INFLUENCER
Sutradara: Kurtis David Harder
USA (2022)
Review oleh Tremor
Ketergantungan manusia pada internet, media sosial dan platform streaming telah membuka teritori baru bagi para penulis film horor dan thriller untuk mengeksplorasi ragam ketakutan dan ketegangan yang belum pernah ada sebelumnya, yang kemudian menghasilkan film-film seperti Megan is Missing (2011), Unfriended (2014), Cam (2018), The Cleansing Hour (2019), Superhost (2021), Deadstream (2022), hingga beberapa episode serial Black Mirror. Dilihat dari judulnya, cukup jelas kalau Influencer merupakan film yang juga menggunakan era sosial media sebagai bagian dari plotnya. Meskipun dipasarkan sebagai film horor, namun saya pribadi lebih suka menyebut Influencer sebagai sebuah film thriller psikologis yang gelap. Sebenarnya Influencer adalah film yang cukup menantang untuk ditulis reviewnya, karena menurut saya film ini akan bisa lebih diapresiasi kalau ditonton secara buta, tanpa ekspektasi apapun, seperti yang saya lakukan ketika menontonnya. Sesedikit mungkin yang kita tahu tentang film ini, semakin baik. Saya sendiri baru melihat trailer-nya setelah selesai menonton Influencer. Influencer sendiri merupakan karya indie dari sutradara Kurtis David Harder asal Kanada yang memulai karir sebagai sutradara video musik dan iklan komersial. Sebagai seorang pembuat film, Kurtis cukup produktif. Sejak debutnya yang ia buat saat masih berusia 18 tahun berjudul Cody Fitz (2011), Kurtis telah memproduseri 15 film fitur dan menyutradarai 4 film.
Untuk menghindari spoiler dan merusak pengalaman menonton bagi mereka yang belum menonton Influencer, saya akan menulis plot dan review film ini sesingkat mungkin. Seorang influencer Amerika bernama Madison tinggal di sebuah resort mewah dalam liburannya di Thailand. Di media sosial, kehidupan Madison tampak sempurna. Namun di balik semua senyum dan optimisme kepribadian online-nya, Madison adalah seseorang yang kesepian dan hidupnya tampak hampa. Apalagi Madison ada di Thailand seorang diri secara terpaksa karena kekasihnya, Ryan, mendadak mengurungkan niat untuk pergi bersamanya. Dalam kesendirian dan keterasingannya, Madison berkenalan dengan seorang perempuan Amerika lain bernama CW yang telah lebih dulu menetap di Thailand. CW pun mengajak Madison pergi ke beberapa tempat tersembunyi yang indah dan eksotis di Thailand, mencicipi kuliner setempat, hingga berpesta. Sialnya, seseorang membobol resort tempat Madison tinggal dan mencuri semua uang tunai dan passportnya. Kini ia terpaksa tertahan di Thailand selama dua minggu ke depan sambil menunggu passport barunya diterbitkan oleh kantor kedutaan di Bangkok. CW pun berusaha menghibur Madison dan mengajaknya pergi ke tempat-tempat yang lebih jauh sambil menunggu passportnya selesai. Madison dan CW akhirnya membangun persahabatan dengan cepat. Dalam perjalanan ini, CW membawa Madison pergi camping di sebuah pulau kosong yang cantik dan tidak terjangkau jaringan seluler. Di sana mereka menikmati kesunyian malam di depan api unggun dan Madison mulai merasakan kegembiraan saat ia terputus dengan jaringan internet. Ketika durasi film ini memasuki menit ke-26, barulah credit judul film Influencer muncul, menandakan berakhirnya babak pertama dan memperlihatkan pergeseran perspektif dan mood yang sempurna menjelang semua kekacauan yang akan terjadi kemudian.
Premis seorang perempuan muda bepergian sendirian ke negara asing yang memiliki bahasa dan budaya yang berbeda tentu akan dengan mudah masuk dalam perangkap stereotip plot film horor “vacations gone wrong” yang klise. Untungnya penulis naskah Influencer, Tesh Guttikonda dan Kurtis David Harder, tidak membawa film ini ke arah genre klise survival horror, slasher atau torture porn seperti yang dilakukan oleh film-film semacam Hostel (2005) dan Turistas (2006). Sebaliknya, film Influencer tetap mengandalkan permainan plot dan premis yang menarik dan original, yang membuat penonton menunggu-nunggu apa yang akan terjadi berikutnya meskipun film ini tidak memiliki plot twist. Selain itu, film Influencer juga beberapa kali mengubah sudut pandang dan fokus dari yang awalnya penonton mengikuti Madison, CW, kemudian seorang influencer Amerika lain bernama Jessica, hingga kekasih Madison yang narsistik dan menyebalkan bernama Ryan. Selain premis yang original, kekuatan film Influencer juga ada pada aktor utama film ini, yaitu Cassandra Naud yang memerankan CW dengan cukup meyakinkan. Karakter CW sendiri merupakan karakter protagonis sekaligus antagonis yang lumayan kompleks dan aktris Naud melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Apa yang saya suka dari penulisan karakter CW adalah karakter ini bisa membuat penonton merasa khawatir dan peduli dengan nasibnya walaupun ia adalah seorang villain.
Film Influencer sepertinya tidak bertujuan untuk menyampaikan kritik tentang kehidupan para influencer dan travel vlogger negara dunia pertama yang bermewah-mewah di negara dunia ketiga. Namun film ini memberi gambaran tentang kepalsuan dan kehampaan kepribadian online seorang influencer, tanpa mengolok-ngolok pekerjaan mereka. Film ini juga memperlihatkan bagaimana tidak ada follower yang akan peduli dengan kehidupan seorang influencer yang sebenarnya, dan bahkan sebegitu mudahnya seorang influencer bisa terlupakan dalam jejaring sosial yang dipenuhi orang yang saling terasing. Sayangnya, walaupun Influencer banyak mengandalkan plot, tetapi sebagian besar kelemahan film ini justru ada pada penulisannya. Ada banyak plot hole dan kejanggalan dalam penulisan Influencer sejak film dimulai, yang kebanyakan merupakan titik plot penting. Plot hole yang paling mengganggu bagi saya adalah yang berkaitan dengan kejadian pembobolan kamar Madison. Influencer juga ditutup dengan ending yang tidak realistis dan terlalu dipaksakan. Semua plot hole dan kejanggalan yang ada di sepanjang plot film ini membuat ide mengerikan film Influencer terasa sangat tidak mungkin bisa terjadi di dunia nyata, meskipun pada kenyataannya seorang turis yang bepergian seorang diri memang cukup rentan dan bisa saja menghilang begitu saja di negara asing. Hal lain yang saya keluhkan dari Influencer juga ada pada scoring film yang terasa sangat mengganggu dan didramatisir secara berlebihan dalam setiap adegan-adegan menegangkan, layaknya scoring sinetron murahan. Namun di luar semua plot hole dan scoringnya, Influencer tetaplah sebuah film thriller psikologis yang cukup menghibur.