THE BROOD
Sutradara: David Cronenberg
Kanada (1979)
Review oleh Tremor
David Cronenberg bukanlah nama yang asing bagi penggemar horror. Ia merupakan seorang penulis/sutradara asal Kanada yang jenius dan sangat berpengaruh dalam kultur horror karena memiliki ciri khas kengeriannya sendiri. The Brood merupakan film buatan Cronenberg yang menandakan kesuksesan komersial pertamanya, sekaligus bukti perkembangan bakat dan visinya setelah sebelumnya membuat Shivers (1975) dan Rabid (1977). Ketiga film tersebut memiliki fokus yang kemudian menjadi ciri khas Cronenberg, yaitu body-horror. Body horror sendiri adalah kengerian tentang bagaimana tubuh manusia bisa berubah menjadi sesuatu yang asing dan di luar kendali. Ciri khas Cronenberg ini selalu hadir dengan konsisten dalam film-film horror buatannya hingga ke film-filmnya di periode 80-an seperti Scanners (1981), Videodrome (1983), dan The Fly (1986). Hampir semua karya horror Cronenberg juga memiliki benang merah yang mirip, yaitu soal ilmuwan gila, serta manipulasi dan konsekuensi buruknya, entah itu manipulasi medis / biologis, atau dalam contoh kasus The Brood, manipulasi psikologis. Apa yang membedakan The Brood dari film-film horror Cronenberg lainnya adalah, film ini merupakan proyek yang sangat personal. Cronenberg sendiri mengakui bahwa film ini ia buat berdasarkan pengalaman perceraiannya dengan istrinya, Margaret Hindson, yang juga menyeret putri mereka sebagai korban perselisihan. Awalnya saya pikir semua kisah perceraian sama saja. Namun saat saya membaca bagaimana pengalaman perceraian Cronenberg bisa menginspirasinya untuk membuat cerita horror, ternyata kisahnya memang tidak biasa: istri Cronenberg terlibat dalam sekelompok sekte sesat dan menculik putrinya sendiri. Kemudian David Cronenberg harus menyelamatkan putrinya dari lingkungan sekte, lalu berjuang untuk mendapatkan hak asuh dalam perceraian. Cronenberg juga menambahkan bahwa villain utama dalam film ini, Nola, memiliki banyak karakteristik yang sama dengan mantan istrinya. Jadi pada dasarnya, The Brood adalah drama perceraian semi-autobiography
The Brood berfokus pada seorang pria bernama Frank Carveth. Saat film ini dimulai, istri Frank yang bernama Nola sedang menjalani terapi psikologis di klinik bernama Somafree di bawah pengawasan pemilik klinik, Dr. Hal Raglan. Namun ini bukan terapi biasa. Dr. Hal bereksperimen dengan metode terapi psikologis mutakhir ciptaannya yang ia sebut sebagai “psychoplasmic”. Gagasan utama dari metode ini adalah mendorong para pasien untuk menyalurkan amarah terpendam mereka pada Dr. Hal, yang berperan sebagai sosok pengganti orang-orang penyebab trauma dan amarah pasien. Dengan cara itu, Dr. Hal bisa terus menggali amarah mereka hingga ke akarnya, dengan harapan para pasien bisa berdamai kemudian. Namun intensitas luapan emosional yang terpendam ini rupanya bisa bermanifestasi secara fisik pada tubuh para pasien. Wujud manifestasinya pun berbeda-beda, dari mulai munculnya ruam, bisul, memar, lipoma, bahkan tumor. Selama terapi ini, para pasien termasuk Nola, harus tinggal terisolasi di klinik Somafree. Satu-satunya anggota keluarga yang diijinkan mengunjungi Nola adalah putri semata wayangnya, Candice. Kunjungan Candice adalah bagian penting dari terapi spesial yang Nola jalani. Namun setelah Frank menemukan bekas cakaran dan memar di tubuh Candice sepulangnya dari kunjungan ke Somafree, ia menghentikan kunjungan ini. Frank yakin betul kalau Nola melakukan kekerasan terhadap anaknya dalam sesi kunjungan. Ia segera menyusun strategi untuk menceraikan Nola, memperjuangkan hak asuh Candice, dan juga berencana menuntut Dr. Hal karena ia pikir Nola menjadi semakin gila karena psychoplasmic.
