ABIOTIC ‘Ikigai’ Album Review
The Artisan Era. February 12th, 2021
Progressive deathcore/Technical death metal
Akhirnya ABIOTIC comeback juga setelah setengah dekade mati suri, sebenarnya tahun 2019 lalu quintet pengusung technical deathcore in sempat melek sebentaran buat memuntahkan single “Emerald”, tapi mungkin karena nyawanya belum kekumpul semua mereka balik tidur lagi sambil ngumpulin tenaga dan materi baru. Pada peruh pertama 2010-an nama ABIOTIC sebenarnya merupakan salah satu grup berlabel label technical deathcore paling disegani bareng THE FACELESS, FALLUJAH, WRVTH dan RINGS OF SATURN, namun karena masalah internal dan problem finansial membuat mereka memutuskan undur diri prematur, padahal album kedua ‘Casuistry’ baru aja dirilis Metal Blade Records setahun sebelumnya. Nama ABIOTIC nongol lagi kepermukaan setelah Matt Mendez, Johnathan Matos, dan Travis Bartosek dan pembetot bass baru Kilian Duarte (dari band prog rock unggulan SCALE THE SUMMIT) memberikan tanda-tanda buat reuni pada pertengahan 2018, drummer/engineer Anthony Lusk-Simone lalu turut masuk untuk mengisi kekosongan posisi penggedor bedug. Dengan formasi teranyar tersebut ditambah bekingan label spesialis technical death metal paling ngeri saat ini, The Artisan Era, ABIOTIC melepaskan album ketiga mereka berjudul “Ikigai”, yang sudah pasti langsung menarik perhatian pas ngeliat artwork menyilaukan mata menggambarkan samurai lagi seppuku, karya illustrator sedang naik daun Caelan Stokkermans.
Tak sekedar reuni doang terus cuma rehashing jurus-jurus lama, ABIOTIC layaknya pendekar yang baru turun gunung abis bertapa bertahun-tahun lamanya, kembali dengan paradigma baru, tak hanya bermodalkan komposisi ngejelimet yang menjurus ke technical wankery saja, dalam ‘Ikigai’ mereka meracik format technical/progressive deathcore yang lebih terbarukan, Sedikit mencontek grup-grup seangkatanya yaitu FALLUJAH dan THE CONTORTONIST, keduanya menghasilkan dua benchmark baru skena techdeath dengan ‘Dreamless’ dan ‘Intrinsic’, ketika ABIOTIC lagi fase hidup segan matipun tak mau. Alhasil pendekatan yang berbeda tersebut menyebabkan ‘Ikigai’ terdengar lumayan dinamis sekaligus punya penekanan yang lebih kuat pada pembangunan atmosfir, jadi meskipun sepuluh lagu dalam ‘Ikigai’ punya warna dan karakteristiknya masing-masing, secara overall album ini masih terdengar kohesif, malah menurut saya ‘Ikigai’ adalah salah satu album yang sulit untuk diketeng, dan wajib dihatamkan langsung dari intro bernuansa asia timur “Natsukashii” hingga track paripurna “Gyokusai”, karena banyak lagu yang nyambung antara satu sama lain. Penulisan lirik dalam juga lebih menarik untuk dibaca dengan seksama, mengangkat isu-isu berat seperti mental health sampai kerusakan lingkungan. Tetapi ‘Ikigai’ saya rasa terlalu backloaded karena lagu-lagu the best nya malah baru keluar mulai pertengahan album, side B punya lagu-lagu gila seperti “Souvenir of Skin” yang turut mengundang pentolan THE BLACK DAHLIA MURDER, Trevor Strnad, selain itu ada “Her Opus Mangled” yang sarat groove /riffing macam GOJIRA dan menyelipkan jazzy breaks plus solo bass dari Jared Smith (ARCHSPIRE).
Dalam lagu penultimate “Grief Eater, Tear Drinker”, ABIOTIC ngajak mantan vokalis THE CONTORTONIST, Jonathan Carpenter buat collab, sebuah bukti pendewasaan bermusik ABOTIC (walaupun rada mirip THE FACELESS sih), karena sekarang mereka tak lagi sekedar mengandalkan atraksi skill atau slamming riff klise belaka. Side A sendiri meskipun cukup impresif seperti title track dan “Smoldered”, namun “Covered the Cold Earth”, “The Wrath”, dan “If I Do Die” (featuring Brandon Ellis) bisa bikin ilfil kalo disetel pada momen/mood yang gak tepat, karena breakdown ketiga trek tersebut kelewat gimmicky banget, dan sudah pasti bisa membuaat penggemar technical death metal garis keras langsung menutup telinga, bisa jadi elemen deathcore sengaja tetap dipertahankan agar fans lama enggak kabur semua, karena minimal masih ada lah part buat kepala mereka goyang, apalagi baik The Wrath”, dan “If I Do Die” dibungkus unsur simfonik juga yang emang lagi in sekarang-sekarang. Kalau dibandingkan dengan ‘Symbiosis’ dan ‘Casuistry’, jelas ‘Ikigai’ level nya sudah jauh melampau dua album pertama ABOTIC tersebut, baik itu dari sisi songwriting begitu pula dari sisi produksinya, yang dipegang langsung sang penggebuk drum Anthony Lusk-Simone. Sayangnya meskipun didukung musisi-musisi tamu mentereng, karena dirilis pada awal tahun, ‘Ikigai’ punya kemungkinan besar bakal terlupakan dalam daftar album terbaik 2021 berbagai media/publikasi, maklum biasanya dalam list tersebut yang muncul rata-rata kebanyakan rilisan dari agustus hingga november akhir, apalagi band-band yang udah gede namanya, biasanya pada rilis pada bulan-bulan tersebut alias jadi awards bait buat meningkatkan penjualan, padahal ‘Ikigai’ setidaknya bisa dibilang merupakan album di kelas deathcore terbaik tahun ini, dan patut untuk dicoba bagi mereka yang open-minded. (Peanhead)
8.2 out of 10