fbpx

ALBUM REVIEW: DUSK IN SILENCE – BENEATH THE GREAT SKY OF SOLITUDE

DUSK IN SILENCE ‘Beneath the Great Sky of Solitude’ ALBUM REVIEW

Flowing Downward. April 20th, 2021

Atmospheric/Melodic black metal

DUSK IN SILENCE one-man black metal asal Blitar yang dimotori oleh H. aka Bangoen (drummer band brutal death metal INVERTED), baru saja melepaskan album pertamanya ‘Beneath the Great Sky of Solitude’ lewat Flowing Downward, sub-label Avantgarde Music asal Italia yang menspesialisasikan diri di jalur atmospheric/post-black metal. DUSK IN SILENCE sendiri bukan percobaan black metal pertama sang empunya, sebelumnya AS BRIGHT AS THE STARS yang lebih melankolis, telah merilis split album bareng LAMENT tahun 2019. DUSK IN SILENCE apabila ditelaah sebenarnya tidak terlalu atmosferik-atmosferik amat, dan moniker post-black metal sangatlah kurang cocok, mengingat komposisinya tak banyak ngandelin elemen post-rock/metal ataupun shoegaze, yang pengaruhnya nihil dalam album ini. Meskipun influence grup atmospheric metal model sekarang macam SAOR dan DER WEG EINER FREIHEIT masih cukup terasa, namun overall ‘Beneath the Great Sky of Solitude’ lebih condong berkiblat ke black metal Germania dengan sedikit hawa-hawa melodi ala Finnish melodeath dan ruh Sognametal ala WINDIR dan para penerusnya.

Untuk ukuran sebuah album penuh ‘Beneath the Great Sky of Solitude’ termasuk rada kependekan, materi lagunya pun agak masih kurang beragam, racikanya kadang masih formulaic, berkutat di zona yang sama. Title track “Dusk In Silence”, “The Goddess of Eclipse”, dan “An Ode to Eternity” kadang mengingatkan saya pada nuansa nostalgia yang saya temui dalam debut mini-album dari VALLENDUSK dulu, bedanya DUSK IN SILENCE bahkan mampu terdengar jauh lebih bersemangat lagi, disamping didukung genjotan blast-beat dan double bass yang padat, pemilihan riffing dan melodinya juga lumayan epic dan kolosal, bisa membuat jiwa raga jadi bergelora, sangat kontras dengan liriknya yang muram dan penuh krisis eksistensial. Sayangnya setelah lagu ketiga yang udah terlanjur mencapai emotional peak, ‘Beneath the Great Sky of Solitude’ malah jadi seperti jalan ditempat, “Wandering the Mortal Realm” awalnya menjanjikan dengan tempo agak diturunkan, tapi ujung-ujungnya komposisi dan flow Crescendonya kurang lebih derivatif dari tiga trek sebelumnya, dan akhirnya menjadi glorified intermission yang numpang lewat begitu saja.

Dua lagu terakhir dalam album “Towards the Infinite Horizon” dan “Dekap” masih mengikuti formulasi yang masih seragam dengan empat track lainya, walaupun melodi lead guitar nya sudah banyak menawarkan variasi, namun pattern drum yang digunakan masih gitu-gitu aja, vokalnya sedikit datar dan kurang berasa tenaganya, ‘Beneath the Great Sky of Solitude’ juga sangat minim dinamika karena semua lagu dalam album terjebak dalam struktur lagu generik, yang masih terlalu sebelas-duabelas antara satu sama lain. Tetapi hal-hal tersebut saya rasa bakalan mudah diperbaiki dalam proses penulisan album berikutnya, karena jelas DUSK IN SILENCE sudah berada di trayek yang benar, tak terperangkap gimik atmospheric/post-black metal belaka, turut melebar bereksplorasi di wilayah melodic black metal, dan emosi yang disampaikan pun udah dapet, khususnya dalam tiga lagu pertama plus “Dekap”. Dari segi performa dan teknis rekaman DUSK IN SILENCE juga sudah diatas rata-rata untuk sebuah grup black metal lokal, jadi layak lah mengapa DUSK IN SILENCE jadi salah satu band black metal yang menjadi komoditi panas saat ini di scene dalam negeri. (Peanhead)

7.0 out of 10