MOLOCH
Sutradara: Nico van den Brink
Belanda (2022)
Review oleh Tremor
Moloch adalah sebuah film debut yang cukup mengesankan dari sutradara muda asal Belanda, Nico van den Brink. Film bergenre folk horror supranatural yang cukup solid ini ia tulis bersama dengan Daan Bakker. Terminologi “folk horror” sendiri tidak mudah untuk dideskripsikan. Tapi secara umum folk horor adalah subgenre fiksi horor yang menggunakan unsur cerita rakyat / folktales sebagai sumber kengeriannya. Seringnya, cerita rakyat ini berkaitan erat dengan kepercayaan spiritual tertentu. Eksplorasi folk horror bisa soal ritual agama kuno paganisme, ataupun cerita rakyat tentang keberadaan penyihir meskipun tidak semua film bertema witchcraft adalah film folk horror. Karenanya, folk horor seringkali berkaitan dengan unsur kultus penyembahan dan ritual pada dewa-dewa tertentu. Elemen yang paling sering digunakan adalah lokasi terpencil dan terisolasi di mana masyarakatnya masih memegang teguh tradisi kepercayaan lokal secara turun temurun. Contohnya mungkin sudah bisa ditebak, yaitu film-film seperti The Wicker Man (1973), Apostle (2018), Hereditary (2018), hingga Midsommar (2019).
Beatrik adalah seorang single parent. Ia tinggal di sebuah rumah mungil di tepi rawa pedesaan Belanda bersama putrinya dan kedua orang tuanya. Suatu hari, ditemukan mumi terkubur di rawa yang berjarak sangat dekat dari rumah Beatrik. Penemuan ini menarik perhatian satu tim arkeolog untuk menggali dan mempelajari mumi itu lebih dalam. Istilah akademik dari mumi yang ditemukan di lokasi seperti ini adalah “bog people”, yaitu mayat yang termumifikasi secara alami karena unsur-unsur alami dalam rawa mampu membantu proses pengawetan mayat. Suatu malam, tiba-tiba seorang pria dari tim arkeolog masuk ke dalam rumah Beatrik dan mencoba menyerang keluarga Beatrik. Tidak ada yang bisa menjelaskan perilaku ganjil pria tersebut. Insiden ini membuat Beatrik berkenalan dan menjadi cukup dekat dengan kepala tim arkeolog bernama Jonas. Karena kedekatan mereka, akhirnya Beatrik bercerita bahwa keluarganya dan masyarakat setempat percaya kalau keluarga Beatrik seperti dikutuk secara turun temurun. Tentu saja Jonas tidak percaya. Namun keganjilan-keganjilan semakin sering terjadi, membuat Beatrik dan Jonas mulai mencari tahu lebih dalam seputar mumi yang ditemukan di rawa dan apa kaitannya dengan keluarga Beatrik.
Mungkin plot yang saya tulis terdengar sederhana, tetapi sebenarnya Moloch memiliki banyak lapisan drama dan misteri. Meskipun Moloch berjalan cukup lambat, tapi saya tidak merasa mengantuk menontonnya karena film ini berhasil membangun misteri dan teror secara bertahap di sepanjang alur lambatnya. Penonton diajak untuk terus mengikuti Beatrik membongkar satu persatu lapisan rahasia gelap yang tersembunyi di desa kecil tersebut, dan setiap kali ia menemukan petunjuk baru, semakin kita dibuat penasaran. Saya cukup suka dengan pace lambat film ini, karena Nico van den Brink benar-benar memaksimalkan waktunya untuk membangun mood dan atmosfer menakutkan sejak awal. Lewat alur yang lambat ini ia juga mengembangkan beberapa karakter serta drama dalam kehidupan mereka, membuat kita benar-benar peduli pada keselamatan mereka, terutama sekali pada Beatrik.
Sebagai sebuah film horor, Moloch memiliki semua yang penonton horor harapkan. Atmosfer mengerikan, misteri gelap, sedikit darah, hingga entitas supranatural. Karena Moloch adalah film folk horor, maka kita juga akan diperkenalkan dengan mitologi dewa kuno serta cerita rakyat yang berkaitan dengannya. Moloch adalah nama dari satu entitas dewa pagan yang ritual dari timur tengah yang penyembahannya mengacu pada praktek pengorbanan anak. Namun para korban dalam film ini bukanlah anak-anak kecil, melainkan orang dewasa. Saya sangat mengapresiasi penulisan kisah ini karena pada akhirnya penonton bisa menyadari apa yang Moloch minta dan seperti apa bentuk pengorbanan anak yang dimaksud. Yang awalnya kita pikir pengorbanan yang dimaksud adalah pengorbanan fisik secara harafiah, ternyata salah besar. Moloch sendiri tidak pernah diperlihatkan dalam film ini, dan sepertinya hal tersebut memang diperlukan karena fokus film ini ada pada para penyembahnya. Selain entitas Moloch, film ini juga berpusat pada cerita rakyat yang dipercaya oleh penduduk desa tempat Beatrik tinggal, yaitu legenda tentang Feike, seorang perempuan di masa lalu yang dituduh sebagai penyihir dan hampir dibakar massa. Jiwanya selamat berkat perjanjiannya dengan Moloch, yang seperti kita tahu selalu ada harga yang harus dibayar dalam perjanjian dengan dewa semacam ini, sebuah kutukan yang masih berjalan hingga hari ini. Legenda Feike menjadi bagian penting dari kehidupan desa tersebut. Para penduduk desa bahkan memiliki hari perayaannya sendiri untuk menghormati Feike. Saya sangat suka dengan bagaimana Nico van den Brink menjelaskan legenda Feike lewat dua adegan yang berjalan secara pararel. Ketika salah satu arkeolog membacakan artikel yang ia dapat di internet soal legenda Feike pada Jonas, secara bersamaan kita diperlihatkan bagaimana putri Betriek dan teman-teman sekolahnya sedang melakukan pentas drama reka ulang tentang apa yang terjadi pada Feike dalam legendanya. Ini adalah cara penyampaian folktale yang brilian, karena kita tahu bahwa cerita rakyat biasa didistribusikan secara lisan, dan Nico van den Brink mampu menyampaikan dengan sempurna ke dalam sinema.
Saya juga sangat suka dengan twist dan ending film ini yang sangat kuat dan suram. Bukan hanya sekedar twist yang mengada-ngada untuk menakut-nakuti semata, tetapi juga melengkapi keseluruhan cerita dan sangat menjelaskan semuanya, menjadikannya penutup yang sempurna. Sayang sekali, mungkin karena keterbatasan durasi, Nico van den Brink tidak banyak mengeksplorasi tentang ritual dan kultus para penyembah Moloch dalam film ini, dan apa hubungan mereka dengan rawa di depan rumah Beatrik. Atau mungkin juga ia menyimpannya untuk film lain yang khusus berfokus pada backstory kultus penyembah Moloch. Bagaimanapun, Moloch adalah film horor yang sangat memuaskan, jauh lebih baik dari yang saya kira sebelumnya. Apalagi ini adalah sebuah karya debut, membuat saya akan selalu menunggu karya-karya Nico van den Brink berikutnya.