MOVIE REVIEW: TERROR TRAIN (1980)

TERROR TRAIN
Sutradara: Roger Spottiswoode

Kanada (1980)

Review oleh Tremor

Terror Train adalah sebuah film slasher yang lahir pada awal era keemasan genre slasher, dan merupakan debut dari sutradara Kanada bernama Roger Spottiswoode. Walaupun merupakan debut berbajet rendah, ada beberapa nama besar yang membantu produksinya. Pertama adalah sang “Scream Queen” Jamie Lee Curtis. Tahun 1980 adalah tahun yang sibuk bagi Curtis. Sejak kesuksesannya memerankan babysitter yang berhasil bertahan dari ancaman Michael Myers di film Halloween (1979), ia kemudian bermain dalam film The Fog (1980) serta film slasher berjudul Prom Night (1980). Jadi, selain dirilis di awal era keemasan genre slasher, Terror Train juga dibuat dalam masa kejayaan karir Jamie Lee Curtis, dan jelas merupakan salah satu film yang ikut membantu Curtis mendapat gelar “Scream Queen”-nya dalam dunia film horror di kemudian hari. Nama besar lain yang menjadi daya pikat Terror Train adalah ilusionis legendaris David Copperfield yang berperan sebagai pesulap dalam film ini. Terror Train dibuat saat karir David Copperfield mulai menanjak, dan ini adalah satu-satunya film yang pernah melibatkan David Copperfield sebagai salah satu pemerannya. Sinematografi Terror Train juga dikerjakan oleh seorang legenda dalam perfilman. Ia adalah John Alcott, seorang sinematografer asal Inggris yang cukup terkenal setelah beberapa kali berkolaborasi dengan Stanley Kubrick dalam film 2001: A Space Odyssey (1968), A Clockwork Orange (1971) dan The Shining (1980).

Zaman keemasan subgenre slasher sendiri dimulai ketika film berbajet murah Halloween (1978) garapan John Carpenter membuat gebrakannya dalam industri horror Amerika. Namun setelah Halloween, sebenarnya tidak terlalu banyak film slasher yang dirilis. Trend genre slasher belum benar-benar dimulai. Di sepanjang tahun 1979 saja, hanya sedikit film slasher yang beredar, diantaranya The Driller Killer, Tourist Trap, dan When a Stranger Calls. Film yang paling berpengaruh dalam mendorong genre slasher benar-benar menjadi trend besar-besaran di Amerika mungkin adalah Friday The 13th (1980) di mana nyonya Voorhees membantai satu persatu anak muda di Crystal Lake. Setelah itu, para sineas Amerika mulai berlomba-lomba membuat film slashernya sendiri dengan formula yang diambil dari Friday The 13th: kelompok anak muda dengan stereotip yang berbeda-beda, final girl, adegan bersembunyi dan kejar-kejaran, balas dendam, pembunuh bertopeng, darah, penggunaan senjata selain senjata api, dan yang terpenting adalah body count atau banyaknya korban yang dibunuh dalam satu film. Gelombang besar film slasher pasca Friday The 13th sebenarnya hanya mencoba memodifikasi formula-formula dari Friday the 13th dengan harapan akan menjadi besar. Trend ini tidak berlangsung lama, karena pada pertengahan 80-an para pembuat film slasher mulai kehabisan ide, dan para penonton horror pun mulai jenuh dengan genre ini sebelum akhirnya genre slasher bangkit kembali di era 90-an berkat film Scream (1996). Film Terror Train sendiri dirilis 5 bulan setelah Friday The 13th, saat para sineas Amerika lainnya baru mulai mencoba untuk membuat film slashernya sendiri. Jadi bisa dibilang, Terror Train adalah salah satu film slasher yang terlupakan walaupun ia termasuk dalam gelombang awal dari trend slasher.

