MANIAC
Sutradara: William Lustig
USA (1980)
Review oleh Tremor
Maniac adalah salah satu film splatter exploitation serial killer yang cukup kontroversial di awal 80-an. Film ini merupakan debut sekaligus masterpiece dari sutradara William Lustig. Sejauh ini hanya ada dua film penting buatan Lustig setelah Maniac, yaitu Vigilante (1982) dan sebuah film slasher yang jauh lebih ringan dan menghibur dibanding Maniac, berjudul Maniac Cop (1988). Saat pertama kali dirilis, Maniac banyak diserang oleh publik karena unsur kekerasannya, membuat film ini akhirnya dilarang tayang di banyak negara. Berkat kecerdasan Tom Savini sang raja gore special effect, adegan-adegan pembunuhan dalam film ini memang cukup mengerikan dan tampak realistis pada jamannya. Namun bukan hanya nama Lustig dan Savini saja yang perlu dikenang dari Maniac, karena otak sebenarnya dalam proyek film ini adalah Joe Spinell, seorang aktor yang pernah ikut berperan dalam film-film seperti The Godfather, Rocky I dan II, hingga Taxi Driver. Dalam Maniac, Spinell bekerja sebagai co-writer, co-producer, sekaligus aktor utamanya. Sayangnya Maniac dirilis pada tahun yang sama dengan Friday the 13th dan Prom Night, dimana keduanya lebih mendapatkan perhatian dan antusias dari para penggemar horror dunia yang pada saat itu memang sedang keranjingan film slasher setelah film Halloween (1978). Umumnya, walaupun film-film slasher sama-sama brutal, tetapi film slasher masih memiliki sisi-sisi hiburannya. Itulah yang membedakan Maniac dari trend film slasher, karena Maniac memiliki cerita yang sangat gelap dan sama sekali tidak menghibur.
Film Maniac menceritakan kisah tentang Frank Zito, seorang psikopat gila, penyendiri, misoginis, sekaligus pembunuh berantai yang menderita skizofrenia. Selama kira-kira 30 menit pertama di film ini, kita akan mengikuti Frank menguntiti para perempuan tak bersalah pada sudut-sudut malam di kota New York. Saat Zito melihat adanya kesempatan, ia kemudian membunuh mereka dengan brutal, lalu menguliti kulit kepala beserta rambut para korbannya. Kemudian Zito pulang dan memaku kulit kepala beserta rambut-rambut tersebut pada koleksi manekin yang ada dalam kamarnya, sambil berbincang-bincang dengan mereka. Sejauh ini, penonton mungkin akan berpikir kalau film ini tidak memiliki plot sama sekali dan hanya berisi mindless violence serta shocking value semata. Namun, tepat ketika penonton merasa bahwa Frank Zito hanyalah karakter pembunuh generik yang tak berguna, film ini mulai melambatkan intensitasnya, dan cerita film ini mulai sedikit lebih menarik untuk disimak. Suatu hari Frank berteman dengan seorang fotografer perempuan bernama Anna, dan penontonpun mulai diperlihatkan sedikit sisi manusiawi dari Zito. Rupanya ia sangat mampu bertingkah laku normal dalam kehidupan sosialnya. Sedikit demi sedikit masa kecil traumatis Zito pun mulai terkuak. Namun perilaku normalnya tidak berlangsung lama karena hasratnya untuk membunuh memang tidak bisa ia bendung.
Frank Zito adalah tipikal pembunuh berantai yang memiliki mommy issues, seperti sosok Norman Bates dalam film Psycho (1960), dan juga Ed Gein dalam kehidupan nyata. Namun apa yang membedakan Zito dengan Bates serta Gein adalah, Zito juga memiliki latar belakang trauma abandonment issues akibat perilaku ibunya yang sering meninggalkannya saat ia masih kecil, dan juga menghukumnya dengan cara yang kasar. Jadi, sudah sejak lama ia melihat dunia dengan kacamata yang penuh ketakutan, kebencian dan kegilaan. Saat Zito dewasa, ia melampiaskan semua kecemasannya pada para korbannya. Karakter seperti Frank Zito adalah karakter yang jauh lebih menakutkan daripada karakter jahat dalam kebanyakan film horor, karena walaupun Zito merupakan karakter fiktif, tetapi orang-orang seperti Zito benar-benar ada di dunia nyata. Ia bukan sosok seperti Jason Voorhees atau Michael Myers yang bisa bangkit kembali walaupun sudah ditembak bahkan dibakar. Karakter Frank Zito memang menggambarkan karakteristik dari banyak sekali pembunuh berantai asli di dunia nyata. Kalau kalian membaca profil-profil pembunuh berantai di dunia nyata, banyak dari mereka pernah mengalami kekerasan psikis, mental atau bahkan seksual dari ibu mereka di usia yang masih sangat muda.
