MOVIE REVIEW: HELLBOUND: HELLRAISER II (1988)

HELLBOUND: HELLRAISER II
Sutradara: Tony Randel

UK (1988)

Review oleh Tremor

Hellbound: Hellraiser II (yang akan saya sebut sebagai Hellbound saja di sepanjang review ini) adalah film ke-dua dalam franchise Hellraiser, disutradarai oleh Tony Randel yang juga pernah ikut terlibat dalam proyek film Hellraiser pertama (1987) sebagai editor. Clive Barker (penulis, kreator sekaligus sutradara film pertama Hellraiser) kini berperan sebagai executive produser yang tentu saja ikut memandu Randel, dan pengaruh Barker masih terasa sangat kuat di sini. Hellbound berlatarkan sama dengan film pertamanya, melibatkan sebagian besar pemeran yang sama dan visi Barker yang sama, membuat Hellraiser 1987 (yang pernah saya tulis review nya di sini) dan Hellbound terasa bagaikan satu film fitur yang terbagi ke dalam dua segmen. Hellbound sebenarnya memiliki anggaran yang lebih besar daripada film pendahulunya. Sayangnya itu tidak menjadikannya lebih baik dibanding Hellraiser 1987. Tapi toh film ini tetap merupakan sebuah sekuel klasik Hellraiser yang perlu diperhitungkan.

Peristiwa dalam film Hellbound dimulai tepat setelah film pertama Hellraiser disudahi. Setelah berhasil bertahan hidup dari peristiwa penuh horror di film sebelumnya, protagonis kita, Kirsty, terbangun di sebuah rumah sakit jiwa dalam kondisi trauma dan ketakutan. Kenangan mengerikan tentang apa yang terjadi pada ayahnya, ibu tirinya yang jahat (Julia), pamannya Frank, ditambah pertemuannya dengan para Cenobite, masih segar di dalam kepala. Walaupun Kirsty sebenarnya tidak kehilangan kewarasan, tapi polisi tidak bisa menerima kisah yang dituturkan Kirsty. Ia dianggap gila karena memberikan kesaksian soal iblis dan dimensi lain dalam investigasi polisi. Kirsty pun dirujuk untuk ditangani langsung oleh kepala rumah sakit jiwa, Dr Channard yang dibantu oleh seorang asisten muda bernama Kyle. Polisi kemudian menerima laporan bahwa ditemukan sebuah kasur penuh darah dan rantai di TKP (rumah ayahnya Kirsty), kasur tempat Julia meninggal dengan mengenaskan dan dibawa oleh para Cenobite. Kirsty memperingatkan polisi bahwa kasur tersebut harus dimusnahkan agar Julia tidak bisa kembali dengan cara yang sama seperti paman Frank kembali di film Hellraiser pertama. Tapi lagi-lagi, tak seorangpun menanggapi Kirsty dengan serius.

