BETWEEN THE BURIED AND ME ‘Colors II’ ALBUM REVIEW
Sumerian Records. August 20th, 2021
Progressive metal/Technical death metal
Empat belas tahun lamanya sejak BETWEEN THE BURIEAD AND ME melepaskan album seminal ‘Colors’ (2007), grup progressive metal yang dimotori Tommy Giles Rogers Jr., Paul Waggoner, Dustie Waring, Dan Briggs, dan Blake Richardson ini sepertinya memang diharuskan untuk menghasilkan sebuah statement kembali, demi melegitimasi eksistensi mereka dalam scene musik keras saat ini, pasalnya semenjak high point dalam karir mereka yaitu ‘The Parallax II: Future Sequence’ (2012), band yang sudah lalu lalang di dunia permusikan sejak tahun 2000 silam ini emang kayak rada melempem, full-length ketujuh mereka ‘Coma Ecliptic’ (2015) kayak sedikit mencoba menghilangkan jejak metalcore dan death metal dalam komposisi mereka, ditambah lagi duology ‘Automata’ yang ngeselin karena entah dapet inspirasi strategi marketing dari mana, sebuah album yang nyampe 70-menit aja kagak, malah dipecah jadi dua part, lalu dijual terpisah biar cuan mungkin, iya sih ‘Automata’ udah kembali ke jalur yang benar dan terdengar lebih extreme dari LP sebelumnya, tapi bagian pertamanya punya kualitas jomplang, kalo dibandingkan part kedua yang lebih berani, eksploratif, provokatif, dan yang paling penting catchy parah lurd, bait “..please pick up the phone … it’s been ringing for years now” (“The Proverbial Bellow”), kata penutup “We are in this together…” (“The Grid”), dan swing metal ala DIABLO SWING ORCHESTA/DEVIN TOWNSEND di “Voice of Trespass”, sampai saat ini pun masih sering terngiang-ngiang dikepala.
Tapi BETWEEN AND THE BURIED AND ME (red: selanjutnya disingkat BTBAM) cukup nekad, membuat sequel karya selegendaris ‘Colors’, yang dulu meleburkan distingsi antara progressive metal, metalcore, dan death metal dengan ciamik, yang langsung membawa mereka jadi living legends, statement sih statement tapi ‘Colors II’ punya kans besar mengecewakan atau malah mengalienisasi penggemar mereka sendiri kalo hasilnya flop, yang sudah pasti punya nostalgia ke era tersebut. Untungnya BTBAM termasuk berhasil menghasilkan sequel yang pantas dan layak, macam Blade Runner 2049 si Denis Villeneuve dulu, track pembuka “Monochrome” imo merupakan opening terbaik BTBAM since kombo “Mirrors/Obfuscation” dari ‘The Great Misdirect”, berawal dari sebuah balada piano sebelum jadi monster metal kematian teknikal, lalu disamber “The Double Helix of Extinction” dengan riffing pembuka menjurus slam/brutdet, sebelum dihajar groove bogem GOJIRA-esque, dan selama sembilan menit mereka mampu mempertahankan momentum, meski loncat kesana kemari. Lewat “Revolution In Limbo” BTBAM masih kesetanan, tapi dengan sentuhan nuansa latin lewat permainan lead guitar dan juga synth samar-samar, hingga bener-bener nampilin break beraroma Andalusia pekat, kemudian tanpa jeda nongol lah “Fix The Error”, yang mengedepankan pakem metalcore/hardcore (dengan lirik nge-punk banget) tapi tetep dengan twist tersendiri, kali ini dalam bentuk drum battle antara Mike Portnoy (DREAM THEATER), Navene Koperweis (ENTHEOS), dan Ken Schalk (CANDIRIA), dan juga bagian bercorak power metal mulai pertengahan menit kedua, sebelum dihajar breakdown nampol sekonyong-konyong.
Walaupun pendengar masih kelojotan gara-gara marathon empat lagu sableng, eh tanpa ada waktu bernafas “Never Seen / Future Shock” digelontorkan begitu aja, dengan aransemen progressive death metal kolosal bak riff salad , yang banyak memadukan berbagai pengaruh, entah itu SUFFOCATION, JEHTRO TULL, YES, hingga RUSH, semua digodok jadi satu, plus chorus ala arena rock kok sedikit bikin déjà vu sama ALKALOID, dan setelah semua pendengar dibawa hampir overdosis, jeda akhirnya datang via “Stare Into The Abyss” dengan atmosfir ethereal prog-nya, meskipun hanya sekejab sebelum dibantai lagi. Tapi masuk lagu ke tujuh BTBAM jadi kayak overindulgence banget dan mulai meracau tanpa benang merah jelas, “Prehistory” terdengar gak perlu banget dan buang-buang waktu, lalu “Bad Habits” dan “The Future Is Behind Us” terdengar miss parah, begitu pula “Turbulent” yang too forgetable, tapi “Colors II” terselamatkan “Sfumato/Human Is Hell (Another One with Love)”, sebuah nomor progressive metal super kompleks penuh twist ngehe dengan durasi seperempat jam, sebuah ending yang patut ditaruh kedalam ‘the best of’ BETWEEN THE BURIED AND me kelak nanti, selain itu timbre Tommy Giles Rogers Jr. kalo dipikir kok makin kesini semakin mirip James LaBrie (ketemu Morean), yang mungkin bisa bikin orang yang dulu males denger vokalnya karena terlalu emo jadi gak jiper buat denger sekarang, dan bagi yang sudah mengkultuskan ‘Colors’ kayaknya bakal bisa girang, karena BTBAM banyak memasukan callback dan easter egg, yang ada baiknya tak saya bocorkan disini. Jelas ‘Colors II’ belum bisa menandingi predecessor-nya, karena faktor side b yang agak kurang fokus dan ngena, belum lagi durasi kepanjangan dan lupa diri (padahal ‘Colors’ dulu pas banget, alias padat di enam puluh menitan), namun dibandingkan rilisan-rilisan BTBAM lain sejak 2021, ‘Colors II’ sudah pasti yang paling enjoyable dari awal sampai akhir, malah menurut saya album ini masuklah kedalam jajaran top 4 karya terbaik mereka, bersama ‘Colors’, ‘The Parallax II’, dan ‘Alaska’. (Peanhead)
9.0 out of 10