EXTE: HAIR EXTENSIONS
Sutradara: Sion Sono
Jepang (2007)
Review oleh Tremor
Sion Sono adalah seorang sutradara asal Jepang yang mulai dikenal di dunia internasional lewat film Suicide Club (2001), Noriko’s Dinner Table (2005) dan Strange Circus (2005). Setelah kesuksesan ketiga film tersebut, Sion Sono membuat film J-Horror dengan gayanya sendiri yang memadukan body-horror surealis, komedi, dan sedikit komentar sosial, berjudul Exte, yang merupakan istilah slang untuk hair extension. Di kemudian hari, karya-karya Sion Sono menjadi semakin eksentrik dan eksploratif dari mulai Love Exposure (2008), Cold Fish (2010), Guilty of Romance (2011), Why Don’t You Play in Hell? (2013), hingga The Forest of Love (2019). Di antara semua film yang pernah Sion Sono buat, rasanya Exte merupakan film Sono yang paling konvensional, dalam artian tidak seaneh karya-karya lainnya, meskipun tetap aneh untuk ukuran J-Horror. Dalam proyek Exte yang sekilas terdengar memiliki premis konyol ini, Sion Sono tidak main-main. Ia merekrut beberapa individu yang pernah terlibat dalam genre horor Jepang terkemuka. Misaki Adachi, rekan Sono yang ikut menulis naskah Exte sekaligus bekerja sebagai asisten sutradara, sebelumnya pernah terlibat sebagai asisten sutradara dalam film-film J-Horror populer, dari mulai Ju-On: The Grudge (2002), Dark Water (2002) dan Ju-On: The Grudge 2 (2003). Sion Sono juga melibatkan aktris Chiaki Kuriyama untuk berperan sebagai protagonis dalam Exte. Kalau wajah Chiaki Kuriyama tampak begitu familiar, itu karena ia sebelumnya ikut berperan dalam Battle Royale (2000), miniseri MPD Psycho (2000), dan yang paling terkenal adalah debut internasional yang mengharumkan namanya, yaitu Kill Bill: Vol. 1 (2003) di mana Kuriyama memerankan salah satu karakter favorit saya dalam Kill Bill: Gogo Yubari yang dingin dan kejam. Selain itu Sion Sono juga mengajak aktor veteran Ren Osugi untuk berperan sebagai antagonis dalam Exte. Sebelumnya Ren sangat dikenal lewat penampilannya dalam film-film horor Jepang ternama seperti Cure (1997), Karisuma (1999), Audition (1999) dan adaptasi manga horor Uzumaki (2000).
Suatu malam, dua penjaga pelabuhan menelusuri sumber bau tengik yang mengarahkan mereka pada sebuah kontainer besar yang misterius. Setelah membuka kontainer tersebut, mereka berlari ketakutan karena di dalamnya dipenuhi dengan rambut manusia dan mayat seorang perempuan muda. Lewat otopsi, polisi menyimpulkan kalau gadis ini adalah korban dari sindikat pencurian organ manusia, karena di dalam tubuh mayat tersebut tidak ditemukan organ-organ tubuh dan hanya diisi rambut. Petugas kamar mayat yang aneh bernama Gunji Yamazaki kebetulan adalah seseorang yang memiliki fetish tak wajar terhadap rambut panjang. Yamazaki biasa mengguntingi rambut mayat-mayat yang telah selesai diotopsi untuk ia jadikan hair extension, berbahan dasar rambut asli manusia yang ia anggap indah. Ketika Yamazaki menggunting rambut mayat gadis yang ditemukan di dalam kontainer tersebut, Yamazaki menyadari kalau rambut indah gadis itu terus menerus tumbuh kembali. Ia kegirangan dan memutuskan untuk mencuri mayat tersebut dan membawanya pulang. Benar saja, rambut mayat misterius itu terus tumbuh, bahkan dari bagian tubuh tidak wajar seperti rongga mata, mulut, hingga bekas luka di tubuhnya. Yamazaki sangat bahagia karena kamarnya dipenuhi dengan rambut yang semakin banyak. Kini Yamazaki bisa membuat lebih banyak hair extension berkualitas dan mulai menjualinya ke salon-salon. Seperti kebanyakan film J-Horror yang menggunakan balas dendam sebagai dasar plot supranaturalnya, rupanya rambut adalah media balas dendam perempuan korban pencurian organ tubuh. Siapapun yang mengenakan rambut itu akan kerasukan menjadi sadis, atau mati dengan cara yang mengenaskan. Secara paralel, film Exte juga menceritakan kisah tentang Yuko, seorang perempuan muda yang sedang belajar untuk menjadi penata rambut profesional dan sedang menjalani pelatihan di sebuah salon. Dalam kisah ini kita menyaksikan konflik antara Yuko dengan kakak perempuannya, Kiyomi, seorang bully dan penelantar sekaligus pemukul anaknya sendiri, Mami yang masih berumur delapan tahun. Untuk melindungi Mami dari Kiyomi, Yuko pun memutuskan untuk merawat keponakannya tersebut. Suatu hari kisah Yuko akhirnya bersinggungan dengan psikopat penggila rambut Gunji Yamazaki, ketika Yamazaki membagikan koleksi hair extensions terkutuknya secara gratis di salon tempat Yuko belajar.
