UNDERWATER
Sutradara: William Eubank
USA (2020)
Review oleh Tremor
Underwater adalah sebuah film sci-fi / creature horror PG-13 yang disutradarai oleh William Eubank. Sepertinya Eubank memang sangat tertarik dengan genre sci-fi karena ini adalah film sci-fi ketiganya setelah sebelumnya membuat Love (2011) dan The Signal (2014). Tapi baru pada Underwater-lah Eubank memasuki teritori horror, dan ia berhasil mengerjakannya dengan sangat baik. Dirilis pada tahun 2020 menjadi momen yang menyegarkan bagi para penggemar teror dasar laut dengan “rasa” outer space, karena rasanya sudah lama film yang meneruskan tradisi The Abyss (1989), Leviathan (1989), The Rift (1990), hingga Sphere (1998) semacam ini tidak hadir di bioskop.
Plot Underwater sangat sederhana. Sebuah perusahaan tambang bernama Tian Industries melakukan pengeboran di dasar Mariana trench, palung bawah laut terdalam di dunia dengan kedalaman mencapai 7 mil (11,2km!) Film ini tidak banyak membuang-buang waktu. Hanya butuh beberapa menit saja sejak film berjalan, ketegangan langsung dimulai. Di bangunan stasiun utama pengeboran, Norah adalah salah satu awak mekanik yang sedang bersiap-siap untuk bekerja di saat awak lainnya tidur lelap. Tiba-tiba sesuatu yang ia pikir sebagai gempa bumi menghantam dan menghancurkan struktur bangunan stasiun. Norah berusaha membangunkan crew lain sambil menyelamatkan diri berlomba-lomba dengan tekanan air laut yang mulai mengoyak dinding. Akhirnya Norah dan beberapa survivor berhasil berkumpul di dalam ruang kontrol yang sekat keamanannya sudah terkunci secara otomatis, melindungi mereka dari tekanan air di luar. Tapi waktu mereka tidak banyak, apalagi kalau harus menunggu datangnya bala bantuan dari permukaan. Cepat atau lambat seluruh bangunan akan hancur karena tekanan bawah laut tak bisa dibendung lagi. Satu-satunya pilihan untuk menyelamatkan diri adalah dengan berjalan kaki di dasar laut menuju fasilitas pengeboran terdekat bernama Roebuck, di mana mereka bisa menggunakan pod penyelamatan (escape pods) yang ada di sana agar bisa segera naik ke permukaan. Namun bukan berarti pilihan ini tidak beresiko. Meskipun mereka memiliki pakaian pelindung bawah air yang sanggup menjaga tubuh mereka dari tekanan air di dasar laut, tapi belum pernah ada yang melakukan hal ini sebelumnya. Beberapa dari mereka juga tidak yakin apakah persediaan oksigen di pakaian bawah air mereka akan cukup hingga tiba di Roebuck. Sayangnya, mereka tidak memiliki pilihan lain yang lebih aman. Saat mereka semua mencapai dasar laut, akhirnya mereka menyadari bahwa aktifitas pengeboran telah membangunkan sesuatu yang mengerikan dari tidur panjangnya.
Pengaruh kuat film Alien (1979) dalam film Underwater sudah terasa sangat kuat sejak film ini dimulai. Namun karena film ini berlokasi di bawah air, tentu saja kita akan lebih teringat dengan trend film-film sci-fi horror / action bawah air di akhir tahun 80-an seperti Deepstar Six (1989), Leviathan (1989) dan The Abyss (1989) yang mana ketiganya juga sangat terinspirasi oleh Alien. Bagaimanapun, toh ada banyak sekali film lain yang juga pernah meminjam formula dan elemen-elemen dari Alien 1979 selama bertahun-tahun. Jadi mari kita singkirkan sejenak perbandingan Underwater dengan Alien. Ada terlalu banyak hal yang bisa dibahas dari film ini, dan saya hanya ingin berfokus pada beberapa hal saja.
