THE CHURCH / LA CHIESA
Sutradara: Michele Soavi
Italia (1989)
Review oleh Tremor
The Church, yang dalam bahasa aslinya berjudul La Chiesa, merupakan salah satu film horror supranatural Italia yang diproduseri salah satunya oleh raja sinema horror Italia pada masa itu, Dario Argento. Penyutradaraannya sendiri dipercayakan pada Michele Soavi, seorang sutradara muda yang pada dua tahun sebelumnya sukses lewat debutnya, sebuah film giallo berjudul StageFright / Deliria (1987). Pada awalnya The Church direncanakan menjadi film sekuel ke-tiga dari seri Demoni buatan Lamberto Bava yang juga diproduseri / ditulis oleh Argento. Tapi Soavi memiliki rencana lain. Ia bersikeras tidak ingin membuat film Demoni yang sudah terlanjur identik dengan gaya Lamberto Bava. Karena konsep dasar film The Church mengalami banyak perombakan, penulisan naskahnya pun melibatkan banyak penulis, sampai pada akhirnya Soavi menulis ulang film ini dengan visinya sendiri dengan harapan bisa membuat film horror yang berdiri sendiri dan tidak terhubung dengan seri Demoni. Ini cukup menjelaskan mengapa pada akhirnya plot The Church terasa agak berantakan dan tetap memiliki banyak elemen ala Demoni, yang akan saya bahas lebih lanjut nanti. Lebih menariknya lagi, terdapat 3 film berbeda yang dipasarkan secara salah sebagai Demoni 3, yaitu The Ogre (1988) buatan Lamberto Bava, Black Demons (1991) buatan Umberto Lenzi, dan The Church, dan tidak ada satupun dari ketiga film tersebut yang berhubungan dengan seri Demoni sebelumnya. Setelah membuat The Church, Soavi kemudian membuat film The Sect (1991), dan salah satu film zombie favorit saya, yaitu Dellamorte Dellamore / Cemetery Man (1994) yang menjadi mahakarya terakhirnya sebelum karir layar lebarnya berhenti.
Film ini dibuka dengan satu adegan pembantaian yang kejam di abad pertengahan. Mencurigai sebuah desa dihuni oleh para penyihir dan pemuja setan, sepasukan ksatria katolik perang salib membantai penduduk desa tersebut dengan brutal tanpa pandang bulu. Dari mulai orang tua, anak kecil hingga hewan-hewan ternak ikut dibantai dalam insiden berdarah ini. Atas perintah seorang pemuka agama, para tentara membuang mayat-mayat korbannya dalam satu kuburan massal. Lalu dibangunlah sebuah katedral gothic di atas kuburan massal tersebut dengan tujuan menyegel kekuatan jahat yang masih menguasai mayat-mayat yang terkubur di sana. Penonton kemudian dibawa ke masa modern akhir 80-an dan diperkenalkan dengan Evan, seorang pustakawan yang baru saja dipekerjakan oleh gereja untuk membenahi perpustakaan katedral. Di sana Evan berkenalan dan saling jatuh cinta dengan Lisa, seorang seniman yang dipekerjakan untuk memimpin proyek restorasi bangunan katedral. Dalam proses restorasi inilah Lisa menemukan sepotong naskah dengan tulisan yang tidak bisa dipahami, yang langsung dipelajari oleh Evan. Setelah berhasil memecahkan kode pada naskah tersebut, Evan yakin bahwa ada harta karun yang terkubur di dasar bangunan katedral. Saat Evan mulai menggali lebih dalam tentang rahasia katedral, bukan harta karun yang ia dapatkan. Tanpa disadari Evan justru membuka gerbang bagi kekuatan jahat yang selama ratusan tahun telah terpenjara di dasar bangunan. Secara perlahan teror supranatural mulai terjadi. Kekerasan dan halusinasi mulai merasuki mereka yang tinggal di dalam katedral satu persatu, hingga puncaknya saat suatu hari banyak pengunjung di katedral terperangkap di dalamnya. Mekanisme penguncian otomatis yang didesain untuk menahan kekuatan jahat agar tidak menyebar ke luar katedral membuat perangkap besar ini tak memberikan jalan keluar bagi mereka yang terjebak. Setelah kekuatan jahat dilepaskan dan seluruh pintu katedral terkunci rapat, film The Church menjadi semakin aneh dan gila.