Di rumah sakit jiwa tersebut, Kirsty bertemu seorang anak gadis yang sedang bermain puzzle box. Kyle menjelaskan bahwa gadis tersebut tidak pernah berbicara, dan apa yang ia kerjakan selama dirawat di sana hanyalah memecahkan berbagai puzzle dan teka-teki. Dr. Channard memberinya nama Tiffany, dan tidak ada yang tahu apa yang pernah terjadi pada dirinya. Suatu malam, Kirsty mengalami sebuah penglihatan di kamarnya dalam rumah sakit jiwa. Seseorang tanpa kulit (yang ia pikir adalah ayahnya) tergeletak di ujung ruangan dan menuliskan kalimat di dinding dengan menggunakan darah. Tulisan tersebut meminta Kirsty untuk menyelamatkan jiwanya yang terjebak di neraka. Kirsty menceritakan hal tersebut pada Kyle, satu-satunya orang yang cukup perhatian pada Kirsty. Saat Kyle hendak berkonsultasi pada Dr. Channard soal cerita tersebut, Kyle sempat menguping pembicaraan Channard dengan polisi yang intinya adalah meminta kasur penuh darah Julia. Ia mulai mencurigai Dr. Channard. Suatu malam, Kyle diam-diam menyelinap ke dalam rumah Dr. Channard dan masuk ke ruang kerjanya. Di sana ia menemukan banyak benda-benda yang aneh dan mencurigakan: kasur Julia yang penuh darah dan rantai, potongan-potongan koran yang berhubungan dengan sekte tertentu, 3 buah lament box (puzzle box antik khas Hellraiser yang bisa membuka portal neraka), dan gambar-gambar yang berhubungan dengan lament box tersebut. Rupanya sudah sejak lama Dr. Channard terobsesi dengan okultisme seputar lament box, cenobites dan pintu neraka. Obsesi gelapnya adalah melihat neraka secara langsung. Saat itulah tiba-tiba Dr. Channard memasuki ruangan sambil membawa salah satu pasiennya yang delusional dan paranoid. Kyle segera bersembunyi di balik gorden. Dalam delusinya, pasien ini merasa tubuhnya dipenuhi dengan belatung dan banyak bagian kulitnya yang terluka karena ia berusaha mengusir belatung tersebut dengan jari-jarinya. Berkat cerita Kirsty, kini Dr. Channard  tahu bahwa apa yang ia butuhkan untuk membangkitkan korban cenobite kembali dari neraka adalah darah segar. Dr. Channard membimbing pasien tersebut berbaring di atas kasur, dan memberinya sebilah silet. Pasien malang ini pun mulai menyayat-nyayat tubuhnya sendiri, percaya bahwa ini bisa menghilangkan semua belatung di tubuhnya. Darah segar mulai mengalir menggenangi kasur. Benar saja, Julia kembali dengan cara dan wujud yang sama dengan Frank dalam film pertama Hellraiser lalu segera menghisap habis darah serta jiwa sang pasien yang malang. Kyle yang ketakutan segera melarikan diri dan menemui Kirsty di RSJ. Setelah mengakui bahwa ia kini percaya pada cerita Kirsty sambil menceritakan apa yang baru saja ia saksikan dalam ruang kerja Channard, mereka berdua segera bergegas kembali ke rumah Channard untuk mencoba memusnahkan semuanya. Tapi tentu saja mereka terlambat.

Sama seperti apa yang Julia pernah lakukan untuk Frank di film terdahulunya, Dr. Channard juga membawa banyak pasiennya ke rumah untuk dihisap oleh Julia, hingga akhirnya bentuk fisik Julia kembali menjadi manusia normal. Atas bantuan Channard ini, Julia sepakat akan balik membantunya menunjukkan jalan kalau Channard berhasil membuka pintu neraka nanti. Tour guide personal dalam neraka. Setelah merasa siap, akhirnya Dr. Channard membawa pasien yang sudah ia persiapkan sejak lama, Tiffany, untuk memecahkan teka-teki Lament Box. Dan tentu saja Tiffany berhasil. Terbukalah pintu menuju neraka, dan para Cenobite kembali hadir di muka bumi untuk menjemput siapapun yang mengundang mereka. Tapi pemimpin mereka, Pinhead, tahu bahwa bukan tangan-tangan Tiffany lah yang mengundang mereka, melainkan hasrat gelap Channard. Apa yang membedakan Hellbound dari film Hellraiser sebelumnya pun dimulai di sini. Setelah pintu antar dimensi terbuka, Channard, Julia, Kirsty, serta Tiffany memasuki alam neraka yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Masing-masing dari mereka memiliki motifnya tersendiri. Channard dengan obsesinya, Julia yang memiliki agenda terselubung, Kirsty yang ingin menyelamatkan ayahnya dari neraka, serta Tiffany yang kebingungan setelah memecahkan teka-teki konfigurasi Lament Box. Neraka dalam Hellraiser adalah sebuah labirin penderitaan yang tak berujung, dan akan membawa setiap orang menemui nerakanya masing-masing. Itu adalah penjelasan dari Pinhead, bahwa Kirsty tidak akan pernah menemukan ayahnya karena ia berada di dalam nerakanya sendiri. Tapi para cenobite tetap membiarkan Kirsty untuk mengeksplorasi neraka.