Saya sudah suka dengan Underwater sejak film ini dimulai, karena cara film ini dibuka terasa seperti video games survival horror yang sangat saya suka, seri The Dead Space dan Alien: Isolation misalnya. Dan dugaan saya benar. Keseluruhan alur film ini nyaris seperti menonton alur video games yang di-sinema-kan, dimana karakternya terus menerus mendapat masalah baru sebagai mini-quest-nya, mendapat informasi-informasi tambahan untuk melengkapi backstory, sambil terus bergerak menyelesaikan misi utamanya hingga pada akhirnya harus berhadapan dengan “raja terakhir”. Dan inilah yang ingin saya bahas lebih banyak: “final boss” dalam Underwater. Bagi kalian yang belum pernah menonton Underwater, mungkin bisa berhenti membaca sampai di sini karena saya akan membahas salah satu kejutan terbesar dari film ini yang sudah dengan sangat rapih dirahasiakan dalam setiap promosi filmnya. Jadi, spoiler alert.
Monster-monster dalam Underwater memiliki bentuk yang bervariasi. Yang paling sering melakukan penyerangan adalah satu jenis mahkluk menyerupai alga transparan berbentuk seperti humanoid, dan jumlah mereka rupanya sangat banyak di sekitar lokasi pengeboran. Saat mahkluk ini tidak aktif, mereka tampak seperti sampah plastik di lautan. Karakteristik tubuh mereka yang seperti lembaran plastik ini cukup masuk akal, mengingat bagaimana tekanan yang sangat kuat di dasar laut, terutama palung Mariana yang kekuatan tekanannya bisa mencapai 8 ton per inci persegi, akan dengan mudah menghancurkan tubuh makhluk hidup bertubuh daging biasa. Kekuatan tekanan air ini jugalah yang (spoiler!) mengakibatkan tubuh salah satu karakter dalam Underwater “meledak” saat kaca helm pelindungnya retak. Jadi, tubuh monster-monster humanoid ini sudah sangat beradaptasi dengan lingkungannya dan memungkinkan mereka dengan mudah bergerak cepat tanpa terlihat di kegelapan. Menjelang akhir film ini, terjadi pengungkapan besar yang bisa membuat para horror geek gelisah bercampur girang. Monster-monster ini rupanya adalah bagian kecil dari sesuatu yang lebih masif, lebih mengancam, dan mungkin berusia lebih tua dari planet bumi. Ukuran tubuh serta fitur wajah bertentakel dari monster utama ini jelas mengingatkan saya pada sosok Cthulhu, entitas kosmik paling terkenal dari mitos buatan rajanya cosmic horror H.P. Lovecraft, yang pertama kali diperkenalkan dalam salah satu cerpen populernya The Call of Cthulhu (1928). Salah satu karakteristik Cthulhu yang paling menonjol dalam cerpen tersebut adalah tubuhnya yang digambarkan bagaikan gunung yang bergerak, dan ia tertidur di dasar laut. Apa yang lebih menggembirakan lagi, dalam salah satu wawancaranya di youtube, sutradara William Eubank mengkonfirmasi bahwa monster laut yang kita lihat di penghujung film Underwater rupanya memang Cthulhu. Menurut saya, ini membuat Underwater berada di tingkatan yang lebih spesial dibandingkan film creature / sci-fi generik lainnya, karena diam-diam ia menghadirkan karakter yang sangat populer dalam dunia horror sebagai easter egg. Film lain mungkin sudah mempromosikan filmnya dengan menjual nama Lovecraft sejak awal, tapi tidak dengan Underwater yang menyimpannya baik-baik sebagai kejutan kecil bagi para kutu buku pecinta Lovecraft. Selain itu, cerpen The Call of Cthulhu juga menceritakan tentang ada banyak sekte rahasia di dunia ini yang menyembah Cthulhu sebagai dewa, dan misi utama sekte-sekte ini adalah untuk membangunkan Cthulhu dari tidurnya. Bagi mereka yang pernah membaca The Call of Cthulhu, semua yang terjadi dalam Underwater menjadi semakin jelas dan saling berkaitan. Meskipun tidak disebutkan secara terang-terangan, tapi ada banyak petunjuk yang memberi kesan bahwa Tian Industries bisa jadi merupakan salah satu sekte rahasia pemuja Cthulhu yang berkedok perusahaan tambang. Misalnya, petunjuk di dalam loker Kapten Lucien di salah satu adegan. Para penonton bisa membuat kesimpulannya sendiri, tapi mungkin tanpa diketahui oleh para pekerjanya, tujuan pengeboran Tian Industries bisa jadi adalah memang untuk membangunkan Cthulhu dari tidurnya. Di luar dugaan, Underwater berubah menjadi film lovecraftian sejati yang menyenangkan bagi para penggemar Lovecraft dan penggemar cosmic horror, dengan penggambaran Cthulhu yang cukup mendekati versi cerpennya. Tapi jangan salah, Underwater tetap bisa dinikmati meskipun penontonnya tidak familiar dengan Lovecraft, karena hadirnya Cthulhu di sini mungkin hanya sebagai “bonus” bagi pembaca karya-karya H.P. Lovecraft saja.