Film Terror Train dibuka dengan perayaan malam tahun baru sekelompok mahasiswa. Seperti pada umumnya tipikal anak muda dalam film slasher, tentu ada di antara mereka yang kutu buku dan ada anak-anak yang lebih populer. Kutu buku malang bernama Kenny menjadi korban prank yang memang kelewat batas pada malam itu. Ia dipermalukan sekaligus dibuat ketakutan. Semua pelaku prank tertawa, kecuali Alana yang memang terlibat namun ikut terkejut saat melihat betapa jahatnya prank yang dilakukan oleh teman-temannya. Tiga tahun berlalu dan anak-anak muda ini sudah menjadi senior di sekolahnya. Merekapun mengadakan sebuah pesta untuk bersenang-senang sebelum saling berpisah setelah kelulusan nanti sambil menikmati malam tahun baru. Ini bukan pesta kelulusan dan tahun baru biasa, karena pesta ini diadakan di dalam sebuah perjalanan kereta yang mereka pesan secara khusus. Konsep pesta ini adalah pesta kostum, di mana puluhan remaja akan menggunakan kostum serta topeng yang berbeda-beda selama pesta berlangsung. Di dalam kereta, mereka sudah menyiapkan dekorasi, alat pesta, mini bar, live band, serta seorang pesulap sebagai atraksi pesta. Tentu mereka akan bersenang-senang sepanjang malam tanpa gangguan dari siapapun, karena hanya ada mereka dan para pekerja kereta saja selama pesta semalam suntuk. Kereta pesta ini akan terus berjalan mengikuti rute-rute rel kereta api hingga waktunya pesta selesai di stasiun pemberhentian terakhir.

Tanpa anak-anak muda ini sadari, mereka sedang diawasi oleh bayang-bayang misterius sejak di stasiun keberangkatan. Sebelum kereta akhirnya benar-benar berangkat, sosok tersebut membunuh satu anak muda dan mengambil topeng serta kostumnya. Ia pun kemudian masuk ke dalam kereta dan bergabung ke dalam pesta dengan kostum penyamarannya. Selama pesta berlangsung di dalam beberapa gerbong yang berbeda, sang pembunuh bertopeng mulai menghabisi satu persatu anak muda. Kondektur kereta yang bernama Carne lah yang pertama kali menemukan mayat di dalam kamar mandi yang terkunci. Ia dan para anak buahnya memutuskan untuk merahasiakan hal tersebut karena tidak ingin membuat kepanikan. Tetapi sebelum kereta berhasil mencapai stasiun terdekat, Carne kembali menemukan mayat lainnya, dan kali ini disaksikan oleh beberapa anak. Tentu saja kabar segera tersiar. Seisi kereta mulai panik ketakutan setelah menyadari bahwa seorang maniak bertopeng telah berbaur di dalam pesta kostum mereka.

Salah satu unsur yang membuat film slasher banyak digemari adalah kesederhanaannya. Kebanyakan film slasher tidak menuntut para penontonnya untuk berpikir keras untuk menikmati setiap momennya. Itu membuat film-film slasher sangat cocok ditonton saat kita hanya ingin duduk bersama teman-teman, melihat bagaimana sekelompok anak muda dibantai oleh seorang maniak, tanpa perlu begitu peduli memikirkan masuk akal atau tidaknya sebuah plot. Terror Train adalah film semacam itu. Sejak awal film ini bahkan tidak menutup-nutupi siapa pembunuhnya, karena ini bukan film giallo atau misteri kriminal yang mendorong penontonnya untuk menerka-nerka siapa pelaku pembunuhan. Kita semua (kecuali para karakter di dalam film) tahu siapa pembunuhnya. Tentu saja itu adalah Kenny yang pernah dipermalukan dan ingin membalaskan dendamnya. Intinya memang bukan soal “siapa yang melakukan”, tetapi soal “bagaimana pembalasan dendam dilakukan.” Tapi, bukan berarti film ini kehilangan unsur misterinya hanya karena penonton tahu siapa pembunuhnya, karena Kenny selalu berganti topeng dalam setiap aksinya, kita tidak pernah tahu penyamaran apa lagi yang akan ia gunakan dalam aksi berikutnya. Jadi dalam hal ini, selimut misteri tetap terasa bagi para karakter di dalam film, maupun bagi para penonton.

