MOVIE REVIEW: TRIANGLE (2009)

TRIANGLE
Sutradara:
Christopher Smith
UK (2009)

Review oleh Tremor

Triangle adalah sebuah film thriller horor psikologis yang ditulis sekaligus diarahkan oleh sutradara Inggris Christopher Smith. Ini adalah film horor ketiga buatan Smith setelah sebelumnya membuat Creep (2004) dan Severance (2006). Saya pribadi belum pernah menonton Creep karya Smith (film Creep yang dimaksud bukanlah film found-footage fenomenal karya Patrick Brice pada tahun 2014), tapi yang pasti Triangle sangat berbeda dengan Severance yang merupakan film komedi horor penuh darah. Triangle adalah sebuah film yang bisa dikategorikan sebagai film “mind-bending horror”, jenis film yang berada pada koridor yang sama dengan franchise antologi The Twilight Zone, yang seharusnya bisa menjadi sub-genre tersendiri. Dulu saat pertama kali menonton Triangle, saya sama sekali tidak tahu apa-apa tentang film ini sebelumnya. Dan sepertinya itu adalah cara terbaik untuk mendapatkan pengalaman dan sensasi menonton Triangle yang maksimal, meninggalkan banyak kesan yang akan menetap bahkan setelah filmnya berakhir. Untuk film semacam Triangle, saya rasa akan sangat sulit untuk menuliskan review-nya, terutama karena saya tidak ingin merusak pengalaman menonton Triangle bagi mereka yang ingin menontonnya. Semakin banyak yang saya tulis, akan semakin merusak pengalaman tersebut. Saya sarankan untuk mereka yang belum pernah menonton Triangle sebaiknya tidak melihat trailernya terlebih dahulu. Saya hanya bisa bilang kalau Triangle dipenuhi dengan misteri yang disusun cukup cerdas, potongan-potongan puzzle yang diacak dengan teliti, ditambah penggabungan sedikit unsur supernatural dan slasher yang menghasilkan jenis film tersendiri, dan ditutup dengan konklusi yang tak terduga, memuaskan, dan kalau kita pikirkan lebih jauh: mengerikan.

Secara garis besar, kisah dalam Triangle berfokus pada Jess, seorang ibu tunggal yang memiliki seorang anak autis. Ia memenuhi undangan untuk pergi berlayar menggunakan yatch milik kenalan barunya, Greg, beserta empat teman Greg yang lain. Rencananya ini adalah pelayaran singkat satu hari untuk sekedar bersenang-senang. Healing, kalau dalam bahasa jaman sekarang. Yatch milik Greg ini bernama Triangle. Di tengah perjalanan laut tersebut, angin berhenti berhembus secara tiba-tiba. Ini adalah fenomena yang cukup aneh bagi Greg. Ia berusaha menghubungi penjaga pantai lewat radio namun usahanya sia-sia. Kini Triangle terombang-ambing di tengah lautan lepas. Tak lama kemudian datang badai listrik yang datang secara mendadak. Triangle pun dihempas serangan ombak besar, meninggalkan Jess dan kawan-kawan terpaksa duduk di lambung kapal Triangle yang kini posisinya sudah terbalik. Di tengah keputusasaan ini, tanpa diduga datang sebuah kapal pesiar besar bernama Aeolus yang bergerak mendekati mereka setelah Jess dan kawan-kawan berteriak-teriak meminta tolong. Para survivor Triangle pun buru-buru menaiki Aeolus lewat tangga yang tersedia di dinding samping kapal. Semuanya mulai semakin ganjil. Jess dan kawan-kawan menemukan kapal Aeolus sama sekali kosong, dan tak butuh waktu lama hingga sesosok misterius manusia bertopeng mulai membunuh mereka satu persatu. Semua survivor Triangle meninggal, menyisakan Jess yang berhasil bertahan hidup dan kini harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan mencari jalan untuk melarikan diri. Dari sini, film Triangle mulai berubah menjadi sesuatu yang sama sekali tak terduga dan semakin ganjil.

