DYING WISH ‘Symptoms of Survival’ ALBUM REVIEW
SharpTone Records. November 3rd, 2023
Metalcore
Debut album DYING WISH, ‘Fragments of a Bitter Memory’, yang dirilis akhir tahun 2021 lalu bisa dibilang lumayan mencengangkan saya, pasalnya band asal Portland, Oregon, Amerika Serikat ini dengan sangat berhasil mampu mengenkapsulasi sound melodic metalcore era 2000’an, penuh throwback ke era dimana grup-grup seperti UNEARTH, BLEEDING THROUGH, DARKEST HOUR, IT DIES TODAY, sampe I KILLED THE PROM QUEEN dan HIMSA masih sangat digandrungi anak muda, DYING WISH pun tak berkutat di melodeath/core saja, karena album pertama mereka banyak bertebaran pengaruh metalcore yang lebih hardcore oriented kayak WALS OF JERICHO dll. Kemunculan DYING WISH lewat ‘Fragments of a Bitter Memory’ dan juga band lain layaknya WRISTMEETRAZOR dan FLAMES OF BETRAYAL, yang merilis album ditahun sama, saya rasa memberikan penyegaran pada scene metalcore kekinian, karena meskipun para dedengkot (yang belum bubar) nya masih sangat aktif dan populer, band-band metalcore baru yang mampu mencuat kepasaran rata-rata kalo gak nge-djent atau pake embel-embel progressive, paling menjurus alternative metal/nu-metal, utungnya dari scene HC banyak bermunculan nama-nama macam KNOCKED LOOSE, JESUS PIECE, KUBLAI KHAN, END, SEEYOUSPACECOWBOY, dan tentunya DYING WISH, yang menurut saya mampu menyelamatkan scene metalcore dari redundansi.
Lewat full-length kedua mereka, bertajuk ‘Symptoms Of Survival’, DYING WISH membuktikan kalau mereka bukan band nostalgia belaka, karena Emma Boster, Pedro Carrillo, Sam Reynolds, Jeff Yambra, Jon Mackey berhasil meracik komposisi yang tak hanya medok sound melodic death/metalcore saja, namun kali ini mereka juga banyak memasukan elemen-elemen deathcore hingga flying whalecore (aka GOJIRA-core) kedalam materi-materi terbaru, selain itu Emma Boster juga semakin rajin menggunakan clean vocal namun dengan porsis yang sesuai dan tak berlebihan, dengan penempatan dalam struktur lagunya pun tak jarring alias maksa. Tetapi meskipun ‘Symptoms Of Survival’ punya trek pembuka yang lebih ngena dari album sebelumnya, lewat title track yang mampu menonjok pelipis, sususan tracklist album ini saya rasa masih tetep terasa sedikit acak-acakan, flow-nya gak dapet dan bikin mayoritas track jadi seperti membaur antara satu sama lain, padahal kalo sedikit digeser-geser dan tukar posisi, sudah pasti ‘Symptoms Of Survival’ bakalan lebih maksimal, karena DYING WISH banyak melontarkan nomor-nomor berbahaya dari yang nampol dan brutal as fukk kek “Prey For Me”, “Tongues Of Lead”, “Hell’s Final Blessing”, dan title track, hingga yang kentel melodic metalcore model “Path To Your Grave”, “Kiss Of Judas”, “Torn From Your Silhouette”, dan “Lost In The Fall”, hingga nomor emo ballad “Paved In Sorrow” yang masih belum lupa akar, sayangnya “Watch My Promise Die” dan “Starved” yang agak medioker justru ditaruh awal-awal. Secara produksi meskipun masih di handle oleh Randy LeBoeuf, ‘Symptoms Of Survival’ terdengar lebih kekar berotot, teksur gitarnya lebih crunchy dan gebukannya drumnya terasa powerful, secara keseluruhan ‘Symptoms Of Survival’ adalah album yang jauh lebih beberbahaya dari album debut, dan DYING WISH mampu memuntahkan rilisan metalcore terbaik tahun ini, berhasil menggeser rekan satu label mereka POLARIS dari puncak klasemen. (Peanhead)
9.4 out of 10