MOVIE REVIEW: APOSTLE (2018)

APOSTLE
Sutradara: Gareth Evans
UK / USA (2018)

Review oleh Tremor

Penulis / sutradara kelahiran Inggris Gareth Evans, mungkin sangat dikenal sebagai seorang pembuat film laga berkat karya-karya pada awal karirnya yang meraih kesuksesan secara internasional dari mulai Merantau (2009) hingga seri The Raid (2011/2014). Pada tahun 2013 Evans mulai mengeksplorasi teritori genre horror lewat segmen berjudul “Safe Haven” yang ia buat bersama sutradara Timo Tjahjanto dalam antologi horror V/H/S/2 (2013). Menurut saya pribadi Safe Haven adalah salah satu segmen paling menonjol dan memuaskan dari antologi tersebut, dan tentu saja sejak saat itu banyak penggemar horror menanti Evans untuk lebih banyak membuat film horror. Hingga pada tahun 2018 akhirnya Gareth Evans membuat Apostle, sebuah film supranatural folk horor yang berhasil membuktikan bahwa ia mampu membuat film selain laga.

Pada tahun 1905, Thomas Richardson menerima sebuah surat yang menyatakan bahwa adik perempuannya, Jennifer, diculik dan disandera di sebuah pulau kecil bernama Erisden. Para penculik meminta keluarga membayar sejumlah uang tebusan kalau ingin nyawa Jennifer selamat. Pulau Erisden sendiri hanya dihuni oleh satu kelompok sekte keagamaan yang memang mengasingkan diri dan berkoloni di sana. Tidak ingin bernegosiasi dengan para penculik, akhirnya Thomas melakukan perjalanan ke Erisden dengan cara menyamar sebagai anggota baru sekte. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa Jennifer masih hidup, dan membawanya pulang dengan selamat tanpa tebusan. Sesampainya di sana, berbagai kejutan dan rahasia gelap sekte penduduk Erisden mulai terungkap sedikit demi sedikit, dan pada akhirnya bukan hanya nyawa Jennifer saja yang terancam tetapi juga nyawa Thomas sendiri.

Jujur saja, sebenarnya isi film yang berdurasi 2 jam 10 menit ini jauh lebih kompleks dan menarik dibandingkan plot pendek yang saya tulis di atas. Tapi saya tidak bisa menulis terlalu detail, karena film ini memiliki banyak kejutan menyenangkan yang sebaiknya tidak saya rusak lewat spoiler bagi pembaca yang belum menonton Apostle. Dilihat dari premis dasarnya, jelas sangat terasa apa yang menginspirasi Gareth Evans dalam membuat Apostle, yaitu The Wicker Man (1973). Tapi bukan berarti Apostle adalah The Wicker Man versi modern. Meskipun premis awalnya memang mirip dengan The Wicker Man, tapi Apostle menawarkan lebih dari film folk horror generik dengan dimasukannya unsur supranatural yang sangat kuat dan tak terduga, ditambah lagi dengan beberapa adegan perkelahian dan kekerasan sebagai bagian dari ciri khas Gareth Evans. Bagaimanapun, Gareth Evans adalah salah satu sutradara terbaik dalam hal adegan-adegan perkelahian. Jadi rasanya sangat pantas kalau ia memasukkan adegan perkelahian dalam Apostle.

Satu jam pertama Apostle yang berjalan cukup lambat dan menegangkan ini menjadi pengantar yang sangat baik untuk paruh kedua film ini yang terasa lebih hidup dan penuh aksi. Dalam paruh kedua Apostle, Evans juga menampilkan beberapa momen brutal dan mungkin cukup gore bagi sebagian penonton. Film ini juga memiliki pesan komentar sosialnya sendiri, terutama soal keagamaan dan ketuhanan, yang disampaikan secara terang-terangan oleh karakter Thomas Richardson dalam salah satu adegan. Meskipun Apostle merupakan film bertema gelap dan memiliki banyak adegan kekerasan sadis, tapi film ini juga sangat indah secara visual terutama lokasi pulaunya itu sendiri. Kekuatan lain dari film ini juga ada pada musik scoring-nya yang sangat menghipnotis dan berhasil membuat Apostle benar-benar menonjol. Musik dalam Apostle sendiri adalah karya dari dua komposer score film asal Indonesia, Aria Prayogi dan Fajar Yuskemal, yang memang sudah menjadi langganan film-film Gareth Evans sejak film Merantau (2009).

Meskipun The Raid sangat populer, tapi bagi saya pribadi Apostle adalah film terbaik yang pernah dibuat oleh Gareth Evans sejauh ini. The Raid memang fenomenal dengan seluruh ketegangan, action, darah dan adegan perkelahiannya. Tak saya pungkiri, The Raid mengubah wajah genre film action dunia. Tapi perkelahian non-stop dalam The Raid terlalu melelahkan bagi saya, mungkin karena saya bukan penggemar film-film full action seperti itu. Bagaimanapun juga kita bisa lihat bahwa film-film buatan Evans selalu memiliki ciri khas yang sama, yaitu kekerasan brutal. Dari mulai The Raid hingga Apostle, semuanya sama-sama keras dengan cara yang berbeda. Apostle membuktikan bahwa Gareth Evans lebih dari sekedar sutradara spesialis film laga. Bahkan untuk ukuran film horror, menurut saya Apostle berada di atas rata-rata. Gareth Evans tidak hanya sanggup membuat adegan perkelahian menjadi sangat menegangkan sekaligus menghibur, tapi ia juga benar-benar tahu bagaimana cara membangun suasana dalam film horror. Tentu saja Apostle otomatis masuk ke dalam daftar film rekomendasi bagi para penggemar folk / cult horror modern.

Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com