Dengan judul Triangle dan sebuah kapal pesiar sebagai lokasi utama, mungkin banyak orang akan berpikir bahwa film ini adalah tentang segitiga bermuda. Namun nama lokasi tersebut sama sekali tidak pernah disebutkan di dalam film. Jadi mungkin para pembuat film ini memang ingin membiarkan penontonnya menghubungkanya sendiri meskipun belum tentu berkaitan. Segitiga bermuda atau bukan, film ini memang tidak berfokus pada lokasi terkenal itu, tetapi lebih berfokus pada Jess, semua kejadian menegangkan yang harus ia hadapi, dan bagaimana caranya agar ia bisa menyelamatkan diri dari kapal Aeolus. Triangle adalah film yang membutuhkan konsentrasi para penontonnya. Film thriller horor psikologis ini bisa sangat membingungkan para penontonnya kalau mereka tidak benar-benar menyimak setiap detailnya karena Triangle memiliki banyak lapisan, keanehan dan potongan puzzle yang sangat menyenangkan untuk kita susun di kepala. Setelah menonton film ini sebanyak tiga kali di sepanjang hidup, saya semakin menyadari bahwa Christopher Smith sudah menyebarkan banyak sekali informasi, petunjuk, dan foreshadow sejak film ini dimulai. Jadi, twist yang terjadi dalam Triangle bukanlah sesuatu yang dipaksakan karena sudah dirancang dengan matang. Apa yang membuat film ini cukup efektif adalah ketika narasi membingungkannya mulai terurai sepotong demi sepotong, secara perlahan, dan secara bergantian mengisi kekosongan potongan puzzle di kepala penonton. Setelah film ini selesai, isi kepala kita masih bisa terus disibukkan dengan penyusunan potongan-potongan puzzle tersebut demi membuat keseluruhan narasinya utuh dan dipahami. Menonton ulang film ini beberapa kali cukup membantu untuk menyempurnakan penyusunan puzzle tersebut. Saya cukup terkesima dengan bagaimana plot film Triangle ditulis, dan mulai mengapresiasi Christoper Smith sebagai penulis yang cukup teliti. Menulis plot seperti ini pastinya bukan hal yang mudah karena sangat rentan dengan plot hole. Tak heran dibutuhkan dua tahun bagi Smith untuk menulis film ini.

Bagian paling menyenangkan dalam menonton Triangle adalah menunggu ke mana plot film ini akan membawa kita. Penonton boleh terus menebak-nebak, namun bisa jadi lebih banyak tebakan yang keliru. Film ini penuh belokan dan kejutan tak terduga. Saya juga sangat suka dengan bagaimana film ini diakhiri, yang membuat ide dalam keseluruhan film Triangle sejak awal sampai akhir menjadi lebih menakutkan kalau kita bayangkan semua kejadian ini terjadi pada diri kita. Bicara soal menakutkan, saya tidak ingin menceritakannya dengan detail, namun salah satu momen terhoror favorit saya dalam Triangle adalah ketika salah satu karakter minor berusaha melarikan diri ke dek atas kapal Aeolus hanya untuk menemukan sebuah pemandangan yang sangat mengerikan bergeletakan di hadapannya. Apa yang membuat momen ini mengerikan adalah karena saya secara otomatis membayangkan: seandainya ini terjadi pada diri saya, apakah kaki ini masih bisa berdiri dan otak sanggup memproses apa yang saya lihat? Tak heran karakter minor tersebut langsung diserang rasa shock. Tanpa perlu hantu, jump-scare, dan isi perut berhamburan, momen tersebut bisa menjadi ide yang sangat menyeramkan bagaikan mimpi buruk kalau kita merenungkannya.

Sedikit trivia tentang Triangle, film ini rupanya banyak menggunakan beberapa referensi dari film The Shining (1980) sebagai penghormatan, dari mulai kamar bernomor 237, kampak, tulisan di cermin, hingga ruang dansa. Referensi lain juga mengacu pada film Spanyol berjudul Timecrimes (2007) yang mungkin setidaknya sempat menginspirasi Christopher Smith untuk menulis Triangle. Satu-satunya kritik saya terhadap film ini mungkin ada pada visual CGI selama yatch Triangle terombang-ambing di lautan lepas. Semuanya tampak sangat palsu dengan render yang murahan. Namun karena mayoritas dari film Triangle difilmkan di atas kapal Aeolus dan bukan di lautan lepas, maka persoalan pemandangan laut CGI tadi tidak sampai merusak keseluruhan film ini. Saya pikir Triangle adalah film yang bagus, cerdas, dan layak mendapat penonton yang lebih banyak. Bagi para penyuka film-film seperti seri The Twilight Zone, Memento (2000), Identity (2003), Timecrimes (2007), dan Coherence (2013) mungkin bisa menikmati Triangle.