Dr. Channard yang dibimbing oleh Julia akhirnya berhasil melewati lorong-lorong labirin menuju neraka terdaram dan melihat langsung apa yang selama ini ingin ketahui. Julia membawanya pada Leviathan, sang penguasa neraka; Lord of the Labyrinth, yang mengambang tepat di pusat labirin. Secara fisik, Leviathan hanyalah berupa entitas berbentuk obelisk raksasa, bukan monster, iblis atau setan seperti para cenobite. Namun Leviathan adalah tuan sekaligus pencipta dari semua cenobite. Jadi kalau dalam film Hellraiser pertama, penonton berpikir bahwa cenobite adalah penguasa neraka, maka Hellbound membuka kenyataan bahwa para cenobite hanyalah budak-budak Leviathan belaka. Agenda gelap Julia terbongkar dalam momen ini. Ia tidak pernah benar-benar berniat “membantu” Dr.Channard. Ia hanya ingin membuat “tuhan”-nya senang, karena Leviathan membutuhkan jiwa-jiwa baru untuk dijadikan cenobites, dan kini Julia membawa satu jiwa yang memiliki obsesi jahat di dalamnya. Dr. Channard dijebak dan diserahkan pada Leviathan. Setelah melewati proses yang sangat menyakitkan, Channard terlahir kembali menjadi satu sosok cenobite baru yang jauh lebih kuat dibandingkan kelompok Pinhead, dengan desain karakter yang luar biasa menarik: Sang Dokter.

Hellbound sebenarnya adalah sebuah langkah mundur dari film pertamanya, tetapi masih merupakan film yang sangat menyenangkan untuk ditonton. Secara visual, film ini cukup fantastis, terutama saat kita memasuki dunia nerakanya. Visi Clive Barker tentang neraka sangat membekas bagi saya. Alam neraka di sini sama sekali berbeda dengan apa yang kita semua bayangkan. Neraka ditampilkan sebagai tempat masif yang suram, tanpa jalan keluar, dan sangat sepi. Tidak ada orang lain di sana. Dikombinasikan dengan aura dan tone warna yang memperkuat suasana “dunia lain” yang sama sekali asing, neraka Hellraiser benar-benar terasa janggal dan mengancam. Tanpa perlu adanya lidah api, pasukan setan menyeramkan, sungai darah/nanah dan lembah-lembah penyiksaan, neraka ini tetap terasa sebagai tempat yang mengerikan layaknya mimpi buruk abadi. Dalam labirin raksasa tak berujung inilah terdapat banyak sekali ruangan dan lorong yang merupakan neraka-neraka personal bagi setiap orang. Barker mengubah konsep neraka menjadi sesuatu yang sangat pribadi, dan mengedepankan betapa mengerikannya pengasingan dan kesendirian abadi. Setiap orang mengalami nerakanya sendiri. Ide ini jauh lebih mengerikan dibandingkan visi neraka pada umumnya.

Desain dan visual adalah kunci keberhasilan film Hellbound. Dari mulai desain alam nerakanya hingga desain karakter cenobite-nya. Dari segi special effect, beberapa efek komputer yang digunakan memang tampak ketinggalan jaman kalau ditonton di tahun 2020. Untungnya efek dalam Hellbound banyak didominasi oleh efek-efek tradisional / makeup prostetik yang masih tampak nyata dan mengerikan hingga hari ini. Dari mulai mayat-mayat kering yang bergelantungan di attic rumah Dr. Channard, tampilan fisik Julia tanpa kulit, hingga penampilan para cenobite, semuanya masih tampak fenomenal.

