fbpx

ALBUM REVIEW: ULCERATE – STARE INTO DEATH AND BE STILL

ULCERATE ‘Stare Into Death And Be Still’

Debemur Morti Productions. April 24th 2020

Atmospheric death metal/post-metal

Ketika ditanya siapa band death metal terbaik satu dekade terakhir, saya tak perlu pikir panjang untuk menobatkan julukan tersebut kepada grup asal New Zealand ULCERATE. Setelah memutuskan untuk menjadi trio, racun racikan Paul Kelland, Michael Hoggard, dan Jamie Saint Merat justru semakin mematikan, Album ketiga mereka ‘The Destroyers of All’ berhasil menyempurnakan konsep death metal dissonant, yang dulu GORGUTS perkenalkan dalam ‘Obscura’, sekaligus menjadi antithesis scene death metal kala itu yang lebih banyak berkutat di area brutal death metal dan technical death metal itu-itu saja, ULCERATE alih-alih menarik benang merah musik mereka dari SUFFOCATION, NECROPHAGIST, DERCEPIT BIRTH, CANNIBAL CORPSE malah terdengar lebih sejalan dengan band semacam DEATHSPELL OMEGA, MESHUGGAH, NEUROSIS, dan CULT OF LUNA, melalui aransemen rumit dan teknikal namun lebih mengedepankan atmosfir dan emosi, ditambah tema lirik filosofis, alhasil ‘The Destroyers of All’ jadi bahan perbincangan panas saat itu dan tentunya salah satu rilisan terbaik 2011. Dua album setelahnya pun tak hanya lebih sinting namun ULCERATE turut mencoba pendekatan berbeda, dalam ‘Vermis’ trio ini mencoba menulis komposisi yang semakin kompleks dan barbar, ruang-ruang menarik nafas dibabat habis membuat ‘Vermis’ terdengar sangat claustrophobic, selanjutnya pada ‘Shrines of Paralysis’ ULCERATE mulai memasukan melodi dan harmoni yang dulu hampir tak pernah ditemui pada lagu-lagu garapan mereka.

Hampir empat tahun berlalu semenjak  ‘Shrines of Paralysis’ menggemparkan scene death metal, ULCERATE menyongsong tahun 2020 dengan album terbaru mereka yang kali ini dirilis melalui Debemur Morti Productions, dengan tajuk ‘Stare into Death and Be Still’ sebuah judul yang berhasil mendeskripsikan tahun ini yang memang benar-benar kelam, dimana manusia tak berdaya hanya bisa menatap nasib ketika perlahan tapi pasti pandemi semakin sulit dikontaminasi belum lagi bencana alam dan konflik sosial dan politik yang datang silih berganti. ULCERATE dalam ‘Stare into Death and Be Still’ mengembangkan lebih lanjut lagi konsep  musik dari tiga album sebelumnya, memadukan struktur lagu fluid ala ‘The Destroyer of All’, kompleksitas dalam ‘Vermis’ dan sensibilitas melodi dan dinamika loud-quiet dari ‘Shrine of Paralysis’, racikan tersebut pun berhasil membentuk  delapan lagu paling gampang dicerna dari ULCERATE, meskipun mayoritas lagu tersebut masih berdurasi diatas tujuh menit, melodi dan harmonisasi yang kini tak sekedar muncul sporadis namun merupakan bahan baku utama, menjadikan lagu seperti title track, ‘There Is No Horizon’, dan ‘Inversion’ lebih gampang nyangkut dikepala karena riffing nya terdengar cukup memorable. Selain itu secara keseluruhan tempo album ini juga sedikit agak melambat, meminjam beberapa rumus dari TOOL untuk mengembangkan dan membangun atmosfir/nuansa secara pelan tapi pasti tanpa mengorbankan teknikalitas.

Salah satu faktor yang membuat ULCERATE kurang banyak digemari para penggemar death metal sekalipun, karena kadang mendengarkan album mereka secara penuh sangat melelahkan, materi mereka terdengar seperti beberapa lagu sekaligus yang dimainkan bersamaan, belum lagi riff-riff ngejelimet, merubah time signature se-enak jidat, dan gebukan Jamie Saint Merat mengalir begitu saja dengan bebasnya jarang punya pattern tradisional, jadi perlu penyesuaian terlebih dahulu sebelum bisa memahami alur dan memisahkan tiap-tiap instrument. Meskipun belum secara penuh meninggalkan pola penulisan lagu tersebut, baik struktur dan komposisi lagu dalam ‘Stare into Death and Be Still’ sudah mulai di simplifikasi, khususnya pada tiga lagu terakhir dalam album ini ‘Viscral Ends’, ‘Drawn Into The Next Void’, dan ‘Dissolved Orders’ yang merupakan lagu paling catchy dari katalog ULCERATE, menggabungkan formulasi technical death metal ultra-complex mereka dengan prog-death macam GOJIRA dan post-rock/metal ala RUSSIAN CIRCLE. Jamie Saint Merat juga berhasil mengatasi permasalah kronis dua album ULCERATE sebelumnya yang terlalu kebangetan tingkat compression nya, ‘Stare into Death and Be Still’ sesuai dengan materinya yang lebih variatif, level kebisinganya kali ini sedikit lebih dinamis dan suara drum apalagi snare nya pun tak terlalu intrusif, jadi tak terlalu melelahkan telinga. Sebenarnya ULCERATE sudah tidak perlu lagi membuktikan konsistensi, tapi ‘Stare into Death and Be Still’ saya rasa bakal memberikan mereka penggemar baru yang selama ini melewatkan mereka dibawah radar begitu saja dan akhirnya bisa memberikan ULCERATE apresiasi sepantasnya. (Peanhead)

9.5 out of 10