fbpx

MOVIE REVIEW: WATCHER (2022)

WATCHER
Sutradara:
Chloe Okuno
USA (2022)

Review oleh Tremor

Watcher adalah sebuah film thriller psikologis slowburn yang merupakan film debut dari penulis / sutradara Chloe Okuno. Sebelumnya Okuno hanya pernah membuat beberapa film pendek saja, salah satunya adalah segmen Storm Drain dalam antologi V/H/S/94 (2021). Namun jangan tertukar Watcher-nya Okuno dengan film lain, karena ada beberapa karya film dengan judul mirip, salah satunya adalah serial Netflix berjudul The Watcher dan film thriller The Watcher (2000) yang dibintangi oleh Keanu Reeves. Watcher yang saya tulis ulasannya ini bercerita tentang Julia, seorang perempuan Amerika yang baru pindah ke sebuah apartemen di Bucharest, ibukota Romania. Ia pindah bersama kekasihnya Francis yang baru mendapat pekerjaan di sana. Francis sendiri adalah orang Amerika, namun ia bisa berbahasa Romania dengan lancar karena ibunya adalah orang Romania. Sementara itu Julia sama sekali tidak bisa, dan lembar baru kehidupan Julia menjadi cukup sulit karenanya. Sejak mereka tiba di Bucharest, Francislah yang menerjemahkan banyak hal untuk Julia. Perasaan tidak nyaman yang Julia rasakan semakin memburuk saat ia menyadari bahwa seseorang selalu memata-matai dirinya dari balik jendela gedung apartemen di seberang. Mulai dari sini paranoia semakin meningkat. Apalagi saat tersiar berita tentang seorang pembunuh berantai setempat bernama “The Spider”, di mana mayat salah satu korban terakhirnya ditemukan di lingkungan dekat apartemen Julia. Suatu hari, Julia merasa seorang pria asing membuntutinya dari dalam gedung bioskop hingga ke supermarket. Momen ini membuatnya semakin ketakutan, karena sebelumnya ia sempat membaca sebuah wawancara dengan salah satu survivor “The Spider” di internet yang menyatakan bahwa sebelum “The Spider” menyerangnya, ia merasa ada seorang pria asing yang selalu menguntitnya. Awalnya, Francis menanggapi cerita Julia dengan cukup serius. Namun lama kelamaan, rasa takut Julia ini mulai diremehkan oleh Francis yang menganggap Julia mungkin hanya mengalami stress dan bereaksi berlebihan. Di tengah lingkungan asing di mana orang terdekatnya pun menganggap ketakutan Julia sebagai sesuatu yang tidak serius, kini ia harus melawan rasa takutnya sendiri dan mencari tahu apakah kegelisahannya itu hanya perasaannya saja atau memang benar-benar nyata.

Film Watcher mengolah gagasan tentang keterasingan, kesepian, dan isolasi. Saat Francis harus pergi bekerja di kantor barunya selama berjam-jam, Julia tak punya pilihan apapun selain menghabiskan waktunya seorang diri. Ia mencoba keluar dan menjelajahi kota dengan perbedaan bahasa sebagai kendala terbesarnya. Julia berusaha untuk mempelajari bahasa Romania, tapi tetap tidak semudah itu untuk bisa merasa nyaman di tempat barunya. Ia bahkan tidak bisa ikut merasakan kehangatan saat berkumpul dengan Francis dan rekan-rekan kerjanya yang berbahasa Romania. Ketika Julia mulai merasa khawatir dengan keselamatannya, ia tidak bisa memahami sepenuhnya berita-berita di TV tentang pembunuh berantai yang sedang berkeliaran. Julia benar-benar seperti seorang outsider, dan para penonton bisa dengan jelas merasakan bagaimana tidak nyamannya berada di posisi Julia. Rasa terasing yang sangat kuat bisa tercipta berkat keputusan bagus Okuno untuk tidak menyertakan subtitle setiap kali para karakter dalam film ini berbicara dalam bahasa Romania. Itu membantu para penonton untuk merasa sama tidak berdayanya dengan Julia. Pemilihan lokasi yang asing, kerja kamera, penggunaan skor, serta pengarahan yang sangat bagus dari Okuno juga turut berkontribusi dalam meningkatkan rasa cemas dan keterasingan Julia, yang pada akhirnya juga ikut membangun rasa paranoia begitu terasa bagi penonton.

Selain rasa takut, keterasingan dan kesepian, Watcher juga mengeksplorasi perasaan putus asa saat bagaimana permintaan pertolongan Julia tidak ditanggapi dengan serius oleh satu-satunya orang terdekatnya yang seharusnya paling bisa memahami tanpa ada halangan perbedaan bahasa. Perilaku pengabaian seperti ini biasa disebut gaslighting. Bagi yang tidak familiar dengan istilah ini, gaslighting adalah sebuah bentuk manipulasi seseorang yang, secara sadar ataupun tidak sadar, memaksa korbannya untuk mempertanyakan penilaiannya sendiri, terutama terhadap suatu perasaan atau peristiwa yang dialami. Tepat itulah yang dilakukan Francis pada kekasihnya yang jelas-jelas sedang merasa terancam. Sikapnya membuat seakan-akan Julia terlalu berlebihan soal ketakutannya. Dalam salah satu adegan, Francis bahkan sempat bercanda soal Julia dengan rekan-rekan kerjanya dalam bahasa Romania. Pada akhirnya, salah satu elemen kengerian dalam Watcher bukan lagi tentang apakah rasa takut Julia itu nyata atau tidak, ataupun tentang identitas penguntitnya. Kengerian utamanya mungkin adalah ketika orang terdekat Julia meremehkan apa yang ia rasakan. Terlepas dari nyata atau tidaknya ancaman tersebut, apapun yang Julia rasakan itu tetaplah perasaan yang valid.

Watcher juga terasa seperti sebuah penghormatan terhadap film-film misteri ala Hitchcockian, mungkin karena film ini meminjam elemen dasar dari film Rear Window (1954) buatan Alfred Hitchcock namun dalam sudut pandang yang dibalik, di mana dalam Watcher sudut pandang dan protagonisnya lah yang berada di posisi sebagai orang yang dimata-matai di luar keinginannya. Secara keseluruhan, Watcher adalah film yang bagus. Saya menyukai film ini beserta semua mood yang menyelimutinya, meskipun kisahnya cukup straightforward dengan plot yang relatif basic kalau dilihat sebagai film penguntitan biasa. Tapi sebagai sebuah film debut, sutradara Chloe Okuno sangat berhasil menerjemahkan semua ketegangan, rasa paranioa dan keterasingan ke dalam bentuk film sederhana yang sangat efektif.