Mungkin Maniac adalah salah satu film horror tentang penguntit terbaik selain The New York Ripper (1982) buatan Lucio Fulci dan Henry: Portrait of a Serial Killer (1986), yang keduanya jelas banyak berhutang budi pada Maniac. Mengapa ketiga film ini bisa dibilang mengerikan adalah karena film-film ini berfokus pada bagaimana seorang pembunuh psikopat bisa bergerak secara leluasa di dalam kota yang sibuk. Orang-orang seperti Zito bisa saja duduk di sebelah kita di dalam angkutan umum, berjalan melewati kita di jalan raya, atau bahkan membuat akun tinder, dan kita tidak akan pernah mengetahuinya.
Perpaduan sinematografi dan musik latar film ini berhasil menjaga atmosfer mencekam serta rasa realisme yang menakutkan sejak awal hingga film ini berakhir. Cara kamera menyorot adegan demi adegan jelas merupakan salah satu kekuatan terbesar Maniac. Ia tidak tampak mewah atau artistik, tetapi justu kebalikannya: nyata, gelap, suram dan penuh dengan mood yang tidak menyenangkan. Beberapa adegan menyeramkan dari film ini bukan hanya pada saat Frank membunuh korbannya, tetapi juga saat ia menguntit. Salah satunya adalah adegan di mana Frank menguntit seorang perawat muda yang hendak pulang. Adegan ini terasa sangat intens sejak perawat tersebut meninggalkan rumah sakit sampai ke stasiun kereta bawah tanah. Lalu ada adegan dimana salah satu korban Frank yang bernama Rita sedang berada di apartemennya seorang diri. Saat Rita mandi, kita tahu betul kalau Frank ada di sana menunggu waktu yang tepat, dan suasana ini sangat mencekam bagi para penonton. Kedua adegan tersebut sudah sangat kuat tanpa perlu adanya adegan pembunuhan, dan ini adalah contoh klasik tentang bagaimana sebuah karya film bisa menciptakan suasana ketegangan yang luar biasa hanya lewat sinematografi dan musik. Satu lagi daya tarik film ini, terutama bagi para pecinta horror 80an, adalah karya fenomenal dari raja gore spesial effect Tom Savini. Hampir semua efek gore buatan Savini dalam film ini tampak sangat realistis, dan tentu saja sama sekali tidak direkomendasikan bagi mereka yang tak tahan melihat adegan sadis. Bagi yang belum pernah mendengar namanya, Tom Savini adalah orang yang bertanggung jawab atas semua penerapan special effect dan makeup tradisional kepala pecah, rahang lepas, isi perut terburai, parang menancap di kepala, zombie dan lain sebagainya dalam banyak sekali film horor 80-an. Karyanya bisa dilihat dalam film-film seperti Martin (1978), Friday The 13th (1980), The Prowler (1981), Creepshow (1982) hingga semua tubuh manusia yang terkoyak beserta semua makeup zombie dalam Dawn of the Dead (1978) dan Day of the Dead (1985). Dalam Maniac, Tom Savini juga ikut berperan sebagai salah satu korban Frank Zito, dan adegan saat ia dibunuh, adalah adegan yang kemudian menjadi legendaris bagi komunitas pecinta horror hingga hari ini.
Pada tahun 2012, Maniac mendapat kesempatan untuk dibuat versi remake-nya, disutradarai oleh Franck Khalfoun, dengan naskah yang ditulis oleh Alexandre Aja (sutradara High Tension (2003), The Hills Have Eyes (2006) dll). Dalam versi remake-nya, karakter Frank Zito diperankan oleh Elijah Wood, yang sayangnya, selalu mengingatkan saya pada karakter Frodo dari seri The Lord Of The Rings. Di luar soal Frodo, saya rasa remake Maniac memang bukanlah proyek yang bisa dibilang berhasil, tapi mungkin soal itu akan saya bahas di lain waktu. Maniac 1980 mungkin bukan film yang memiliki plot terbaik, dan saya tidak akan menganggap film ini sebagai film horor terbaik sepanjang masa. Tapi kalau kita bisa memaafkan beberapa plot hole dan dialog yang cheesy (sesuai jamannya), saya pikir Maniac adalah film yang sangat bagus dalam hal menciptakan suasana mencekam. Maniac jelas masuk ke dalam daftar film yang wajib ditonton oleh pecinta horror. Film ini sangat intens, brutal, serta memiliki suasana yang bisa membuat penontonnya merasa tidak nyaman, dan untuk ukuran film horror, hal tersebut tentu bisa dianggap sebagai keberhasilan. Sayangnya, trailer film ini terlalu panjang dan menampilkan terlalu banyak adegan-adegan kunci di dalam film. Jadi saya pribadi tidak menyarankan kalian untuk melihat trailernya sebelum menonton filmnya.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com