MOVIE REVIEW: CREEP (2004)

CREEP
Sutradara: Christopher Smith
UK (2004)

Review oleh Tremor

Creep adalah sebuah film horror indie yang memadukan misteri, atmosfer dan darah, debut fitur dari penulis/sutradara asal Inggris, Christopher Smith. Karena debutnya ini memiliki judul yang sangat generik, saya perlu menegaskan bahwa film ini tidak ada kaitan sama sekali dengan Creep (2014) yang jauh lebih superior. Seandainya ada subgenre dalam horor yang memanfaatkan gelapnya sistem kereta bawah tanah dan gorong-gorong sebagai lokasi kengeriannya, Creep adalah salah satunya. Selain Creep, ada beberapa film horror lain yang juga menggunakan sistem kereta yang saling terhubung di bawah tanah sebagai lokasi pusatnya, seperti Death Line (1972), Mimic (1997) hingga The Midnight Meat Train (2008). Saya pribadi cukup terkesan dengan dua karya Smith setelah Creep, yaitu film horror / action / komedi berjudul Severance (2008) dan sci-fi thriller berjudul Triangle (2009). Pada tahun 2010, Smith juga membuat film drama gelap sejarah berjudul Black Death (2010). Creep sendiri perlu dilihat sebagai sebuah karya debut di mana Christoper Smith mendapat banyak pelajaran pertamanya lewat sebuah film horor yang menggunakan tema-tema universal dari mulai klaustrofobia, lorong-lorong gelap, hingga kekerasan berdarah.

Alur cerita Creep sangat sederhana dan berlangsung hanya dalam satu malam saja. Seorang perempuan muda bernama Kate tertidur saat sedang menunggu kereta bawah tanah di tengah malam. Ketika akhirnya terbangun, Kate menyadari bahwa ia ketinggalan kereta terakhir dan kini terkunci seorang diri di dalam stasiun bawah tanah London. Di tengah kepanikannya, datang sebuah kereta. Kate segera naik ke dalamnya hanya untuk menemukan bahwa tidak ada satu orang penumpang pun di dalam kereta tersebut. Di tengah terowongan bawah tanah, kereta yang ia tumpangi tiba-tiba berhenti. Kate mulai menyadari bahwa seseorang atau sesuatu yang jahat sedang mengintainya di balik gelapnya terowongan. Mulai dari sini, film Creep menjadi kisah tentang pertahanan hidup dan kejar-kejaran antara Kate dengan sang monster penjagal yang sadis.

Saya akan membagi alur film Creep menjadi dua bagian: setengah durasi pertama film ini dipenuhi misteri dan terasa sedikit sureal yang memberi kesan bahwa pengalaman Kate mungkin saja melibatkan teror supranatural. Meskipun atmosfer misterius dalam bagian pertama ini dibangun dengan cukup solid, dengan berat hati saya perlu menegaskan bahwa setelah kita memasuki bagian kedua film ini yang terasa jauh lebih nyata, terutama setelah kita tahu sosok seperti apa yang sebenarnya memburu Kate, ternyata tidak ada yang supranatural dalam film ini. Setelah setengah pertama film yang aneh, misterius dan sureal berlalu, film ini menjadi jauh lebih sederhana dan mulai memasuki babak penuh aksi serta adegan-adegan kekerasan, terutama dalam dua puluh menit terakhir film. Semua special effect gore-nya dikerjakan dengan cukup bagus, meskipun kesadisannya tidak pernah benar-benar vulgar. Bahkan salah satu adegan paling menyakitkannya diperlihatkan secara off-screen. Namun, perubahan arah horor dalam Creep seperti yang saya jelaskan di atas bisa jadi adalah hasil dari penulisan yang buruk, dengan tujuan hanya untuk mengecoh penontonnya dengan penulisan twist yang malas serta bumbu shock value yang tak beralasan. Pembahasan tentang penulisan buruk membawa kita pada masalah sekaligus kekurangan terbesar dari film Creep, yaitu logika di dalam film ini memang yang sudah berantakan sejak awal. Mungkin itulah mengapa film ini terasa sedikit sureal pada setengah durasi pertamanya, karena kecacatan logika film ini menimbulkan banyak sekali plothole yang mungkin terjadi hanya di dunia mimpi.

