SEPULTURA ‘Quadra’
Nuclear Blast Records. February 7th, 2020.
Thrash metal/Groove metal/Progressive metal
Sebagai salah satu grup heavy metal paling penting pada dekade 90’an, perjalanan karir SEPULTURA semenjak Max Cavalera cabut di tahun 1996, cenderung stagnan meskipun output yang mereka hasilkan sebenarnya masih lumayan oke, tapi para penggemar garis keras mereka hingga sekarang masih menolak move on dan masih berharap suatu saat Cavalera bersaudara kembali akur dengan Andreas Kisser dan Paolo Jr. lagi lalu reuni. SEPULTURA juga punya pekerjaan rumah yang berat karena selama bersama Max, mereka menghasilkan album-album yang pengaruh nya sangat besar untuk perkembangan extreme metal mulai dari black metal (‘Bestial Devastation’/’Morbid Visions’), death metal (‘Schizophrenia’, ‘Beneath The Remains’, dan ‘Arise’), groove metal (‘Chaos A.D.’) hingga nu metal sekalipun (‘Roots’), jadi sudah pasti para die hard fans ogah mendengarkan tiga album pertama SEPULTURA bersama vokalis baru Derrick Green, ‘Against’, ‘Nation’, dan ‘Roorback’ yang kualitas nya jauh dibawah level album-album mereka sebelumnya. Kebangkitan SEPULTURA sendiri saya rasa mulai terlihat di album tahun 2006, ‘Dante XXI’, yang menjadi kontribusi terakhir Igor Cavalera, lalu dilanjutkan dengan dua album tak kalah brilian ‘A-Lex’ dan ‘Kairos’. Namun sekali lagi karena masih banyak yang berpegang teguh pada doktrin “No Cavalera, No Sepultura’ membuat pionir thrash metal asal Brazil ini tak bisa menyicipi hingar bingar pergerakan thrash revival yang bisa membawa teman satu angkatan mereka TESTAMENT, EXODUS, DEATH ANGEL, MACHINE HEAD lebih besar dari sebelumnya.
Masuknya drummer darah muda bertalenta Eloy Casagrande dalam album ‘The Mediator Between Head and Hands Must Be the Heart’ berhasil memberi suntikan energi kreativitas baru, dan pada album berikutnya ‘Machine Messiah’, Andreas Kisser, Paolo Jr., Derrick Green dan Eloy Casagrande membawa eksperimentasi yang dimulai dari ‘A-lex’ ke titik kulminasinya. Mereka langsung terbang ke Swedia untuk bekerja sama dengan produser Jens Borgen (Fascination Street Studios), hasilnya ‘Machine Messiah’ mampu jadi album terbaik yang pernah mereka rilis semenjak ‘Roots’, karena alih-laih bikin karya back to the roots yang sudah basi, SEPULTURA memutuskan mengadopsi pendekatan lebih progresif, dan alhasil album tersebut terdengar fresh sekaligus relevan. SEPULTURA kembali menyebrangi samudera atlantik demi mengerjakan album kelimabelas mereka bersama tim engineer dari Fascination Street Studios. Album yang di beritajuk ‘Quadra’ ini bisa dibilang merupakan album paling ambisius yang band veteran asal Brazil ini pernah kerjakan, terinspirasi konsep quadrivium, ‘Quadra’ mencoba merangkum perjalanan musikal SEPULTURA kedalam empat babak, yang masing-masing mencerminkan evolusi musik mereka selama lebih dari tiga dekade berkarya, dibuka dengan episode pertama berisikan tiga lagu “Isolation”, “Means to and End”, “Last Time”, yang mencoba membawa ke buasan era death/thrash album ‘Beneath The Remains’ dan ‘Arise’, namun dikemas dan di aransemen lebih modern jadi lebih kental sound melodic death/thrash macam DEW-SCENTED, DARKANE, dan THE HAUNTED, lalu dipadukan dengan unsur progressive metal dari album sebelumnya, ditambah sedikit sentuhan simfonik/orchestra yang pengerjaanya dibantu oleh Renato Zanuto dan Francesco Ferrini (FLESHGOD APOCALYPSE).
‘Quadra’ di lanjutkan dengan tiga lagu yang mencerminkan era ‘Roots’, untungnya Andreas Kisser hanya membawa unsur groove tribal album tersebut tanpa ikut memboyong elemen nu-metal, jadi baik “Ali” dan “Capital Enslavement” masih terdengar seperti lagu thrash metal mid-tempo dengan feels yang rada-rada nyerempet TESTAMENT era sekarang, “Raging Void” menjadi lagu pertama dari album ini yang agak nyeleneh, kali ini SEPULTURA mencoba mengembangkan konsep musik mereka, dengan riffing dan ritme groove model GOJIRA dioplos dengan chorus gang vocal dan guitar solo yang terdengar seperti MASTODON era ‘Crack the Skye’/’The Hunter’. Dua bagian selanjutnya berisikan lagu-lagu SEPULTURA paling berbeda dari sebelumnya, babak ketiga terdiri dari materi yang merupakan pengembangan ‘Machine Messiah’, “Guardians of The Earth” adalah komposisi progressive metal yang di dampingi elemen simfonik dan choir megah, “The Pentagram” sebuah track instrumental menampilkan skill individu Andreas, Paolo, dan Eloy, dan “Autem” lagu yang kayaknya nyasar karena lebih cocok di taruh dalam babak kedua, karena lagu ini menjadi yang paling dekat dengan materi era ‘Roots’ walau masih di selipin elemen death/thrash. ‘Quadra’ ditutup dengan dua lagu yang mungkin bisa bikin orang kaget dengan evolusi musik SEPULTURA sekarang.
Setelah interlude singkat berupa permainan gitar akustik, Dalam “Agony in Defeat” SEPULTURA bereksplorasi lebih jauh lagi, mengambil pengaruh dari grup macam MOONSPELL sampai sturktur build-up ala DEVIN TOWNSEND, Derrick Green juga mampu membuktikan fleksibilitas teknik yang ia punya, dan clean vocal-nya dalam lagu ini menjadi salah satu momen paling powerful album ini, meskipun “Agony of Defeat” lebih cocok dijadikan penutup epik, ternyata masih ada satu lagu lagi yaitu “Fear, Pain, Chaos, Suffering”, sebuah lagu hard rock/heavy metal lempeng dan biasa-biasa aja yang mengundang duet Emmily Barreto (FAR FROM ALASKA), walaupun gak jelek-jelek lagu tersebut justru kurang cocok jadi closer yang justru membuat ‘Quadra’ jadi anti-klimaks, mungkin lebih pas di jadikan bonus track versi ekslusif. Meskipun harus menghadapi skeptisme dari fans lama mereka yang masih menolak move-on, SEPULTURA tak mau terjebak pada masa lalu, dan menunjukan kelas nya melalui evolusi musikal mereka dalam album ini, ‘Quadra’ bukan hanya menjadi album terbaik mereka semenjak ‘Arise’ yang dirilis puluhan tahun lalu, namun menjadi jilid baru saga SEPULTURA, yang meskipun bukan band yang muda lagi, tapi masih berapi-api dan berani menggali hal baru tak hanya jalan ditempat kayak kebanyakan band-band seumuran. ‘Quadra’ bukan hanya berhasil jadi pencapaian terbesar SEPULTURA selama dua dekade terakhir, namun juga menjadi salah satu modern thrash metal masterpiece sejajar dengan ‘Terminal Redux’ dari VEKTOR dan ‘Target Earth’ dari VOIVOD. (Peanhead)
9.5 out of 10