ‘Parasomnia’ tak hanya menjadi kandidat AOTY paling awal tahun ini, album ini juga menjadi rilisan DREAM THEATER terfavorit saya semenjak ‘Train of Thought’, semua lagunya langsung nyangkut dikepala semua, meski dengan semua keruwetan dan intrikasinya, tanpa ada satu lagu pun yang bikin gatel jari buat nge-skip, setelah satu dekade lebih, akhirnya DREAM THEATER benar-benar return to form dengan ‘Parasomnia’. (Peanhead)
10 out of 10