THE SERPENT AND THE RAINBOW
Sutradara: Wes Craven
Amerika (1988)
Review oleh Tremor
Kalau mendengar nama Wes Craven, tentu saja kita akan teringat dengan karya-karya besar dalam dunia film horror seperti The Hills Have Eyes (1977), Nightmare on Elmstreet (1984), hingga seri franchise Scream (1996-2011), sebelum akhirnya ia meninggal dunia karena tumor otak pada tahun 2015. Namun sebenarnya masih banyak film (horor) bagus lainnya yang lahir dari otak sang sutradara ini, salah satunya adalah The Serpent and The Rainbow.
The Serpent and The Rainbow adalah sebuah film horror dengan tema ilmu hitam bercampur tema zombie, berlatar di Haiti, Karibia. Dari film ini saya baru mengetahui bahwa istilah voodoo (atau Haitian Vodou) adalah nama dari sebuah agama asli masyarakat Haiti. Pembuka film ini menjelaskan bahwa dalam kepercayaan voodoo, ular (serpent) adalah simbol dari bumi, dan pelangi (rainbow) adalah simbol dari surga. Diantara kedua hal tersebut, semua mahluk hidup harus hidup dan mati. Tapi karena memiliki jiwa, maka manusia bisa terjebak di tempat yang mengerikan, dimana kematian adalah permulaannya.
Apa yang terlintas dalam benak kalian saat mendengar istilah voodoo? Tentu saja boneka yang ditusuk-tusuk dengan tujuan mengirim santet pada seseorang. Namun setelah membaca lebih jauh mengenai agama ini di wikipedia, saya baru menyadari bahwa istilah voodoo yang selama ini dikenal oleh masyarakat luas sebagai praktik dukun jahat, ilmu gelap dan bersifat satanik adalah sebuah miskonsepsi besar mengenai praktik agama voodoo di Haiti. Selama ini kita tidak membedakan antara dukun haiti yang menjalankan ilmu hitam, dengan pendeta (keagamaan) voodoo. Padahal keduanya adalah sosok yang berbeda. Dan tidak ada boneka yang ditusuk-tusuk dalam film ini.
Kembali ke film, dunia industri farmasi di Amerika sedikit digemparkan dengan rumor bahwa seseorang yang bernama Christophe di Haiti, terlihat berkeliaran di kampungnya setelah beberapa tahun sebelumnya dinyatakan mati oleh dokter, dan dikuburkan. Bahkan keluarga dari Christophe mengakui mengenali “mayat berjalan” tersebut lewat tanda lahirnya. Kita sebagai penontonpun ikut melihat bagaimana Christophe benar-benar dikubur di awal film ini. Namun hanya penonton yang menyaksikan, bahwa di dalam peti matinya, saat liang kubur mulai diisi kembali dengan tanah, jasad Christophe menitikan air mata. Ia bisa merasakan dan mendengar semuanya, namun tubuhnya mati. Rumor mengatakan bahwa Christophe adalah seorang korban dari praktek ilmu hitam, atau kalau kita berpikir secara ilmiah, mungkin ada ramuan tradisional tertentu yang bisa membuat tubuh manusia untuk sementara berhenti bekerja secara total, layaknya obat bius yang bekerja dengan sangat ekstrim. Perusahaan farmasi yang tidak percaya dengan hal-hal mistis, tentu saja melihat rumor ini sebagai sebuah peluang bisnis dalam meciptakan obat bius jenis baru pada dunia medis.