Dalam film Hellraiser yang ke-dua ini, Clive Barker masih menggunakan konsep yang sama: bahwa kenikmatan dan penderitaan adalah sebuah obsesi yang kadang tak terpisahkan. Contohnya adalah obsesi gelap Dr. Channard. Mungkin kalian berpikir, orang waras mana yang memiliki obsesi ingin melihat neraka? Tetapi dalam dunia Barker, obsesi seperti ini mampu mendatangkan rasa nikmat bagi yang mengalaminya. Untuk memahami hal tersebut, tentu kalian harus menyaksikan Hellraiser 1987 terlebih dahulu, di mana melihat obsesi yang sama pernah menguasai paman Frank. Tapi kalau kalian sudah lupa dengan jalan cerita di Hellraiser 1987, kalian tidak perlu khawatir karena dalam Hellbound kita disuguhkan banyak sekali flashback. Film ini dibuka dengan cara sebuah episode serial TV dibuka, yaitu dengan memperlihatkan beberapa adegan dan plot penting dari episode sebelumnya. Di tengah-tengah film, Kirsty menceritakan tentang apa yang terjadi pada ayahnya juga lewat sedikit flashback. Semua flashback ini adalah stok footage yang diambil langsung dari film Hellraiser 1987. Dengan masa produksi yang sangat sempit (hanya kurang dari 1 tahun sejak film pertama Hellraiser), menurut saya ini adalah trik yang cerdik untuk mengakali durasi film. Sayangnya, film ini dipenuhi dengan banyak sekali plotholes dan ketidak-konsistensian kalau dipersandingkan dengan Hellraiser 1987.

Pinhead boleh saja tetap dipilih sebagai objek utama dalam poster Hellbound dan karakter ini tetap menjadi legenda hingga hari ini. Namun, sama seperti Hellraiser 1987, Pinhead bukanlah villain utama dalam Hellbound. Kalau villain dalam Hellraiser sebelumnya adalah paman Frank, maka villain utama dalam Hellbound adalah Julia. Durasi kemunculan Pinhead di dalam Hellbound bahkan jauh lebih sebentar dibandingkan dalam Hellraiser 1987, dengan dialog yang juga lebih sedikit. Di sini, Pinhead tetaplah karakter minor dan sekedar pemanis belaka. Ia bahkan tidak melakukan apapun. Tapi Barker menawarkan hal lain dalam Hellbound, yaitu sedikit latar belakang karakter Pinhead itu sendiri. Baru dalam film Hellbound lah para penggemar Hellraiser mulai disadarkan bahwa cenobite adalah manusia biasa di masa lalunya. Saya bisa membayangkan mengapa kedua film Hellraiser pertama ini menggunakan sosok Pinhead pada posternya walaupun perannya sangat minim, mungkin karena foto Pinhead pada poster akan tampak jauh lebih menjual dan mengintimidasi, membuat orang lebih tertarik untuk menontonnya. Padahal kalau dipikir-pikir, sejauh ini Pinhead tidak begitu memegang peranan penting. Okay, Spoiler alert: Bahkan dalam Hellbound, kita akan menyaksikan bagaimana Pinhead dan ketiga anak buahnya mati setelah dibantai oleh The Doctor, tanpa perlawanan yang berarti. Ternyata, pada awalnya Clive Barker memang berniat untuk menyudahi karakter pinhead sampai di sini, dan karakter Julia dipersiapkan untuk menjadi villain utama franchise Hellraiser. Namun baru setelah Hellbound dirilislah, pemegang kontrak franchise Hellraiser baru benar-benar menyadari kalau Pinhead adalah apa yang penonton inginkan. Sejak film ke-3 Hellraiser yang berjudul Hell on Earth (1992) lah karakter Pinhead baru benar-benar mulai menjadi villain utama dalam franchise ini hingga hari ini.

Meskipun ada beberapa kekurangan dan banyak ketidakkonsistenan plot di dalamnya, Hellbound: Hellraiser II jelas masih merupakan elaborasi yang sangat bagus tentang dimensi mitologi gelap cenobite yang diwariskan dari film pertama Hellraiser. Lengkap dengan imaji, special effect tradisional dan atmosfer yang mengerikan serta imajinatif, Hellbound tetap fun untuk ditonton dan penuh kejutan mengerikan bagi para penggemar horror.

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com