ALBUM REVIEW: BAD RELIGION – SUFFER

BAD RELIGION

Suffer

(Epitaph Records, 1988)

Bad Religion adalah salah satu band punk rock seminal yang aktif dan produktif sejak tahun 1980 hingga sekarang, dan juga salah satu yang influensial terhadap pletora band yang muncul sesudah mereka. Dalam rentang eksistensinya yang hampir 40 tahun grup asal Los Angeles, Kalifornia itu telah merilis 16 album yang merentang lintas generasi. Dan, ulasan yang saya tulis ini tidak membahas rilisan mereka yang terkini tapi sebuah retrospeksi akan sebuah album dalam katalog Bad Religion -yang secara subyektif menurut saya- adalah album yang monumental yaitu album ‘Suffer’. Walau mungkin bukan album terbaiknya tapi ‘Suffer’ yang dirilis 29 tahun lalu adalah album yang menjadi cetak biru akan musik Bad Religion sesudahnya. Dari beberapa sumber media yang saya telusuri, album ‘Suffer’ pun dipilih oleh editor fanzine Trust, Maximum Rock and Roll dan Flipside sebagai album terbaik pada tahun 1988. ‘Suffer’ pun mendapat pengakuan sebagai album punk yang influensial oleh media arus utama seperti Kerrang!, Spin, Rolling Stone hingga LA Weekly. Kunci dan resep utamanya adalah energi agresif hardcore punk yang diramu dengan irama yang melodik dan lirik sosiopolitikal yang brilian.

 

Resep yang diramu hingga menjadi ciri khas dalam kompleksitas tema yang dibahas lirik yang kosa katanya kerap membuat dahi mengernyit dan harus membuka kamus bahasa Inggris Oxford, seperti “..Phantasmal myriads of sane bucolic birth..” yang jelas membuat pusing saya yang lidah ibunya adalah bahasa Indonesia hingga mesti ada usaha proaktif untuk mencari tahu makna lirik-lirik lagunya. Tak akan mengulasnya lagu perlagu tapi saran yang paling masuk akal adalah untuk mendengarkannya sendiri untuk memahami bahwa Greg Graffin adalah  salah satu penulis lagu dan vokalis punk rock terbaik yang menjadi nilai utama selain dari musik Bad Religion secara keseluruhan. Dan album ‘Suffer’ menjadi penting karena apa yang mereka lakukan di album itu menjadi titik penentu arah musikal Bad Religion kedepan. Secara tematik lirik album itu mengangkat anti otoritarisme, anarkisme, budaya konsumerisme, ateisme, ketidak manusiawian manusia hingga nilai dan norma masyarakat yang mengekang. Ada sarkasme, kehidupan dan kontradiksinya dan bila mengutip Brett Gurewitz dalam sebuah wawancara, ‘Suffer’ sedikit banyak dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Fyodor Dostoyevsky yang mana penderitaan sebagai realita akan melahirkan kesadaran baru akan kenyataan yang harus dihadapi. Dengan segala ironinya, ‘Suffer’ mengangkat itu dalam balutan punk rock dan sudut pandang sosiopolitikal yang intelektual dan bernas. Yang tak kalah pentingnya juga adalah ilustrasi sampul album yang dikerjakan oleh Jerry Mahoney. Ilustrasi remaja lelaki yang tegak menantang dengan latar perumahan suburban Amerika, terbungkus terbakar dalam api yang seperti metafora akan agresi dan amarah darah muda yang terpendam terhadap kehidupan masyarakat kelas menengah Amerika yang terdomestikasi ditengah segala penderitaan yang terjadi di dunia.

BAD RELIGION “Do What You Want”

 

Saya mencoba membayangkan di akhir 1980an, ketika mungkin band punk yang bagus di Amerika menjadi tidak relevan dan gempuran glam heavy metal. Bad Religion muncul dengan album ketiganya ‘Suffer’ dengan materinya yang singkat, cepat, padat dan agresif namun dengan siratan sensibilitas pop nan melodik yang melekat di kepala. Angka penjualan albumnya mungkin tidak besar tapi apa yang dilakukan oleh Bad Religion di ‘Suffer’ bisa dibilang menjadi salah satu pondasi subgenre melodic punk atau melodic hardcore.  Sebagai warisan dari apa yang dimulai oleh Bad Religion di album ‘Suffer’ sekarang bermunculan beragam hibrida dibawah payung melodic hardcore atau melodic punk walau hanya segelintir band yang menarik dari sekian banyak yang bisa dibilang medioker. Dan, bila Anda belum sempat mendengarkannya maka ‘Suffer’ ini sangat direkomendasikan. Dan bagi saya, bila terdampar di sebuah daerah konflik dengan satu album Bad Religion dari katalog mereka maka saya akan memilih ‘Suffer’ sebagai pembakar semangat .. The masses of humanity, still clinging to their dignity. The masses of humanity will always have to suffer.

[Farid Amriansyah]