Dr. Dennis Alan, seorang etnobotanis sekaligus antropologis dari Amerika, cukup berpengalaman dalam hal tersebut. Di awal film, kita diperlihatkan bagaimana Dr. Alan pergi ke suku pedalaman Amazon untuk mencari tahu mengenai ramuan tertentu. Setelah mendengar rumor mengenai apa yang terjadi di Haiti, Dr. Alan pun ditugaskan oleh perusahaan tersebut untuk pergi ke Haiti, mencari tahu kebenaran rumor tersebut, mencari Christophe si mayat hidup, sekaligus mencari sampel ramuan tradisional dukun Haiti yang dapat memberi “kematian sementara” pada manusia, kalau ramuan seperti itu memang benar-benar ada. Dengan bantuan dari dokter lokal yang pernah merawat Christophe bernama Dr. Marielle Duchamp, Dr. Alan diperkenalkan dengan seorang dukun baik yang bernama Lucien. Lucien pun memperingati Alan untuk berhati-hati pada Peytraud, seorang dukun jahat yang memiliki ilmu hitam sangat tinggi. Sampai akhirnya, singkat cerita, Dr. Marielle dan Dr. Alan berhasil menemukan Christophe sedang berkeliaran di area pekuburan di salah satu desa. Berbeda dengan film zombie pada umumnya, mayat hidup dalam film ini bukanlah mayat busuk yang agresif dan pemakan otak manusia. Zombie dalam film ini adalah zombie dalam arti paling tradisional, mereka yang bangkit dari kematian karena ilmu hitam, berperilaku seperti fisiknya masih hidup, tapi sebenarnya sudah tidak memiliki jiwa. Walaupun komunikasinya kurang lancar, Dr Alan berhasil mengorek sedikit info dari Christophe tentang apa yang menyebabkan ia meninggal beberapa tahun lalu. Jawabannya ada pada sebuah ramuan berbentuk bubuk, yang dapat masuk ke dalam darah lewat pori-pori kulit. Tugas Dr. Alan selanjutnya adalah, mencari tahu siapa pembuat bubuk tersebut dan siapa yang tega menggunakannya pada Christophe.
Masih ingat dengan sang dukun jahat bernama Peytraud yang sebelumnya sempat saya tulis? Saya benar-benar mengacungi jempol karakter ini karena perannya yang menyeramkan, termasuk juga pada mimik wajahnya. Singkat cerita, dalam pencarian ini, tak disangka Dr. Alan justru makin tenggelam dalam dunia hitam yang tak ia pahami samasekali. Ia pun harus berhadapan langsung dengan ilmu hitam Peytraud, dan ternyata kemudian berhubungan erat dengan situasi politik di Haiti yang sedang memanas. Dalam sepanjang film, berkali-kali Alan “diteror” lewat kiriman-kiriman mimpi buruk dan halusinasi yang sangat mengerikan. Sampai pada akhirnya kita sulit membedakan mana yang benar-benar terjadi, dan mana yang hanya terjadi dalam mimpi dan halusinasi Dr. Alan.
Apa yang saya suka dari film ini, (dan dari semua seri Nightmare on Elmstreet) adalah, bagaimana mimpi buruk dan halusinasi dapat sangat mengerikannya tanpa ada batasnya. Gambaran-gambaran dan kejadian-kejadian menyeramkan, menjijikan, dan sureal mungkin hanya dapat terjadi di dalam kepala kita, tapi saat isi kepala kita terus-terusan diserang dengan imaji-imaji mengerikan yang terasa nyata, tidak menutup kemungkinan bahwa kewarasan kita juga akan ikut rusak, hingga kita tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak. Tapi, saya beri spoiler ringan disini, film ini bukanlah film psikologis berat, jadi ada beberapa kejadian aneh dan mengerikan dalam film ini, ternyata memang nyata terjadi (di dalam film).
The Serpent and The Rainbow diadaptasi secara bebas dari sebuah buku non-fiksi (ya benar, non-fiksi, bukan fiksi) yang ditulis oleh seorang antropologis bernama Wade Davis dengan judul yang sama. Dalam bukunya, Wade Davis memaparkan penelitiannya mengenai praktek ilmu hitam voodoo di Haiti, dan berfokus pada kasus Clairvius Narcisse, seorang warga Haiti yang diklaim pernah meninggal dan bangkit dari kubur setelah terpapar dengan sebuah bubuk racun tradisional buatan dukun Haiti, yang memiliki kandungan halusinogen yang sangat tinggi. Bukan hanya halusinogen, bubuk tersebut juga mengandung tetrodotoxin yang cukup tinggi, yang digunakan untuk menurunkan tanda-tanda vital pada seseorang hingga tidak bisa dideteksi. Pasien akan menampakkan tanda-tanda tidak hidup, tapi secara mental masih menyadari apa yang terjadi dengan sekitarnya, namun tidak bisa berinteraksi samasekali, karena tubuhnya “mati” untuk sementara.
Kalau kalian mencari film horror bertema zombie yang agak berbeda dari film zombie kebanyakan, dan menyukai tema-tema ilmu hitam dan perdukunan yang tidak biasa, film ini tepat sekali untuk kalian nikmati.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat@yahoo.com