The Church lumayan berhasil memancarkan nuansa horror Italia 80-an: visual menyeramkan, darah, musik scoring yang lain daripada yang lain, karakter konyol yang mengucapkan dialog-dialog picisan yang sama konyolnya, serta banyak hal tidak logis yang terasa benar. Seperti juga yang sering terjadi dalam film-film horror Italia, semakin sebuah film mencoba menjelaskan sesuatu, semakin banyak pula pertanyaan tak terjawab yang muncul. Jadi tidak perlu heran dengan logika film ini yang berantakan, karena logika adalah sesuatu yang sangat jarang bisa kita temui dalam kebanyakan film horor Italia era 80-an. Namun di luar kenyataan bahwa The Church adalah film horror Italia dimana “aneh” menjadi ciri utamanya, plot film ini terasa semakin ganjil lagi akibat naskahnya yang terus menerus ditulis ulang karena sutradara Soavi bersikeras tidak ingin membuat film Demoni. Meskipun begitu, pada akhirnya unsur Demoni tetap terasa sangat kuat, terutama dalam babak terakhirnya: sekelompok orang asing terjebak di dalam satu lokasi, lalu diporakporandakan oleh kekuatan iblis yang menular. Layaknya virus iblis, kerasukan dalam film The Church juga dapat dengan mudah menyebar bagaikan infeksi lewat luka, dan itu juga adalah ciri kuat dari dua film Demoni. Namun setidaknya Soavi berusaha membuat beberapa perbedaan dalam The Church. Salah satunya adalah dengan berusaha menyertakan back-story tentang penyebab kekuatan iblis bersemayam di dalam gedung katedral, sementara dua film Demoni tidak pernah memberikan penjelasan soal itu karena rasanya memang tidak penting juga. Pada dasarnya tujuan Soavi untuk membuat film yang berbeda dari Demoni lumayan berhasil. Setidaknya setengah film ini terasa seperti film misteri, dan setengah sisanya baru seperti film Demoni dengan penyampaian visual yang berbeda. The Church memang berbeda dan secara teknis juga lebih baik dari Demoni. Tapi kalau saya diharuskan memilih, film-film Demoni tetap jauh lebih gore, fun sekaligus memuaskan.
Tapi mari kita berhenti membandingkan The Church dengan film-film Demoni. The Church cukup menarik dengan sinematografi yang memikat, ditambah lagi dengan visual adegan-adegan halusinasi menyeramkan serta kematian brutal. Film ini juga dipenuhi oleh nama-nama besar dalam industri horror Italia pada era itu. Dario Argento selaku co-producer mengajak putrinya, Asia Argento yang pada saat itu masih berumur 15 tahun untuk memerankan salah satu karakter kunci bernama Lotte. Para penggemar horror tentu sudah tidak asing dengan nama Asia Argento, karena ia adalah salah satu ratu horror cult modern yang cukup diperhitungkan di komunitas horror, dan The Church merupakan film yang memperlihatkan kemampuan aktingnya yang paling awal. Sementara itu editing film the Church dikerjakan oleh Franco Fraticelli, editor film yang hampir selalu dipekerjakan untuk mengedit proyek-proyek Argento dari mulai The Bird with the Crystal Plumage (1970), Deep Red (1975), Suspiria (1977), Tenebrae (1982), hingga seri Demoni. Dan rasanya sangat tidak adil kalau saya tidak ikut membahas scoring film The Church yang terasa sangat horror Dario Argento. Komposer paling menonjol dalam The Church yang pertama adalah Keith Emerson personil band progressive rock asal Inggris Emerson, Lake & Palmer, yang sebelumnya pernah mengisi scoring film buatan Argento yaitu Inferno (1980). Lalu ada juga Fabio Pignatelli mantan pemain bass dari band Goblin yang pernah mengisi scoring film Suspiria (1977) dan Tenebrae (1982). Tak ketinggalan nama wajib dalam film-film Argento yaitu Goblin, band progresif asal Italia yang kerap diberi kepercayaan untuk menulis scoring dan soundtrack film-film Argento dari mulai Deep Red (1975), Suspiria (1977), hingga Phenomena (1985). Pada akhirnya The Church bukanlah film yang buruk. Setidaknya tetap ada beberapa adegan memorable dan iconic dari film ini, terutama pada adegan kematiannya. Saya rasa The Church tetap bisa dinikmati terutama bagi para penggemar misteri, alkemis, okultisme, horror supranatural dan tentu saja para peminat horror Italia, meskipun film ini juga bukanlah film terbaik dari masa keemasan horror Italia yang memang mulai mengalami kemunduran di akhir 80-an.