Meskipun Exte adalah film J-horror, namun fokus utamanya bukan ada pada hantu atau entitas supranatural lain, melainkan pada rambut sebagai sumber ancaman utamanya. Sion Sono menggambarkan rambut dalam film body-horror ini dengan sangat twisted, mengerikan, menjijikkan, dan terkadang juga menggelikan. Saya membayangkan betapa mengganggunya selembar rambut saja yang secara tidak sengaja masuk ke dalam mulut kita. Kini bayangkan bagaimana Sono merealisasikan imajinasinya dengan menggambarkan untaian rambut-rambut panjang yang tumbuh merayap dari seluruh permukaan lidah, dari balik bola mata, hingga bagian tubuh lainnya. Dalam beberapa adegan, rambut-rambut panjang memenuhi seluruh layar film, tumbuh dengan invasif dengan kecepatan tinggi. Menonton Exte bagaikan membaca manga horor buatan Junji Ito yang meskipun premis horornya terdengar menggelikan, tapi tetap saja cukup mengerikan kalau dibayangkan benar-benar terjadi. Namun disitulah sisi fun film Exte. Menariknya, meskipun cukup komikal, film Exte tidak hanya berpusat pada kutukan rambut dari neraka. Dalam film ini Sono juga banyak mengeksplorasi tentang keluarga yang retak penuh masalah, pengabaian serta kekerasan orang tua terhadap anaknya sendiri lewat kisah tentang Yuko dan konfliknya dengan kakak perempuannya. Saya menghargai film ini karena untuk ukuran sebuah film yang dipenuhi dengan keanehan, Sion Sono tetap mengembangkan karakternya dengan cukup baik dan mampu membuat penontonnya bisa begitu peduli dengan keselamatan Yuko dan Mami, dan bisa ikut membenci kakak perempuan Yuko.
Dari sisi komedinya, sejak awal Sion Sono dengan jelas sudah memberi kesan kalau Exte bukanlah film yang perlu ditanggapi terlalu serius lewat opening line “Rambut hidungku tumbuh di luar kendali belakangan ini”, yang diucapkan oleh salah satu petugas pelabuhan ketika film ini baru saja dimulai. Benar saja, premis Exte memang bersifat konyol, lengkap dengan sosok villain Gunji Yamazaki yang sangat komikal setiap kali ia tampil di layar. Bagi mereka yang terbiasa membaca manga-manga konyol, tentu bisa membayangkan setiap gestur serta perilaku aneh dan gila dari Yamazaki kalau dijadikan versi komik. Tim kreatif dan produksi Exte juga bekerja dengan sangat baik dalam menunjukkan tingkat obsesi Yamazaki pada rambut. Kita bisa melihat bagaimana sofa, kap lampu, hingga interior mobil Yamazaki dipenuhi dengan rambut. Meskipun konyol, setidaknya Sion Sono berhasil menciptakan J-Horror yang tidak generik, membumbuinya dengan gayanya sendiri, dan hasilnya cukup menghibur.
Exte bukanlah film terbaik Sion Sono, namun cukup menghibur dengan perpaduan horor surealis yang aneh dengan humor yang sama anehnya. Tak bisa disangkal, premis Exte bisa dibilang sangat original. Rasanya tidak ada film horor lain yang menggunakan rambut sebagai sumber teror utamanya pada saat film ini pertama kali dirilis. Namun jangan harap film ini akan dipenuhi adegan gore seperti beberapa film horor buatan Sion Sono lainnya. Exte justru hampir tidak memiliki adegan yang terlalu sadis, meskipun tetap memiliki banyak momen menakutkan dan yang pasti tampak menyakitkan. Satu-satunya hal yang saya keluhkan dari Exte mungkin hanya ada pada special effect yang sebagian besar menggunakan CGI yang, sesuai jamannya, terlalu kasar. Ya, saya tahu tentu akan sulit membuat special effect tradisional untuk membuat untaian-untaian rambut bergerak merayap dan tumbuh dimana-mana. Namun saya pikir seandainya film ini mendapat kesempatan untuk touch-up, terutama pada bagian CGI-nya, tentu hasilnya akan jauh lebih memuaskan secara visual. Selebihnya, Exte adalah film body-horor yang sangat menghibur.