MOVIE REVIEW: PATHOLOGY (2008)

PATHOLOGY
Sutradara: Marc Schölermann
USA (2008)

Review oleh Tremor

Pathology adalah sebuah film thriller psikologis dengan bumbu horror, debut dari Marc Schölermann yang sebelumnya lebih banyak menyutradarai video musik. Film ini dibuat berdasarkan naskah yang ditulis oleh duo Mark Neveldine dan Brian Taylor yang pernah menulis dan menyutradarai film action Crank (2006). Premis film Pathology mencoba untuk membayangkan bagaimana seandainya dunia kedokteran patologi forensik memiliki  sisi gelap dalam versi yang paling tidak bermoral. Bagi yang tidak familiar, patologi forensik adalah cabang ilmu medis yang bekerja untuk menentukan penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan jenazah lewat autopsi.

Ted Grey adalah seorang dokter muda yang baru saja mengambil residensi kedokteran patologi forensik di sebuah sekolah kedokteran papan atas. Ted terbukti merupakan dokter yang sangat berbakat dalam ilmu forensik. Ia berhasil menganalisa penyebab kematian dari cadaver-cadaver (mayat yang diawetkan untuk keperluan pendidikan dan studi kedokteran) dalam kelas-kelas prakteknya dengan tepat di saat mahasiswa residen lain membuat analisa yang keliru, dan Ted pun segera menjadi anak kesayangan dari dosennya. Sebagai anak baru, Ted juga mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari sekelompok dokter residen perundung yang menyebalkan. Kelompok bully ini dipimpin oleh dokter Jake Gallo yang karismatik sekaligus manipulatif, yang kemudian menjebak Ted untuk mau tidak mau berpartisipasi dalam permainan rahasia mereka. Dalam permainan rahasia ini, setiap peserta permainan harus bergiliran melakukan pembunuhan sesempurna dan serapih mungkin yang tidak terlacak, sementara yang lain harus bisa memecahkan teka-teki tentang bagaimana pembunuhannya dilakukan bermodalkan pengetahuan forensik yang mereka miliki. Awalnya Ted tidak memiliki pilihan lain karena jebakan dari Gallo membuat karirnya dipertaruhkan. Namun secara perlahan ia pun mulai terbawa semakin dalam dalam permainan ini yang terus mendorongnya ke ambang batas moral dan etika.

Sebagai sebuah film thriller/horror, tidak ada hal menakutkan dalam Pathology. Tiga perempat film ini lebih banyak bekerja dalam tingkatan horor psikologis dibandingkan horror berdarah-darah. Namun para penonton yang tidak tahan melihat darah dan adegan autopsi sebaiknya menjauhi film ini karena Pathology menampilkan adegan-adegan proses autopsi dengan cukup dekat, dari mulai membedah mayat, memotong tulang rusuk, membuka tempurung kepala, hingga mengeluarkan organ dalam manusia. Dalam hal ini, special effect Pathology patut diapresiasi karena semua proses ini terlihat cukup realistis. Tim kreatif film ini memang menggunakan organ dalam sungguhan, meskipun bukan organ dalam manusia melainkan babi dan sapi, ditambah juga dengan properti prostetik yang sama sekali tidak terlihat palsu. Meskipun ada adegan-adegan autopsi, namun Pathology tidak bisa dibilang sebagai film gore karena sebagian besar pembunuhan tidak melibatkan kesadisan berlebih, dan umumnya memang tidak diperlihatkan di layar. Semua keputusan ini cukup masuk akal mengingat premisnya di mana para karakternya harus membunuh dengan rapih tanpa jejak, dan yang lainnya harus menebak bagaimana pembunuhannya dilakukan.

