ALBUM REVIEW: BLACK BREATH – SLAVES BEYOND DEATH

BLACK BREATH ‘Slaves Beyond Death’ ALBUM REVIEW

Southern Lord Records. September 25th, 2015

Death metal/Thrash metal

Waktu ‘Slaves Beyond Death’ baru dirilis enam tahun lalu, saya termasuk yang cukup kecewa, karena dalam LP ketiga grup crossover Seattle ini mendadak berubah wujud jadi band death metal tulen, elemen hardcore dan crust punk yang membuat ‘Heavy Breathing’ (2010) dan ‘Sentenced to Life’ (2012) begitu fenomenal sekaligus unik, hampir sepenuhnya telah dikesampingkan, band ini lebih memilih untuk memprioritaskan sound metal kematian khas negara Swedia, yang memang sudah semenjak BLACK BREATH diformasikan telah mendarah daging. BLACK BREATH sendiri juga salah satu aktor yang mempopulerkan kembali efek Boss HM-2 Heavy Metal Pedal pada generasi metalhead/hardcore kids bareng NAILS, ROTTEN SOUND, TRAP THEM, BLOODBATH, dan HARM’S WAY, dan meskipun perubahan drastisnya agak sekonyong-konyong sekaligus melenceng dari formulasi ‘Sentenced to Life’ yang notabene salah satu album terbaik dekade 2010’an, evolusi BLACK BREATH dari jagoan hardcore yang kecanduan ‘Wolverine Blues’ dan ‘Morbid Tales’, menjadi penggali kuburan tengah malam berkaos  ‘Purgatory Afterglow’ sangat masuk akal. Namun karena udah terlanjur sangat kesemsem dengan raw energy dua album sebelumnya, pendekatan berbeda BLACK BREATH dalam penulisan komposisi ‘Slaves Beyond Death’ membuat saya awalnya menolak mentah-mentah album ini, sampai akhirnya ketika global lockdown yang membuat supply rilisan baru sedikit terhambat, mendorong untuk menggali kembali album-album yang dulu sempat saya cuekin hanya setelah sekali dengar.

Mutasi BLACK BREATH dari ‘Sentenced to Life’ dari ‘Slaves Beyond Death’ sangatlah signifikan, Neil McAdams jadi menggunakan teknik death growl bengis tipikal vokalis extreme metal, tak lagi berteriak layaknya seorang frontman band hardcore yang sedang mengomandoi moshpit penuh sesak. Selain itu struktur lagu yang digunakan menjadi agak berbelok-belok alias tidak cuma lurus saja kayak dulu, materi langsung ngegas dari dua full-length sebelumnya telah hilang seluruhnya, delapan track yang disajikan dalam ‘Slaves Beyond Death’ berdurasi diatas lima atau enam menit, banyak introduksi/prelude, transisi dan pergantian riff pada setiap lagu. Influence dar grup senior macam ENTOMBED, DISMEMBER, GRAVE dkk tentunya tetap ketara, tapi ‘Slaves Beyond Death’ turut dirasuki METALLICA khususnya era ‘Ride The Lightning’ dan ‘Master of Puppet’, pengaruh tersebut paling medok dalam lagu “Seed of Cain” yang mengutilisasikan kocokan thrash, clean tone, solo gitar melodius, hingga bagian sing along yang sepertinya terinspirasi “Creeping Death”, kemudian “Burning Hate” terdengar seperti Lars Ulrich dkk kalau pindah pindah ke Stockholm terus nongkrong di Sunlight Studio, lalu sebagai penutup album BLACK BREATH mempersembahkan “Chains of the Afterlife” sebuah nomor instrumental hampir delapan menit ala “The Call of Ktulu” dan “Orion”.

Bos GodCity Studios sekaligus gitaris CONVERGE, Kurt Balou masih duduk dikursi produser, jadi kualitas rekaman dan produksi album ini tetap sepaten ‘Heavy Breathing’ dan ‘Sentenced To Life’. Fans lama pun saya rasa sebenarnya bakalan mudah mencerna lagu titular ‘Slaves Beyond Death’ yang bisa dibilang merupakan “Endless Corpse” Part 2, begitu pula “Arc of Violence” yang berpatokan pada groove dan riffing model New York Hardcore, trek tersebut juga sebuah palate cleanser pas karena empat lagu sebelumnya ngebut-ngebut semua. Walaupun “Pleasure, Pain, Disease”, “Reaping Flesh”, “Seed of Cain”, dan “Arc of Violence” dapat dikatakan sebagai berhasil, namun sisa lagu lainya malahan kurang nampol, baik title track dan “Burning Hate” terlalu bertele-tele, “A Place of Insane Cruelty” menjadi track terburuk yang pernah ditulis BLACK BREATH karena luar biasa boring as f*@#!, dan “Chains of the Afterlife” boleh lah diapresiasi percobaanya, tapi hasil akhirnya nya malah terdengar maksa layaknya METALLICA  versi kw 2 tanpa ada satu section pun yang memorable. Setelah menyelsaikan tur pada penghujung 2016, BLACK BREATH seperti menghilang begitu saja, satu-satunya kabar yang datang hanyalah kabar duka pada awal 2020, Semoga saja meskipun sedang hiatus berkepanjangan dan kehilangan personil penting (R.I.P Elijah Nelson), BLACK BREATH bakalan comeback suatu hari lagi dengan album lebih beringas, karena ‘Slaves Beyond Death’ lumayan hit or miss dan disayangkan saja jika album terakhir dari band ajaib ini justru medioker aja. (Peanhead)

7.0 out of 10