1914 ‘The Blind Leading The Blind’ Album Review
11 November 2018
Archaic Sound/Napalm Records (Reissue)
Blackened death/doom
Tema peperangan dalam genre heavy metal adalah suatu hal yang sudah sangat lumrah sudah semenjak aliran ini mencuat ke publik awal 70’an, baik untuk menyebarkan pesan anti-war seperti “War Pigs” nya the godfather of metal BLACK SABBATH, yang mengkritisi Vietnam War, ada juga yang murni terinspirasi momen-momen penting dalam sejarah tanpa ada pesan tertentu seperti IRON MAIDEN dengan “The Trooper” (berdasarkan Battle of Balaclava 1984) dan “Aces High” sebuah lagu yang ditulis dari sudut pandang pilot RAF saat Battle of Britain 1940, dan tentunya ada grup macam SLAYER yang kerap menulis lagu-lagu bertema perang layaknya cerita horror penuh kekejian dan kekejaman. Bahkan sub-genre War metal yang dipelopori BLASPHEMY, COQUEROR, ARCHGOAT, BEHERIT, IMPIETY belakangan jadi lumayan populer di scene bawah tanah, begitu pula band power metal macam SABATON dan CIVIL WAR yang getol menulis lirik bertemakan historic war dengan cukup detil gak kalah dengan History Channel. Grup extreme metal asal Ukraina 1914 dengan album keduanya yang bertajuk ‘The Blind Leading The Blind’, sesuai nama mereka tentunya masih mengusung tema Perang Dunia I aka The Great War, dan sebagai bentuk dedikasi album ini juga dirilis pada 11 November 2018 bertepatan dengan 100 tahun semenjak Armistice Day.
‘The Blind Leading The Blind’ dibuka degan sebuah intro berjudul “War in” berisikan excerpt lagu propaganda “Your King and Country Want You” yang digunakan pemerintah Britania Raya untuk merekrut anak-anak muda ke medan perang, yang dilanjutkan dengan “Arrival. The Meuse-Argonne” sebuah lagu spektakuler dengan riffing mematikan, menggambarkan kebrutalan Agresi Meuse–Argonne 1918 di Front Barat yang menjadi momen penting yang membawa kemenangan pasukan sekutu atas Kekaisaran Jerman, namun menelan ratusan ribu korban jiwa. Komposisi musik 1914 sendiri walaupun tak menawarkan sesuatu yang benar- benar baru, telah berhasil menggabungkan Swedish black metal ala MARDUK, DARK FUNERAL, SACRAMENTUM dengan death metal sekolah lama model ASPHYX, OBITUARY dan BOLT THROWER yang tak banyak basa-basi. Bagi saya sendiri album ini menjadi penjelmaan kawin silang antara tiga album favorit sepaniang masa versi pribadi, yaitu ‘The IVth Crusade’, ‘Those Once Loyal’ nya BOLTY plus ‘Under The Sign of The Iron Cross’ dari GOD DETHRONED. “A7V Mephisto” dan “High Wood. 75 Acres of Hell” menjadi dua contoh konkret hybrida biadab tersebut, yang alih-alih mencoba dileburkan jadi satu, unsur black metal, death metal, dan doom/sludge, justru dipisahkan kedalam bagian-bagian nya tersendiri dengan transisi yang sangat efektif dan halus.
Korps yang di pimpin langsung oleh 2.Division, Infanterie-Regiment Nr.147, Oberleutnant – Dmytro Kumar bersama Liam Fessen dari 37.Division, Feldartillerie-Regiment Nr.73 ini sepertinya juga tak lupa dengan roots beberapa personil nya yang besar di scene hardcore/punk dengan membawakan “Beat the Bastards” dari THE EXPLOITED yang dibuat versi lebih ekstrim, kemudian dilanjutkan dengan intermisi “Hanging on the Old Barbed Wire” sebuah lagu dari para prajurit untuk mengkritisi pimpinan mereka, yang sembunyi dibelakang layar disaat tentara-tentara mati bergelimpangan di Parit dan sempat dibawakan oleh grup anarcho-punk CHUMBAWAMBA dalam album ketiga mereka ‘English Rebel Songs 1381–1984’. Lagu ketujuh “Passchenhell” 1914 turut mengundang Dave Ingram (BENEDICTION, ex-BOLT THROWER) dan di iringi pula melodi violin mencekam yang menambah atmosfir kelam lagu. lalu “C’est mon dernier pigeon” ditulis berdasarkan kisah 600 tentara Prancis mempertahankan Fort Vaux di bawah pimpinan Major Raynal, yang mampu melawan gempuran pasukan Jerman dengan jumlah berkali lipat lebih banyak, tanpa harus menglorifikasikan perang itu sendiri namun menggambarkan potret kegilaan peperangan.
Dalam menit-menit akhir ‘The Blind Leading The Blind’, 1914 melemparkan dua buah nomor dengan pesan anti-war sekaligus realitas suram trench war yang cukup jelas dalam “Stoßtrupp” dan “The Hundred Days Offensive”, kedua lagu tersebut juga menggunakan potongan dialog dari film ‘All Quiet on the Western Front’ (1930), penggunan nya pun tak asal-asalan karena mampu meningkatkan nuansa penuh hopelessness dan despair lagu, lalu dalam magnum opus seperenam jam “The Hundred Days Offensive” potongan monolog dari karakter utama Paul Bäumer di integrasikan langsung kedalam lagu bukan jadi sekedar intro belaka. ‘The Blind Leading The Blind’ jelas telah menjadi salah satu album metal berkonsep peperangan terbaik of all time, album ini berhasil membeberkan gambaran gelap World War I secara relistis dan detail, dari berbagai sudut pandang tanpa embel-embel politik, propaganda juga nasionalisme, dan 1914 disaat band death metal lain banyak memilih jalur rekaman busuk, band ini memilih sound produksi yang cenderung lebih modern, tanpa harus jadi steril, sekaligus bisa mengakomodir artikulasi narasi death growl Dmytro Kumarberg yang terdengar jelas. Akhirnya setelah menunggu dua tahun lamanya, singgasana yang kosong semenjak BOLT THROWER dan HAIL OF BULLETS memutuskan untuk lengser telah terisi oleh oleh 1914. Peanhead
“For the Fallen Ones
Because those who cannot remember the past are condemned to repeat it”
9.5 out of 10