Kisah seorang maniak yang ingin membalas dendam atas tragedi di masa lalu memang bukanlah ide yang orisinil. Sama seperti kebanyakan film slasher lain setelahnya, Terror Train adalah film yang tidak mencoba untuk memiliki premis yang berbeda dari para pendahulunya. Namun ada beberapa unsur yang membuat Terror Train menjadi lebih menonjol dibandingkan film-film slasher lainnya, yaitu pemilihan set lokasinya (kereta api yang berjalan) serta cara cerdik si pembunuhnya dalam memata-matai para calon korbannya. Kereta api jelas merupakan lokasi yang menakutkan sekaligus brilian untuk sebuah film slasher, karena akan sulit bagi siapapun untuk melarikan diri dari kereta yang sedang berjalan. Lorong-lorong dalam gerbong kereta yang klaustrofobik ini juga merupakan tempat yang ideal untuk menciptakan ketegangan, dan saya rasa film ini cukup berhasil dalam hal itu. Selain itu, ide soal pesta kostum juga merupakan ide jenius lainnya untuk diterapkan dalam sebuah film slasher. Dalam Terror Train, sang pembunuh menggunakan kostum korbannya dan berbaur dengan kerumunan, sehingga bahkan para penonton pun tidak tahu kostum apa lagi yang kini ia kenakan. Saya menyukai ide tersebut.

Sayangnya, sebagai film slasher, Terror Train tidak memiliki adegan sadis sama sekali. Semua adegan kekerasan dan pembunuhannya terjadi off-screen, dan para penonton hanya bisa membayangkan proses pembunuhannya. Cara membunuh dalam Terror Train juga tidak sekreatif film-film slasher yang lahir setelahnya. Saya pribadi bisa memaklumi hal ini karena Terror Train adalah film slasher generasi awal. Para penonton Terror Train di akhir tahun 1980 belum memiliki terlalu banyak referensi film pembanding dalam hal kreativitas pembunuhan. Gebrakan kreativitas dalam membunuh mungkin baru dimulai di puncak kejayaan genre slasher tahun 1981 yang didominasi oleh film-film slasher legendaris lainnya seperti The Burning, Friday the 13th Part 2, The Funhouse, Happy Birthday to Me, My Bloody Valentine, hingga The Prowler. Jadi Terror Train, sebagai film slasher generasi awal, lebih mengandalkan adegan-adegan menegangkan sebagai sensasinya, bukan adegan gore dan isi perut yang terburai secara berlebihan. Bagi para penonton modern, tentu saja ketidakhadiran adegan gore dan kurang kreatifnya adegan pembunuhan dalam film slasher bisa dibilang merupakan kekurangan besar.

Terror Train jelas merupakan highlight yang terlupakan dari genre slasher di tahun 1980. Para penggemar berat genre slasher 80-an tentu akan menikmati film ini. Selama kalian tidak memusingkan logika, kalian akan menemukan banyak momen fun di dalamnya. Adegan kejar-kejarannya cukup menegangkan, dan ditutup dengan pengungkapan double-twist yang memuaskan. Poin plus bagi kalian yang menggemari dunia sulap, khususnya sosok David Copperfield, karena kalian bisa ikut menonton pertunjukan khusus dari Copperfield di tengah-tengah film ini. Trik sulap yang ia lakukan dalam Terror Train mungkin bisa dibilang ketinggalan jaman di mata penonton modern, tetapi tahun 1980 adalah masa di mana tidak banyak pesulap seperti David Copperfield. Tentu saja para penonton era tersebut akan sangat terhibur. Saya tidak tahu mengapa Terror Train menjadi satu-satunya film di mana David Copperfield mencoba bermain film, padahal kelihatannya dia cukup berbakat dalam seni peran. Namun Terror Train mungkin bukanlah jenis film yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Para penonton horror umum dan modern mungkin akan menganggap film ini sebagai film generik murahan biasa. Terror Train bukanlah masterpiece dari era awal trend genre slasher 80-an, tetapi kalau kalian ingin menonton film horror ringan yang tidak membutuhkan proses berpikir yang rumit, dan hanya ingin bersenang-senang, tentu saja film ini pantas untuk dimasukkan ke dalam daftar calon tontonan, terutama kalau kalian adalah penggemar film slasher.

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com