WATAIN ‘The Agony & Ecstasy Of Watain’ ALBUM REVIEW
Nuclear Blast Records. April 29th, 2022
Black Metal
Empat tahun lalu WATAIN merilis album keenam mereka ‘Trident Wolf Eclipse’, sebuah album yang diangap banyak fans mereka sebagai return to form, karena dalam rilisan tersebut WATAIN mencoba mengembalikan keganasan era ‘Rabid Death’s Curse’/’Casus Luciferi’ yang memang menjadi periode paling barbar trio black metal asal Uppsala, Swedia ini. Saya sendiri melihat ‘Trident Wolf Eclipse’ lebih hanya sebagai album fan service buat penggemar die hard mereka, yang banyak ngamuk gara-gara dalam full-length sebelumnya, ‘The Wild Hunt’, Karena Erik Danielsson, Pelle Forsberg, dan Pelle Forsberg disitu mencoba eksplorasi ke wilayah baru, mulai memasukan unsur progressive metal, doom metal, hingga symphonic metal, Erik Danielsson juga sempat nyanyi dalam dua lagu, yang akhirnya membuat para purist trve kvlt teriak-teriak sellout, padahal baik title track ataupun “They Rode On” sound-nya gak jauh-jauh lah dari era viking metal BATHORY. Empat tahun berlalu semenjak ‘Trident Wolf Eclipse’, WATAIN nongol lagi dengan album terbarunya ‘The Agony & Ecstasy of Watain’, yang menjadi karya pertama mereka dibawah naungan Nuclear Blast Records, sekaligus menjadi album WATAIN pertama yang direkam secara live.
Jujur Ketika ‘The Agony & Ecstasy of…’ saya sama sekali gak ada antusiasme , hal tersebut karena bagi saya ‘Trident Wolf Eclipse’ terlalu hambar, dan keputusan WATAIN untuk mundur teratur karena dikatain udah gak trve, lalu membuat album crowd pleasing semata, alih-alih melanjutkan eksperimentasi dari ‘The Wild Hunt’, akhirnya bikin ogut males. Dalam album ketujuhnya WATAIN kembali lagi melanjutkan hasil eksporasi mereka kurang sembilan tahun lalu yang sempat dikesampingkan begitu saja, tapi kali ini dengan eksekusi yang lebih baik tentunya, jadi walaupun ‘The Agony & Ecstasy of…’ jelas-jelas merupakan suksesor ‘The Wild Hunt’ dari segi materi, sejauh ini para penggemar garis keras mereka belum ada yang bersuara sumbang. Salah satu kesuksesan album ini adalah bisa memadukan agresivitas yang sempat dipertontonkan dalam ‘Trident Wolf Eclipse’, dengan komposisi lagu yang cenderung rada progresif. Album ini dibuka dengan dua track tanpa basa-basi “Ecstasies in Night Infinite” dan “The Howling”, yang menampilkan perform sadis dari gitaris Pelle Forsberg, pembetot bass Alvaro Lillo (UNDERCRAFT), dan penggebuk drum live E. Forcas (DEGGIAL). Kedua lagu tersebut meskipun masih mengedepankan strategi all-out, namun karena struktur lagunya gak lempeng membabi-buta doang, alhasil membuat keduanya jadi menarik untuk disimak, lagu berikutnya “Serimosa” membuktikan kalau WATAIN tidak hanya bisa membuat track darr-derr-dorr saja, karena lumayan berasa atmosfir gothic-nya kayak rekan seperjuangan satu negara TRIBULATION.
Meskipun dengan bertempo lebih cepat dan penuh lika-liku, “Black Cunt” masih melanjutkan aura gelap dan mistis dari lagu sebelumnya, dengan sedikit tambahan bumbu simfonik dan riffing plus melodi kayak CELTIC FROST meets DANZIG di bagian pertengahan. Momen-momen terbaik album ini terletak pada lima lagu terakhirnya dari interlude “Not Sun nor Man nor God” hingga lagu terakhir “Septentrion”. “Before the Cataclysm” dengan durasi tujuh setengah menit menjadi trek terpanjang sekaligus lagu terbaik album ini, selanjutnya “We Remain” yang mengundang Farida Lemouchi (MOLASSES/THE DEVIL’S BLOOD) agak mengingatkan saya pada title track ‘The Wild Hunt’, namun dengan performa dan kualitas songwriting yang jauh lebih baik. Sebelum menuju ke lagu paling paripurna, kemudian Erik Danielsson cs. menghadirkan “Funeral Winter”, yang sesuai judulnya, punya intensitas riff dan gebukan drum lumayan membekukan, kayak lagi terjebak dihutan Skandinavia saat badai salju, “Septentrion” memang jauh dari kata brutal, dalam lagu tersebut WATAIN jadi terdengar lebih melodic dari biasanya, membuktikan kalau WATAIN meskipun di menit-menit akhir, mereka masih belum kehabisan ide. Setelah sebelas tahun kurang greget rilisanya, WATAIN berhasil menghasilkan karya yang atleast sekelas dengan masterpiece mereka dulu (‘Lawless Darkness’ dan ‘Sworn To The Dark’), Malah lewat ‘The Agony & Ecstasy Of Watain’ grup ini telah meracik materi-materi black metal yang luar biasa accessible tanpa harus mengikuti jejak DIMMU BORGIR, CRADLE OF FILTH, IHSAHN atau BEHEMOTH. (Peanhead)
9.1 out of 10