ALBUM REVIEW: BARONESS – STONE

BARONESS ‘Stone’ ALBUM REVIEW

Abraxan Hymns. September 15th, 2023

Progressive metal/Alternative metal

Akhirnya!! Salah satu album paling ditunggu-tunggu tahun 2023, ‘Stone’, dirilis juga bulan September kemarin, tentunya banyak yang menaruh ekspektasi tinggi pada album keenam dari BARONESS, follow-up langsung dari album ambisius ‘Gold & Grey’, yang banyak dianggap oleh para fans sebagai momen resurgensi band progressive rock/metal asal Savannah, Georgia ini, pasalnya ‘Gold & Grey’ memperkenalkan formasi terkuat BARONESS semenjak ‘Blue Records’, dimana John Baizley sebagai satu-satunya personil orisinil, dibantu oleh pembetot bass Nick Jost, drummer jenius namun underrated Sebastian Thomson (TRANS AM, WEIRD WAR), dan sejak 2017 bergabunglah Gina Gleason, menggantikan Pete Adams, yang saya rasa punya andil besar (bersama personil baru lain) menyetir sound BARONESS menjadi jauh lebih berani, karena meskipun baik ‘Yellow & Green’ plus ‘Purple’ mendapatkan respon positif, dua album tersebut kadang masih terdengar nanggung eksperimentasinya, tak seperti  ‘Gold & Grey’ yang ekspansif dan penuh nomor-nomor ciamik.

Tapi sepertinya BARONESS tak mau membuat album yang sama ketika sedang meracik racun terbaru mereka, karena buktinya ‘Stone’ berbanding terbalik dengan ‘Gold & Grey’, karena alih-alih makin kemana-mana wara-wiri eksperimen, BARONESS justru menjadikan ‘Stone’ sebagai album back-to-the-roots mereka, meskipun masih bertebaran sound dari dua rilisan sebelumnya. Keputusan kembali ke-akar tersebut juga membuat full-length teranyar mereka, menjadi LP paling heavy semenjak ‘Blue Records’, belum lagi BARONESS tak lagi memakai jasa Dave Fridmann, yang menurut saya gagal total mengemas album se-fenomenal ‘Gold & Grey’, malah menjadinkannya terkompresi parah sampe sember dan nge-brickwalled banget. Kali ini BARONESS mengerjakan album baru secara diy tanpa jasa produser, tapi tetep dengan bantuan teknis dari Jun Murakawa dan Joe Barresi (mixing) lalu Bob Ludwig (mastering), hal ini membuat ‘Stone’ terdengar sangat crisp dan nendang tanpa cacat, gak kebayang seandainya ‘Gold & Grey’ dikerjakan ulang oleh tim ini. ‘Stone’ dibuka dengan into singkat “Embers”, yang langsung di hajar dengan salah satu lagu paling joss dari rilisan ini, “Last Word”, selanjutnya “Beneath the Rose” punya nuansa classic prog sludge ala BARONESS sangat medok, dengan bagian verse spoken word tak lazim namun chorus-nya tetap memorable, thanks to harmonisasi apik antara John dan Gina.

Namun entah kenapa “Beneath the Rose” ending nya abrupt gitu, malah dilanjutin dengan extended coda yang lumayan boring, yang sebenernya gak perlu banget seandainya ending trek sebelumnya dibuat sewajarnya. Setelah interlude singkat “The Dirge” yang pendek tapi efeknya berhasil dalam membangun antisipasi ke nomor berikutnya, “Anodyne”, dimana detik-detik awalnya jadi malah ngingetin ke QUEENS OF THE STONE AGE, overall lagu ya heavy sih tapi sedikit bland. Tiga berikutnya “Shine”, “Magnolia”, dan “Under the Wheel” merupakan tiga pencapaian tertinggi BARONESS sebagai sebuah band progressive rock/metal lewat aransemen yang gampang banget lengket dikepala, plus gak bertele-tele/ngelantur ditambah melodinya ngena pol!, dan sebagai penutup BARONESS menghadirkan trek akustikan syahdu “Bloom” yang justru pas banget buat mengakhiri ‘Stone’, apalagi setelah pendengar dihajar habis-habisan dari awal Side B, belum lagi buat pembeli versi deluxe masih ada bonus enam penampilan live pecah dari Your Baroness Tour. Dengan hasil produksi yang akhirnya baru bener, setelah dua album rada ampas, ‘Stone’ tentunya menjadi album BARONESS paling gampang dicerna sejak ‘Blue Records’, namun meskipun ‘Gold & Grey’ banyak dikritisi kebanyakan interlude nyampah, namun album itu menurut saya masih punya nomor-nomor yang lebih kuat daripada ‘Stone’, karena ya Side A album ini hanya punya “Last Words” dan “Beneath the Rose” saja yang noteworthy, tapi saya rasa buat penggemar lama BARONESS, ‘Stone’ masih tetap album wajib mengingat disini mereka memboyong lagi riffing nendang dari dua album pertama, namun dengan tetap mempertahankan hasil percobaan-percobaan mereka dari tahun 2012. (Peanhead)

8.3 out of 10