SHADOW OF INTENT ‘Elegy’ ALBUM REVIEW
Self-released, January 14th, 2022
Melodic deathcore/Symphonic death metal
Meskipun SHADOW OF INTENT sudah bisa dikategorikan sebagai band deathcore papan atas, grup yang dibentuk oleh Ben Duerr dan gitaris Chris Wiseman tahun 2013 silam ini, sampai sekarang masih setia di jalur do-it-yourself, padahal band-band lain yang nama-nya naik bebarengan kayak LORNA SHORE, ENTERPRISE EARTH, SLAUGHTER TO PREVAIL, dll udah pada ditarik major label. namun tanpa dukungan mesin promosi dan distribusi records label besar pun, SHADOW OF INTENT selama ini penjualan rilisan dan merch-nya lancer jaya, sering diajak tur bareng sama band gede, dan beberapa tahun terakhir ini mereka udah bisa sudah mampu menggelar headlining tour keliling Amerika Serikat, Britania Raya, dan Eropa daratan, menjadi bukti kekuatan fanbase yang sudah dirangkul SHADOW OF INTENT selama ini (dan mungkin ada faktor booking agent lihai juga dibelakang), selain itu walau umur nya masih belum menginjak satu dekade, grup ini jelas sangat moncer, sudah mengantongi empat buah full-length plus satu biji mini-album/EP, produktivitas tersebut memang salah satu faktor paling penting mengapa SHADOW OF INTENT begitu cepat naik namanya, karena ditengah gempuran masif rilisan-rilisan baru, ditambah lagi attention span pendengar sekarang semakin pendek, band-band baru yang mau sukses harus rajin mencetak album, EP, atau minimal single/music video baru, jeda antar rilisan pun harus diminimalisir, kelar keliling touring kudu harus menyiapkan amunisi baru, agak enggak tersalip band lain.
‘Elegy’ yang dirilis pada bulan Januari tahun ini, merupakan evolusi teranyar dari kwartet ini, Anthony Barone yang mau fokus sama BENEATH THE MASSACRE sekaligus jadi live drummer BABYMETAL, memutuskan untuk cabut pasca ‘Melancholy’, dan langsung digantikan oleh penggebuk drum gak kalah sedeng dengan portofolio gak seabreg, yaitu Bryce Butler (CONTRARIAN). Dari segi komposisi ‘Elegy’ sudah semakin kental elemen symphonic metal, efek kontribusi Francesco Ferrini yang sepertinya lebih besar daripada album sebelumnya (‘Melancholy’), hal tersebut membuat mayoritas track dalam album ini makin jauh dari pakem deathcore standard, SHADOW OF INTENT sekarang jadi terdengar seperti versi lebih modern grup death metal kawakan macam EX DEO, FLESHGOD APOCALYPSE, dan AETERNAM, dibeberapa bagian lagu malah bikin saya teringat pada dua full-length terakhir AMORPHIS, yang memang orchestration nya dipegang orang yang sama. Meski mulai menjauh dari aliran deathcore dari sisi aransemen, SHADOW OF INTENT tentunya belum melupakan akar deathcore mereka, karena selain memuntahkan nomor modern death metal yang lumayan melodic dan anthemic kayak “Farewell”, “The Coming Fire”, “Saurian King” (yang lengkap dengan instrumental section ala progressive/power metal) dan “Blood in the Sands of Time”, ‘Elegy’ masih menyisipkan lagu-lagu berisikan breakdown krispy seperti “Of Fury” yang ada rasa-rasa CRADLE OF FILTH-nya, “Intensified Genocide”, dan “Where Millions Have Come to Die” (featuring Phil Bozeman).
Di dua puluh menit akhir ‘Elegy’, SHADOW OF INTENT mulai menunjukan tendensi progresif mereka, diawali dengan nomor instrumental “Reconquest” dan langsung dilanjutkan dengan title track yang dipecah kedalam tiga babak “I: Adapt”, “II: Devise”, dan “III: Overcome”, ketiga lagu tersebut dijamin mampu membantahkan anggapan-anggapan sinis dari para metalhead sekolah lama, yang semenjak kemunculan aliran deathcore pada pertengahan 2000’an silam, selalu memandang remeh musikalitas band-band aliran tersebut, sayangnya kini para fans deathcore melakukan hal yang sama ketika ada grup yang mencoba eksplorasi, biar gak melulu chugga-chugga atau guik-guik, buktinya saya udah mulai ngeliat komentar-komentar miring yang ditujukan terhadap SHADOW OF INTENT, gara-gara dianggap udah gak true deathcore lagi. Salah satu kekurangan album ini adalah durasinya yang mungkin bakalan berat untuk dikonsumsi sebagian orang (1 jam lebih bruh), tetapi secara overall trek yang rada meh paling cuma “From Ruin… We Rise” saja, dan “Life of Exile” juga agak kurang dapet komposisinya, sedangkan kalo soal produksi, ya mau gimana lagi sih, masih gak jauh beda lah sama rilisan-rilisan extreme metal jaman now yang masih terdampak loudness war, namun hasil kerjaan Christian Donaldson udah mendingan lah, alias kalau didengarkan menggunakan equipment memadai dijamin gak bikin sakit kuping. Tahun 2022 ini memang lumayan padat album-album deathcore berkualitas dari awal tahun, mulai dari FIT FOR AN AUTOPSY, ENTERPRISE EARTH, ANGELMAKER, sampai yang masih anget LORNA SHORE, namun setelah mendengarkan semuanya secara seksama, saya sudah yakin, kalau best deathcore album tahun ini masih tetap dipegang SHADOW OF INTENT. (Peanhead)
9.5 out of 10