ALBUM REVIEW: CLOUDBURST – CLEAR BLUE SKY

CLOUDBURST ‘Clear Blue Sky’ ALBUM REVIEW

Lawless Records. April 9, 2025

Metallic Hardcore

Meskipun pada awalnya gua agak indifferent dengan CLOUDBURST, karena split EP bareng WARMOUTH maupun debut ‘Crying of Broken Beauty’, tidak terlalu ngena di telinga. Tapi, band asal Yogyakarta ini makin ke sini justru pelan-pelan menjelma jadi salah satu band lokal paling favorit versi pribadi. Pandangan gua terhadap mereka mulai berubah karena album self-titled mereka di tahun 2019 memang benar-benar beracun, lalu dilanjutkan tiga tahun kemudian dengan ‘Corridor of Chaos’, sebuah mini-album lima lagu yang super bengis, dan akhirnya langsung masuk jadi salah satu rilisan hardcore tanah air terfavorit gua sepanjang masa, dimana “Rain Bomb”, “Insane Corridor”, dan “Chaosbearer” masih rutin nongol di playlist weekdays tanpa absen. Fast forward ke tahun ini, CLOUDBURST akhirnya melepas album ketiga mereka, ‘Clear Blue Sky’, lewat kolaborasi bersama Lawless Records. Sebenarnya, single pertama “Justice Pain” sudah dirilis sejak November 2023, tapi dari rilis sengaja ogut antepin, biar nanti pas masuk ke album, daya gedornya dan shock value-nya masih maksimal.

Dalam ‘Clear Blue Sky’, CLOUDBURST masih mengandalkan formulasi metallic hardcore/mathcore yang mengambil inspirasi dari CONVERGE hingga BOTCH, yang tentunya sudah teruji dan matang semenjak LP kedua. Sayangnya, aroma melodic hardcore yang sempat muncul di ‘Corridor of Chaos’, masih belum begitu banyak digali di album ini. Yang membedakan CLOUDBURST dari kebanyakan band mathcore atau chaotic hardcore lokal lain adalah kemampuan mereka menyusun kekacauan secara presisi, liar tapi tetap terkontrol, tapi tidak terdengar terlalu overly choreographed. Band ini banyak bagian lagu diberi ruang untuk bernapas, memungkinkan intensitasnya terfermentasi di otak pendengar, faktor tersebut lah yang membuat lagu-lagu mereka terasa memorable. Empat lagu pertama misalnya: “Worst Weather on Earth”, “Justice Pain”, “964-Pinocchio”, “Failed Parachutes”, dan “Reverse Live“ berhasil menenggelamkan pendengar dalam yang diorkestrasi CLOUDBURST. Namun, mereka juga tidak melulu memborbardir dengan disonansi dan ritme bergerigi, Yogi SA acap kali menyelipkan riffing yang in your face langsung nonjok, hingga momen melodic tiba-tiba seperti di “964-Pinocchio”. Vokal Okta juga tampil penuh emosi, gak kalah sama Igon saat mengkonfrontir Bayle di Elden Ring Shadow of the Erdtree DLC.

Trek keenam hingga penutup adalah bagian andalan saya dari ’Clear Blue Sky’. “Permanent Concrete” merupakan lagu favorit saya dari album ini, riff-nya bangke beudh lah, belum lagi ada twist ke ranah melodic HC juga mampu bikin gua nyengir, dan jangan lupa breakdown akhir lagu yang bikin stank face. Dua nomor berikutnya juga tak kalah bengis, “Rainbow Serpent” memang terasa seperti lagu transitional, tapi tetap serviceable, sementara “In the Realm of Senses” jadi ada rasa-rasa PITFALL (BDG), nuansa-nuansa post-hardcore nya cukup terdengar, meskipun disesatkan kedalam koridor chaotic hardcore. Nuansa post-hc masih berlanjut di dua lagu terakhir, “Chernobyl Sunrise” yang menurut info dari sang vokalis dipengaruhi oleh SENSES FAIL, meski pada akhirnya tetap kembali ke habitat. Lalu, sebagai persembahan terakhir, CLOUDBURST menghadirkan sebuah title-track yang medok banget pengaruh space rock ala CAVE IN dan HUM, walupun dibawakan tanpa menggunakan clean vocal, durasinya pun gak maen-maen 8 menit lebih lurd!. Mixing dari Bable Sagala tentunya dijamin tokcer mampu meng-capture keganasan CLOUDBURST pas live, sementara mastering oleh Zach Weeks (DEAFHEAVEN, GATECREEPER, OLD MAN GLOOM etc), yang merupakan karyawan GodCity Studio (studio milik Kurt Ballou), membuat keseluruhan pengalaman mendengarkan album ini dijamin mantab dan optimal. ‘Clear Blue Sky’ memang belum menggeser ‘Corridor of Chaos’ sebagai rilisan terbaik CLOUDBURST versi ogut. namun album ketiga mereka jelas masih sangat konsisten karena setidaknya masih mampu menyamai level album self-titled. (Peanhead)