fbpx

ALBUM REVIEW: ALCEST – SPIRITUAL INSTINCT

ALCEST ‘Spiritual Instinct’
Nuclear Blast Records. October 25th, 2019
Blackgaze

Pionir Blackgaze dan salah satu band paling berpengaruh dalam lima belas tahun terakhir, ALCEST melepaskan album terbaru berjudul ‘Spiritual Instinct’ sebagai penutup paripurna satu dekade yang merupakan periode paling produktif bagi Stéphane “Neige” Paut dan Jean “Winterhalter” Deflandre, menghasilkan empat buah karya unggul berturut-turut ‘Écailles de Lune’ (2010), ‘Les Voyages de l’Âme’ (2012), ‘Shelter’ (2014) kemudian ‘Kodama’ (2016) sekaligus tur keliling dunia untuk memukau penonton disetiap panggung yang disinggahi. Bukan perkara mudah menghasilkan empat album penuh berturut-turut yang masing-masing punya warna dan karakter tersendiri namun tetap konsisten, apalagi mengingat beban legacy EP dan debut ALCEST waktu jaman masih one-man band ‘Le Secret’ (2005) & ‘Souvenirs d’un autre monde’ (2007) punya pengaruh besar mencetuskan sekaligus mempopulerkan sub-genre campur aduk antara black metal, post-rock, shoegaze dan dreampop dalam satu wadah yaitu blackgaze, mungkin kalau gak karena dua album tersebut grup semacam DEAFHEAVEN, GHOST BATH, dan VIOLET COLD gak bakalan ada atau minimal tak terdengar seperti sekarang. Sedikit kilas balik pada tahun 2014, Neige memutuskan mengikuti jejak ANATHEMA dan BARONESS untuk menyisihkan elemen metal pada album yang lebih condong ke arah indie pop/dreampop ‘Shelter’, banyak penggemar mereka langsung teriak ‘sells out’ walaupun saya bukan bagian dari kelompok sakit hati tersebut, album tersebut cukup banyak mengasingkan fans mereka yang sudah biasa dengan dualitas gelap dan terang yang biasa jadi komoditas utama ALCEST, untung nya tak perlu waktu lama untuk Neige kembali ke jalan yang benar, merangkul kembali sisi gelap-nya dengan ‘Kodama’, sebuah concept album terinspirasi konflik antra manusia, industrialisasi dan alam dari film animasi Princess Mononoke karya sutradara Hayao Miyazaki (Studio Ghibili).

Sempat dinyinyirin ketika memutuskan keluar dari rumah lama mereka Prophecy Records dan pindah ke label raksasa Nuclear Blast Records, ada sedikit ke gusaran dari para penggemar ALCEST perihal nasib band ini, mengingat Nuclear Blast punya track records buruk berurusan dengan band black metal, tapi setelah mendengarkan album terbaru ini,saya yakin para penggemar mereka boleh bernafas lega karena ‘Spiritual Instinct’ masih belum melenceng untuk jadi band jualan belaka, ‘Spiritual Instinct’ sendiri masih melanjutkan dari konsep tematik dan aspek musikal yang terdapat dalam ‘Kodama’, tapi bukan berarti mereka cuma bermain aman disini dengan hanya memakai rumus yang pasti-pasti saja, ALCEST kali ini makin menyelam lebih dalam untuk mencari nuansa yang lebih kelam dipadukan dengan komposisi paling cadas yang pernah di rancang Neige bersama Winterhalter. Lagu pertama ‘Les jardins de minuit’ seperti langsung melanjutkan ending anti klimaks album sebelumnya ‘Onyx’, tanpa perlu basa-basi dengan intro bertele-tele, lagu tersebut juga langsung menampakan dominasi elemen black metal disamping pengaruh lumayan signifikan progressive metal ala PORCUPINE TREE dan KATATONIA pasca ‘Night is The New Day’, apalagi kalau di tinjau dari gaya gebukan drum-nya, pergantian tempo dadakan dan juga struktur lagu, nuansa yang lebih ekspansif dan heavier approach tersebut terdengar kental juga dalam ‘Protection’ dengan tempo change nya yang distinctive, ‘L’île des morts’ dan title track yang rada-rada berasa kayak SOEN sedikit, tapi untuk saya sendiri lagu paling stand out justru ‘Sapphire’ dengan komposisi yang simple namun harmonisasi vokal yang susah keluar dari kepala kalau udah nyangkut.
Namun bagi mereka yang jatuh cinta dengan ALCEST karena vibe penuh melancholy dan nostalgia bakal sedikit sulit mencarinya dalam ‘Spiritual Instinct’, karena bisa dibilang album ini merupakan album paling ‘Metal’ yang pernah di hasilkan ALCEST (tanpa mempertimbangkan demo raw black metal ‘Tristesse hivernale’ dan EP ‘Les Discrets’) dengan atmosfir lebih darker , namun tentunya Neige masih tetap mempertahankan ruh dan karakter proyek yang ia bentuk semenjak umur 15 tahun ini jadi walaupun lebih agresif dan gloomy dari biasanya, ‘Spiritual Instinct’ tetap terdengar dihasilkan dari dapur ALCEST, mulai dari komposisi blackgaze yang sudah terpatenkan, tekstur gitar elegan mengawang-ngawang, melodi/harmoni vokal yang walaupun banyak orang gak ngerti bahasanya tetep bisa sing along dan permainan drum Winterhalter yang masuk semenjak ‘Écailles de Lune’ mampu menyempurnakan sound ALCEST, melalui gebukan-gebukan dan fills-nya yang nyantai tapi udah khas banget sebagai tulang punggung lagu. Sedikit disayangkan sih Neige kali kini mengambil alih lagi posisi bass saat rekaman, padahal betotan Indria Saray adalah salah satu faktor penting yang membuat ‘Kodama’ begitu nikmat, alhasil porsi low-end dalam hasil akhir tidak terlalu keluar. ‘Spiritual Instinct’ masih tetap belum bisa menggeser ‘Les Voyages de l’Âme’ apalagi ‘Souvenirs d’un autre monde’ sebagai album terbaik ALCEST (atleast menurut saya), tapi ‘Spiritual Instinct’ tetap hasil karya yang wajib untuk di masukan ke rak koleksi anda sekalian dan bisa melepas rasa penasaran kalian semua yang dari dulu sudah ngidam album ALCEST yang lebih cadas dan agresif walaupun tetep belom bisa dijadikan satu playlist bareng WATAIN dan BATHORY. (Peanhead)
8.7 out of 10