Karena saya merasa pengungkapan dalam film ini tidak layak untuk dirahasiakan, saya akan membeberkan sosok villain-nya yang desain penampilan fisiknya menyeramkan, seakan menyiratkan bahwa karakter ini bukanlah “mahkluk normal”. Mungkin saja ini berkaitan dengan ekspektasi saya sendiri. Ketika pertama kali melihat sosoknya, saya berpikir bahwa karakter ini adalah semacam spesies humanoid mutan yang terlupakan. Tapi saya tertipu. Villain ini adalah manusia biasa yang entah bagaimana ceritanya, memiliki fitur wajah dan kulit yang rusak. Dalam beberapa kesempatan, karakter ini juga sempat memperlihatkan ciri perilaku layaknya hewan liar terutama dari suaranya. Namun pada dasarnya, karakter ini adalah seorang psikopat dengan nama Craig, sebuah nama yang begitu generik dan sama sekali tidak mengancam. Pada satu titik film ini, Kate menemukan sebuah foto lama yang memberi sedikit clue bahwa Craig dulunya adalah seorang dokter. Dalam foto itu, ia masih berwujud manusia normal dan tampak sangat tua. Saya akui, special makeup effect Craig cukup bagus dan mengancam, namun sayangnya wajah seramnya menjadi tidak relevan karena film ini tidak pernah benar-benar menyentuh backstory karakter Craig, yang menurut saya bisa jadi menarik seandainya penulis Christoper Smith sedikit mengolahnya lebih dalam. Setidaknya, backstory yang bisa memberi petunjuk tentang apa yang membuat seorang dokter tua yang terlihat normal di foto yang Kate temukan, berubah menjadi begitu menyeramkan secara fisik dan memiliki kelincahan serta kekuatan yang tidak wajar untuk manusia seusianya. Lebih bagus lagi kalau backstory-nya dibuat tragis, seperti apa yang terjadi pada Jason Voorhees jauh sebelum ia menjadi monster pembunuh bertopeng, setidaknya untuk menjelaskan wajah rusaknya dan mengapa ia bersarang di gelapnya jaringan terowongan bawah tanah. Ini menimbulkan masalah baru bagi film Creep, karena pada akhirnya karakter jahat ini memiliki ketidakkonsistenan yang cukup parah: pada awal kemunculannya, ia digambarkan seakan memiliki kemampuan-kemampuan melebihi manusia normal serta fitur-fitur yang terkesan liar. Kemudian Craig berubah menjadi sosok manusia berwajah rusak yang sadis. Menjelang film ini berakhir, tiba-tiba ia menjadi karakter lemah dan bahkan berusaha mengundang iba ketika ia berbicara untuk pertama kalinya, dan semuanya tanpa penjelasan.

Creep memang bukanlah film yang sempurna dalam penulisannya. Logikanya penuh kecacatan, semua karakter di dalamnya tidak memiliki kedalaman yang cukup untuk membuat penonton peduli, diperburuk dengan backstory Craig yang “nanggung” dan sama sekali tidak terasa relevansinya. Saya sendiri bisa memaklumi hal tersebut karena Creep adalah usaha penulisan perdana dari sang sutradara Christopher Smith. Meskipun begitu, secara teknis dan visual, Creep dieksekusi dengan sangat baik sebagai film horor. Gagasan terjebak di sistem terowongan kereta bawah tanah tentu memiliki banyak potensi horor yang sangat menarik dan Smith tidak menyia-nyiakannya. Kita semua bisa membayangkan, jaringan terowongan bawah tanah bisa jadi menyeramkan karena di dalamnya ada banyak lokasi yang tidak pernah dikunjungi oleh manusia selama beberapa waktu, atau bahkan tidak pernah dikunjungi sama sekali. Apalagi kalau jaringan terowongan ini juga beririsan dengan sistem gorong-gorong seperti dalam film Creep. Tentu saja lokasi seperti itu sangat sempurna untuk dijadikan persembunyian bagi monster, mutan, eksperimen biologis yang bermutasi seperti dalam film Mimic (1997), atau dokter gila seperti Craig. Lokasi penuh lorong tua, lembab, sempit dan gelap seperti ini juga sangat potensial untuk mengeksplorasi unsur horor umum seperti ketakutan terhadap gelap, isolasi, hingga klaustrofobia, dan Christoper Smith melakukannya dengan sangat baik. Setidaknya, Creep menunjukkan potensi yang dimiliki oleh sutradara / penulis Christopher Smith yang sanggup menciptakan atmosfer horror, karena seburuk-buruknya Creep, film ini tetap merupakan film horor yang cukup menghibur dengan banyak momen menegangkan. Semakin penontonnya tidak memusingkan logika filmnya, semakin film ini bisa dinikmati. Christopher Smith tentu mendapat banyak pelajaran berharga dari film debutnya yang sangat saya apresiasi ini. Kalau tidak ada Creep sebagai ruang untuk Smith bereksperimen, mungkin ia tidak akan pernah membuat film bagus seperti Severance (2008) dan Triangle (2009).