Dalam perkembangan terapinya, mulai terbongkar fakta bahwa gangguan kejiwaan Nola berasal dari kekerasan yang dilakukan oleh ibunya di masa kecil Nola. Luka mental Nola rupanya sangat dalam. Yang lebih buruk lagi, metode psychoplasmic membuat semuanya semakin kacau. Kebencian Nola yang begitu mendalam itu pun bermanifestasi secara fisik di dunia nyata. Mulai dari sini, orang-orang yang Nola benci mulai terbunuh satu persatu lewat serangan-serangan brutal yang dilakukan oleh sosok misterius. Dimulai dari ibunya, ayahnya, dan siapapun yang Nola anggap telah merusak hidup dan keluarga kecilnya. Karena ini adalah film buatan David Cronenberg, tentu saja kita akan disajikan dengan banyak keganjilan. Rangkaian serangan brutal ini dilakukan oleh sosok yang secara fisik tampak seperti anak kecil dengan wajah cacat. Namun saat salah satu “anak” ini mati saat dikonfrontasi oleh Frank, dokter forensik kepolisian menemukan anomali tubuh yang lebih aneh lagi pada mayatnya: anak ini tidak memiliki pusar. Jadi bisa dipastikan kalau anak tersebut tidak pernah melewati proses kelahiran seperti manusia biasa. Semua semakin membingungkan bagi Frank, hingga suatu hari Candice hilang diculik oleh anak-anak cacat tersebut, dan Frank yakin Candice dibawa ke Somafree. Dalam proses pencarian inilah Frank harus menyaksikan kengerian yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
The Brood dan film-film body-horror buatan Cronenberg lainnya adalah contoh bagus mengapa akhir 70-an / awal 80-an merupakan periode terbaik dalam sejarah film horror, karena banyak pembuat film yang benar-benar mengeksplorasi ide-ide baru alih-alih mengulang hal yang sama. Contohnya, bagaimana masalah psikologi bisa bermanifestasi secara fisik. Kekuatan pikiran yang mampu mempengaruhi perubahan pada tubuh jelas merupakan topik yang menarik. Namun Cronenberg mengolahnya ke dalam tingkat yang menakutkan lewat ide psychoplasmic-nya. Metode psychoplasmic sebenarnya terinspirasi dari terapi sungguhan dalam dunia psikologi di dunia nyata yang bernama Gestalt Therapy. Bedanya, tidak ada pertumbuhan abnormal anggota tubuh pada pasien yang menjalani gestalt therapy. Judul film ini sendiri, The Brood, bisa diartikan sebagai “anak / keturunan”. Jadi sudah jelas kalau Cronenberg tidak berusaha merahasiakan plotnya sejak awal: anak-anak kecil pembunuh dalam film ini adalah keturunan dari sesuatu. Dengan memahami bagaimana konsep psychoplasmic bekerja sejak film ini dimulai, sudah bukan tebakan yang sulit lagi kalau anak-anak mengerikan tersebut adalah amarah Nola yang termanifestasikan secara fisik. Saya bisa sedikit membayangkan bagaimana menyeramkannya sosok anak-anak dalam The Brood bagi para penonton akhir 70-an. Tampilan mereka memang seperti anak kecil berambut pirang biasa. Tetapi saat kita melihat wajah mereka, mendengar suara-suara mereka, apalagi menyaksikan bagaimana mereka membunuh korbannya, sudah jelas bahwa anak-anak ini bukan anak manusia biasa. Sementara itu, meskipun Nola diposisikan sebagai villain utama dalam The Brood, tapi kita tetap diberi alasan mengapa ia begitu insecure dan penuh kebencian. Ia adalah korban dari siklus kekerasan yang terjadi dalam keluarganya di masa lampau, menjadikan Nola sebagai pelaku kekerasan juga saat ia sudah dewasa sambil memposisikan orang-orang di sekitarnya sebagai korban. Apapun kesalahan Nola, Cronenberg tahu betul bahwa Nola tidak sepenuhnya memegang kendali atas perilaku dirinya sendiri karena masalah mentalnya.
Klimaks dalam film The Brood juga adalah salah satu “big moment” horror sepanjang masa. Dalam adegan ini para penonton akhirnya diperlihatkan kenyataan mengerikan dan tak terbayangkan tentang sejauh mana psychoplasmic mempengaruhi tubuh Nola, dan bagaimana proses Nola “melahirkan” amarah-amarahnya. Tak hanya special effect tradisional body-horror-nya saja yang mengerikan di sini, tetapi juga bagaimana Nola berperilaku dalam momen ini. Memang film ini agak lambat, namun pace-nya sangat sempurna dalam mempersiapkan kita menuju adegan klimaksnya. Bagi saya pribadi, The Brood merupakan salah satu karya terbaik dan solid dari Cronenberg selain The Fly. The Brood juga adalah film yang masuk daftar wajib-tonton bagi siapapun yang memiliki minat serius pada genre horror.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com