Pada dasarnya, saya suka dengan konsep plot dasar Pathology. Namun sayangnya premis yang menarik ini dieksekusi dengan buruk dan memiliki banyak sekali kelemahan yang cukup menganggu saya, meskipun produksinya bisa dibilang serius. Kelemahan yang paling terasa adalah ada begitu banyak plot hole dan ketidaklogisan dalam plotnya. Saya bahkan tidak ada energi untuk membahas setiap plot hole nya yang sama sekali tidak logis. Sebagai sebuah film medical thriller dan bukan film fantasi apalagi supranatural, saya sedikit berharap film semacam ini memiliki dasar logika yang cukup kuat dan dapat dipercaya. Namun saya bisa mengabaikan semua plot holenya karena ada yang lebih buruk dari itu, yaitu penulisan para karakternya. Saya paham, Pathology mencoba memperlihatkan skenario tentang para dokter psikopat yang jahat. Namun rasanya penggambaran mereka dalam film ini terlalu berlebihan dan menjadikannya tidak realistis. Sejak film ini dimulai, semua anggota kelompok dokter Gallo sudah digambarkan sebagai “anak berandalan” yang tidak bermoral. Mereka tidak hanya membunuh dengan dingin untuk sebuah permainan kompetitif rahasia mereka, tetapi juga melakukan hampir semua jenis perilaku terlarang yang dapat dibayangkan, yang sebenarnya sama sekali tidak relevan dan tidak perlu, dari mulai perundungan, arogansi dan machoisme berlebihan, penggunaan narkoba, hingga perilaku seksualitas yang digambarkan sangat berlebihan. Penulis Mark Neveldine dan Brian Taylor seakan kurang percaya diri dengan penggambaran sekelompok dokter yang “hanya” membunuh secara diam-diam saja. Mereka berusaha terlalu keras untuk membuktikan kalau para karakter ciptaannya adalah orang-orang jahat. Karenanya, banyak adegan yang sebenarnya tidak diperlukan di dalam film ini, dari mulai sex scene serampangan yang tidak perlu, adegan mempermainkan mayat cadaver di kelas praktek di bahkan depan dosennya sendiri (dan anehnya tidak ada yg melakukan apapun atas itu), hingga adegan di mana dokter Gallo membuat onar di sebuah pesta karena cemburu (dan semua orang termasuk para dosen melihatnya dengan biasa saja). Semua perilaku terang-terangan para anak buah dokter Gallo ini hanya membuat mereka tampak seperti sekedar “anak bandel sekolahan” yang arogan dan beperilaku seenaknya di setiap kesempatan, membuat film Pathology bagaikan teen movie murahan yang dipenuhi karakter bully dalam versi mahasiswa kedokteran dengan tingkat kenakalan yang lebih dari umumnya. Menurut saya justru akan lebih menarik kalau para dokter muda ini digambarkan sebagai dokter baik-baik yang berprestasi dan berperilaku baik dalam kesehariannya. Dengan cara itu, aktifitas rahasia mereka akan terasa jauh lebih mengerikan, dan memberi efek tidak akan ada seorangpun yang percaya kalau ternyata mereka bisa melakukan hal-hal kejam layaknya karakter Patrick Bateman dalam film American Psycho (2000). Karakter utama Ted Grey juga tak kalah tidak-realistis-nya. Sejak awal, karakternya digambarkan terlalu sempurna, lengkap dengan bahasa tubuh “cool guy”-nya. Rasanya cukup sulit membayangkan ada karakter seperti ini dalam kehidupan nyata. Karakter seperti Ted Grey dan teman-teman barunya hanya ada dalam dunia sinetron. Penggambaran karakter Ted Grey membuatnya seperti tidak memiliki kepribadian, terlalu monoton dan membosankan. Ini cukup fatal karena Ted Grey adalah karakter utama dalam Pathology. Bahkan setelah dokter Gallo berhasil membangkitkan sisi gelap Ted Grey pun, karakternya tetap saja terasa tidak masuk akal. Secara keseluruhan, memang tidak ada satupun karakter yang saya suka dalam film ini, membuat saya tidak peduli sama sekali atas apa yang akan terjadi pada mereka.

Semua plot hole dan ketidakrealistisan film ini membuat premis Pathology yang sebenarnya menarik menjadi sedikit konyol dan lebay dalam perjalanannya karena film ini menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membuktikan bahwa para karakter gerombolan Jake Gallo sangat tidak bermoral dalam segala hal. Untungnya Pathology ditutup dengan ending yang cukup memuaskan. Mungkin ending film ini adalah satu-satunya hal yang saya suka dari Pathology, ditambah lagi dengan bonus kejutan yang menyenangkan bagi saya pribadi, yaitu munculnya Keith Morris vokalis salah satu band favorit saya Circle Jerks yang berperan sebagai salah satu korban pembunuhan. Meskipun kemunculannya hanya beberapa detik saja, namun sudah cukup untuk membuat saya sedikit tersenyum. Setelah ending yang memuaskan, film ini kemudian ditutup dengan lagu “Parade of the Horribles”-nya Circle Jerks yang mungkin menjadi satu-satunya faktor mengapa saya bisa memaafkan Pathology meskipun saya tidak akan pernah menontonnya lagi di masa depan. Tapi semua ini hanyalah pendapat pribadi saya saja, karena mungkin Pathology yang diproduksi dengan cukup serius ini tetap bisa menjadi hiburan ringan untuk malam minggu yang santai bagi mereka yang tertarik dengan dunia forensic science dan crime scene investigation.