Salah satu kelemahan dari Underwater yang dikeluhkan banyak penontonnya adalah tentang betapa gelapnya visual dalam film ini sejak para crew menginjakkan kaki mereka di dasar Mariana Trench. Karena visibilitas bawah air yang sangat buruk, kita tidak pernah bisa benar-benar melihat monster-monsternya dengan jelas. Saya sendiri adalah penggemar film monster yang cenderung berharap bisa melihat sosok monsternya sesering dan sejelas mungkin. Tapi saya akui, gelapnya visual film ini sebenarnya justru menambah paranoia, rasa teror, dan mencekamnya perjalanan kaki di dasar palung yang memang seharusnya gelap, dikelilingi monster-monster tak terlihat yang bisa menyerang kapan saja. Apalagi sutradara Eubank banyak menggunakan sudut pandang dari balik helm pengaman yang berpotensi menimbulkan efek kecemasan serta teror klaustrophobik luar biasa bagi penonton. Jadi, agak sulit bagi saya untuk mengeluhkan soal visibilitas yang rendah ini ketika saya menyadari bahwa dasar laut, apalagi palung Mariana, memang seharusnya gelap segelap-gelapnya, serta semencekam dan semenyeramkan yang digambarkan dalam Underwater. Kita berbicara soal abyss di sini, dan tidak ada cahaya yang mampu menembus kegelapannya. Saya pribadi merasa beruntung sempat menonton Underwater di bioskop, karena film ini adalah jenis film yang pengalaman menontonnya memang akan lebih terasa pada layar lebar dengan sound system yang mumpuni, dibandingkan streaming pada layar TV. Dan gelapnya dasar laut Underwater dalam layar lebar rasanya jauh lebih baik dibandingkan saat saya menonton ulang di layar TV.
Hal lain yang saya sukai dari film ini juga ada pada properti yang digunakan, terutama desain pakaian pelindung bawah air-nya yang tampak sangat mengesankan dan meyakinkan, dengan bentuk yang mengingatkan saya pada armor bangsa Terran dalam video game Starcraft serta ilustrasi-ilustrasi fantastis dari game fantasi miniatur perang Warhammer. Yang lebih mengesankan lagi, banyak adegan dari film ini benar-benar difilmkan di air, dan para aktornya benar-benar mengenakan pakaian pelindung kedap udara yang konon bobotnya mencapai 63 kg tersebut. Special effect dalam film ini juga cukup bagus. Saya tahu bahwa sebagian besar visual film ini dibuat menggunakan CGI, namun hal tersebut sama sekali tidak terasa. Saat kita ikut berada di dasar laut bersama Norah dkk, semua tampak sangat alami. Di luar kekecewaan saya terhadap ending-nya yang terlalu heroik ala film hollywood dan penuh moral, secara keseluruhan saya menikmati pengalaman menonton Underwater. Ini adalah jenis film yang bisa saya tonton berulang kali hanya untuk merasakan kembali betapa mengerikannya suasana dasar laut, dan sangat saya rekomendasikan bagi para pecinta monster.
Untuk berdiskusi lebih lanjut soal film ini, silahkan kontak Tremor di email: makanmayat138@gmail.com