TOOL ‘Fear Inoculum’ ALBUM REVIEW
Tool Dissectional. 30th August 2019
Progressive rock/Metal
Tiga belas tahun para fans harus bersabar menunggu album terbaru TOOL, antusiasme para penggemar diehard sudah pasti langsung membara setiap ada studio update yang mencuat ke permukaan, hingga kabar baik datang pada awal 2019 dan album kelima TOOL akhirnya akan segera dirilis pada bulan Agustus tahun itu. Ekspektasi saya pada ‘Fear Inoculum’ tentunya sangat tinggi, maklum waktu jaman masih bocah prog kemarin sore, TOOL bersama grup lain macam MASTODON, AYREON, OPETH, PORCUPINE TREE, dan BETWEEN THE BURIED AND ME, berhasil membuka mata saya bahwa genre progressive metal gak mentok di DREAM THEATER, QUEENSRYCHE , FATES WARNING, dan SYMPHONY X saja, sampai saat ini pun baik “Lateralus” dan “10,000 Days” masih sering berotasi dalam daftar playlist mingguan. Namun sebagai kolektor berkantong tipis saya harus gigit jari saat mau ikutan pre-order, TOOL hanya mencetak ‘Fear Inoculum’ dalam format deluxe dilengkapi visualizer HD 4 inchi segala plus dibanderol dengan harga retail hampir empat kali rilisan fisik biasa, belum lagi ulah para scalper memaksa banyak yang harus puas dengan versi digital saja di platform Spotify atau Youtube. Ketika pertama mendengarkan ‘Fear Inoculum’ jujur saya sedikit underwhelmed, TOOL sebenarnya masih terdengar seperti TOOL, tapi entah kenapa lagu-lagu nya rada datar setelah beberapa kali putar, bisa jadi hal tersebut karena ekspektasi pribadi terlalu tinggi dan sudah beberapa minggu terakhir saya terlalu intens nyetel back catalogue mereka khususnya ‘Lateralus’ dan ‘10,000 Days’.
Setelah satu tahun lebih ngantepin ‘Fear Inoculum’, saya akhirnya iseng memutar kembali album tersebut, dan mungkin karena faktor animo nya udah cooling down, ditambah udah gak terlalu berharap banyak, ‘Fear Incoulum’ akhirnya bisa nyambung juga di telinga. Satu hal yang perlu ditekankan, saat mendengarkan kalau bisa jangan sekali dibanding-bandingkan dengan album pendahulunya, walaupun ‘Fear Incoulum’ masih punya sound yang TOOL banget, penuh ritme ganjil, odd-time signature, dll, gak bakalan ketuker dengan band lain, gaya penulisan Maynard James Keenan, Adam Jones, Justin Chancellor, dan Danny Carey agak berbeda dari empat full-length terdahulu, tiap-tiap lagu adalah sebuah komposisi masif diatas sepuluh menit, say goodbye dengan trek single-friendly seperti materi dua album pertama, TOOL lebih bersabar dalam melakukan buld-up lagu sebelum benar-benar masuk final arc, atensi pendengar akan sangat di uji, bagi mereka yang mendengarkan musik keras hanya untuk sekedar headbang atau teman nge-gym, sebaiknya menghindar jauh-jauh, TOOL sepertinya sengaja merancang ‘Fear Inoculum’ untuk menjadi antithesis tren pengusung musik rock jaman sekarang yang punya mindset lebih mementingkan single/lagu andalan saja masa bodo amat sequencing tracklist, konsep dll, yang penting gampang masuk airplay Radio atau layanan playlist dan Discover new music para penyedia layanan streaming. Malahan grup gaek macam DREAM THEATER pun di album teranyar udah mencoba merampingkan diri dengan format tersebut, toh attention span pendengar baru sekarang sudah makin berkurang. Tetapi bagi mereka yang sudah terbiasa mendengarkan progressive rock/metal, post-rock/metal, ataupun Funeral doom metal saya rasa gak bakalan kesulitan mengikuti alur album ini.
Dari kacamata teori musik dan teknikal pun jelas ‘Fear Inoculum’ merupakan album yang luar biasa kompleks, jadi saya tak akan mencoba membahas hal tersebut karena memang bukan bidangnya. Meski tempo nya secara kasat mata kadang suka jalan ditempat, tapi kalau di pretelin lebih dalam, komposisi yang ditulis TOOL bisa bikin otak konslet karena overload, Lord Danny Carey bisa dibilang menjadikan album ini sebagai ajang unjuk skill beliau, makin tua makin sedeng gak kayak Lars Ulrich, pola ketukanya banyak yang diluar nalar, menerka arah gebukan selanjutnya merupakan hal yang kadang hampir mustahil. Dari sisi struktur lagu karena durasi per lagu-nya memang panjang, sekilas bakalan terasa gitu-gitu doang kayak band post-rock/post-metal lagi kehabisan ide, namun kalau di telisik secara detail masing-masing track punya flow tersendiri, apalagi pas udah masuk “Invincible”, yang punya melodi vokal memorable hingga riffing/lead lebih berisi, begitu pula dengan “Descending”, keduanya sama-sama punya ending cukup eksplosif, hanya “Culling Voices” saja yang rada kurang greget beberapa menit terakhir. Layaknya event tahunan NJPW Wrestle Kingdom, TOOL menempatkan sajian terbaik mereka pada main event alias akhir album, “7empest” merupakan lagu kolosal seperempat jam, yang berhasil merangkum semua hal yang membuat saya dulu kepincut dengan mereka, lagu ini juga terasa lebih agresif dan direct, baik Maynard James Keenan, Adam Jones, Justin Chancellor menghasilkan performa terbaik mereka dalam ‘Fear Inoculum’, sebuah payoff sempurna bagi mereka yang telah bersabar menyimak semenjak menit pertama dan sebuah titik kulminasi perjalanan karir TOOL dari tahun 1990 hingga sekarang. Tak salah kalau “7empest” berhasil meraih Grammy Award for Best Metal Performance, dan banyak di nobatkan sebagai Best Song of 2019, karena memang “7empest” merupakan pencapaian tertinggi TOOL sejauh ini. Meskipun jauh dari kata sempurna dan di beberapa bagian khususnya “Chocolate Chip Trip” terasa banget kelewat overindulgence, ‘Fear Inoculum’merupakan sebuah landmark dalam belantika musik heavy metal dan progressive rock/metal, saya yakin bertahun-tahun yang akan datang nantinya, ‘Fear Inoculum’ masih bakal dibahas hingga dibedah secara mendalam oleh para penikmat, musisi, pakar, kritikus, dan musikolog. (Peanhead)
9.0 out of 10