MONSTER PARTY
Sutradara: Chris von Hoffmann
USA (2018)
Review oleh Tremor
Monster Party adalah film horor dengan sedikit sentuhan dark comedy yang ditulis dan disutradarai oleh Chris von Hoffmann, seorang sutradara muda yang sebelumnya pernah membuat banyak film pendek. Ini adalah film fitur kedua Hoffmann setelah sebelumnya merilis debutnya, horor post-apokalips berjudul Drifter (2016). Plot film Monster Party sendiri sangat sederhana: Iris, Dodge dan Casper adalah tiga remaja spesialis pencuri rumah-rumah orang kaya. Mereka cukup berhati-hati dan penuh perhitungan setiap kali menjalankan aksinya. Masing-masing dari mereka punya keahlian spesifik. Dodge membongkar pintu, Casper mengakali sistem keamanan rumah, dan Iris sebagai pengintai. Mereka mencuri bukan untuk bersenang-senang. Iris yang sedang hamil adalah kekasih Dodge, dan keduanya membutuhkan uang untuk mempersiapkan persalinan anak mereka. Suatu hari Casper menemukan bahwa ayahnya yang penjudi telah disekap oleh bos mafia karena memiliki hutang sangat besar. Casper harus membayar hutang sebesar $10.000 tersebut dalam satu malam, atau ayahnya akan dibunuh. Kebetulan Iris mendapat pekerjaan menjadi pelayan di sebuah pesta privat yang diadakan oleh satu keluarga kaya raya, keluarga Dawson. Casper mencoba meyakinkan Dodge dan Iris agar diperbolehkan ikut menyamar sebagai pelayan tambahan agar bisa mencuri uang dari brankas keluarga Dawson. Memahami Casper sangat membutuhkan uang cepat dan tidak memiliki pilihan lain, Iris menyetujui rencana nekat ini. Setidaknya ia sudah memiliki gambaran isi rumah dan semua sistem keamanan keluarga Dawson. Apalagi mereka terbiasa mencuri dengan sangat rapih. Namun mereka tidak tahu bahwa pesta tersebut bukanlah pesta orang kaya biasa. Lewat sebuah kesalahan kecil ketika Casper mencoba untuk membongkar brankas, kekacauanpun mulai terjadi.
Sepintas, plot film ini terasa generik dan tentu saja mengingatkan saya pada film Don’t Breathe (2016) karena keduanya melibatkan sekelompok pencuri yang akhirnya harus bertahan hidup di dalam rumah incaran mereka. Unsur pesta dan situasi terjebak di dalamnya juga sedikit mengingatkan saya pada film The Invitation (2015) dan Get Out (2017). Monster Party jelas tidak berada pada kelas yang sama dengan film-film tersebut, tetapi setidaknya film ini cukup menghibur. Apa yang menyenangkan dari Monster Party adalah karena film ini bermain-main dengan beberapa genre. Ia bisa melompat dari thriller pencurian yang menegangkan, komedi gelap, slasher dan splatter, hingga sedikit unsur fantasi horor, meskipun untuk unsur yang satu ini rasanya terlalu dipaksakan. Saya tidak ingin membeberkan apa unsur ini, tetapi clue-nya adalah berhubungan dengan sesuatu yang keluarga Dawson simpan di dalam ruang suvenir mereka. Menurut saya unsur yang muncul di babak ketiga ini sama sekali tidak perlu ada, membingungkan, sangat tidak pada tempatnya, dan tidak menambah apa-apa dalam plotnya. Lebih buruk lagi, pada akhirnya tidak adanya penjelasan sama sekali. Penulis/sutradara Hoffman seperti terlalu memaksakan agar ada tambahan “kejutan” dalam Monster Party setelah ia kehabisan semua potensi kejutan-nya akibat trailer yang mengandung terlalu banyak informasi. Saya juga tidak terlalu menyukai adegan penutup film ini yang rasanya terlalu dipaksakan juga. Tapi di luar soal semua itu, film ini tetaplah fun dan ringan untuk ditonton. Sebagai sebuah film yang pengambilan gambarnya dilakukan hanya dalam 17 hari, Monster Party cukup impresif. Saya tidak menyesali waktu yang telah saya luangkan. Apa lagi ada banyak adegan gore dengan sedikit unsur bergaya b-movie yang menyenangkan dalam film ini. Poin bonus bagi penggemar horor, hampir semua adegan sadisnya dikerjakan dengan special effect dan makeup tradisional yang sangat impresif untuk ukuran film ringan seperti Monster Party, dengan yang paling saya suka adalah adegan pembunuhan pertamanya yang terjadi secara tiba-tiba dan sangat kejam.
Memang tidak ada hal baru dari Monster Party. Semua hal di dalamnya sudah pernah kita lihat sebelumnya. Film ini juga memiliki banyak kekurangan dan plot-hole mencolok. Tapi pada akhirnya semua itu tidak menjadi masalah, karena toh Monster Party adalah film berstruktur sederhana yang menyenangkan, difilmkan dengan cukup baik, tidak membosankan, memiliki style-nya sendiri, campy, penuh darah, dan yang terpenting adalah fun. Monster Party jelas merupakan jenis film ringan yang tidak perlu dianggap terlalu serius, terutama soal realisme dan logikanya. Efek gorenya sangat bagus, dan jumlah korban yang tinggi menjadikan Monster Party layak untuk ditonton oleh para penggemar film berdarah-darah yang tidak terlalu serius. Film ini juga dibintangi oleh para aktor yang mungkin sudah tidak asing seperti Robin Tunney (The Craft, 1996), Erin Moriarty (serial TV The Boys), Julian McMahon (serial TV Nip/Tuck), dan aktor veteran Lance Reddick (seri John Wick) di mana kehadiran mereka semua tidak diragukan lagi membuat film ini menjadi sedikit lebih baik. Setelah selesai menonton Monster Party, saya mencoba melihat trailernya. Siapapun yang mengedit trailer Monster Party sepertinya tidak memahami bagaimana seharusnya sebuah trailer tidak membeberkan terlalu banyak informasi agar calon penontonnya penasaran.