HELL HOUSE LLC
Sutradara: Stephen Cognetti
USA (2015)
Review oleh Tremor
Konsep found-footage dengan mudah menjadi trend dalam industri film horror sejak awal 2000an setelah keberhasilan film The Blair Witch Project (1999) yang hanya bermodalkan kamera genggam. Selama dua dekade berikutnya, teknik found-footage menjadi jauh lebih mudah lagi diakses berkat perkembangan teknologi yang memungkinkan pembuatan film ada dalam genggaman setiap orang. Hanya bermodalkan smartphone dan gopro saja seseorang sudah bisa membuat footage-footage yang kalau digabungkan bisa saja menjadi sebuah film. Tapi tidak semua orang mampu merancang narasi yang tepat, apalagi menulis kisah horor yang efektif. Kemudahan teknologi dan rendahnya bajet membawa kita pada sebuah periode dimana industri film horror dibanjiri oleh banyak sekali film bergaya found-footage, yang mayoritasnya adalah film jelek dan membosankan. Kalau dieksekusi dengan tepat, teknik found-footage bisa membawa para penontonnya ke dalam suasana mengerikan dan intens berkat rasa realismenya. Namun ketika eksekusinya buruk, film tersebut akan menjadi sangat membosankan untuk ditonton, layaknya menonton video dokumentasi liburan keluarga yang tak kita kenal. The Blair Witch Project (1999), Paranormal Activity (2007), Grave Encounters (2011) dan Gonjiam: Haunted Asylum (2018) adalah beberapa film yang bisa saya bilang cukup berhasil menggunakan pendekatan found-footage. Ini karena mereka sanggup membangun narasi yang meyakinkan tentang kehadiran kamera genggam secara konstan, di saat orang waras manapun mungkin sudah meninggalkan kamera mereka. Hell House LLC adalah sebuah film horror found-footage supranatural yang untungnya dibungkus dalam bentuk mockumentary (dokumenter fiksi), yang menurut saya sangat berhasil sebagai film horror. Film ini merupakan debut yang layak dipuji dari penulis/sutradara Stephen Cognetti yang di kemudian hari membuat dua sekuel Hell House lagi: The Abaddon Hotel (2018) dan Lake of Fire (2019). Banyak orang membandingkan film ini dengan The Houses October Built (2014) karena keduanya menggunakan pendekatan found-footage dan sama-sama berlokasi di wahana rumah hantu Halloween. Tapi menurut saya pribadi narasi kedua film ini sangat berbeda, dan Hell House jauh lebih superior.
Menjelang Halloween, sebuah perusahaan spesialis wahana Rumah Hantu Halloween bernama Hell House LLC (LLC adalah jenis badan usaha) membuka atraksi barunya di sebuah kota kecil dekat New York. Rumah Hantu Hell House kali ini bertempat di bangunan tua bekas hotel yang terbengkalai bernama Abaddon Hotel. Para pencari ketegangan dan adrenalin sangat antusias untuk memasuki wahana baru Hell House. Pada malam pembukaan wahana, 8 Oktober 2009, banyak orang berbaris di luar bangunan, tak sabar untuk ditakut-takuti. Namun ketika baru saja satu kelompok pengunjung masuk ke dalam wahana, sesuatu yang mengerikan dan tak terjelaskan terjadi pada ruangan yang menjadi atraksi puncak Hell House, yaitu di ruang bawah tanah. Para pengunjung yang sudah terlanjur berada dalam bangunan pun berlarian panik ketakutan dalam kekacauan ini. Dilaporkan 15 orang meninggal dunia dalam tragedi ini, termasuk para pekerja Hell House LLC. Beberapa bulan berlalu, polisi dan seluruh warga di kota kecil tersebut secara misterius seakan bungkam dan menganggap tragedi ini sebagai sesuatu yang tak perlu dibahas. Bungkamnya polisi dan warga memunculkan teori-teori liar tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam Abaddon Hotel di malam pembukaannya. Apa yang sebenarnya terjadi di ruang bawah tanah masih belum jelas. Lima tahun kemudian, jurnalis Diane Graves dan tim pembuat film dokumenternya mencoba untuk mengungkap kebenaran di balik tragedi Hell House. Mereka mewawancarai para ahli, jurnalis lepas hingga saksi mata, yang semuanya sama-sama memiliki keinginan untuk membongkar misteri ini. Hingga akhirnya datang seorang perempuan muda bernama Sara yang sepakat untuk diwawancarai. Ia adalah satu-satunya crew Hell House yang selamat dari kejadian naas di malam pembukaan, dan Sara datang membawa satu tas berisi kaset-kaset dokumentasi video untuk membantu tim dokumenter memahami apa yang sebenarnya terjadi. Di dalam kaset-kaset inilah kita menyaksikan bagaimana lima anggota Hell House mempersiapkan hotel Abaddon menjadi atraksi rumah hantu, dimulai sejak beberapa minggu sebelum malam pembukaan. Dan tentu saja kaset-kaset ini menunjukkan bahwa ada yang salah dengan hotel Abaddon lewat peristiwa-peristiwa janggal sekaligus menyeramkan yang mengganggu para crew Hell House selama mempersiapkan bangunan tua tersebut.
Apa yang saya suka dari Hell House adalah karena film ini sangat mengandalkan pembangunan atmosfer sejak awal, apalagi pemilihan lokasi hotel tuanya pun sangat mendukung dalam menciptakan suasana seram dan angker. Ditambah lagi dengan adanya ketegangan dan scares yang sesekali muncul jauh sebelum klimaksnya, membuat mata penonton terus memperhatikan pojok-pojok gelap dengan cemas. Sutradara Cognetti juga tidak sepenuhnya bergantung pada teknik usang jump-scare, meskipun memang ada beberapa jump-scare di dalamnya, tetapi penggunaannya cukup efisien dan tidak berlebihan. Banyak momen terseram dalam film ini justru muncul dalam bagian-bagian awal serta tengah ini, dan bukan pada klimaksnya. Ini menjadikan film Hell House tidak terasa semembosankan film-film berteknik found-footage lainnya. Apalagi film ini dibuka dengan gaya mockumentary yang dijamin jauh lebih menarik dibandingkan film-film found-footage murni. Format mockumentary memberi kita penuturan cerita yang jauh lebih menarik dan terstruktur. Keputusan Cognetti lain yang menurut saya paling bekerja untuk film ini adalah dengan tidak pernah diperlihatkannya visual entitas jahat dalam hotel Abaddon secara jelas. Ini adalah keputusan yang pintar, keputusan yang sama yang pernah membuat The Blair Witch Project (1999) menjadi begitu efektif. Keputusan ini menciptakan kesan bahwa kengerian yang terjadi dalam hotel Abaddon ada di luar pemahaman nalar kita, menjadikannya jauh lebih mengerikan di tataran imajinasi penonton dibandingkan kalau kita melihat visual sosok setan dan apapun yang terjadi di ruang bawah tanah. Yang kita tahu adalah, apapun yang menghantui hotel Abaddon, entitas tersebut begitu menakutkan sampai-sampai ada survivor yang akhirnya bunuh diri beberapa hari setelah tragedi Hell House.
Segala yang ditawarkan dalam film Hell House memang bukanlah hal-hal baru apalagi menyegarkan. Film ini juga memiliki banyak kekurangan. Tapi di luar semua kekurangannya, Hell House tetaplah film horror yang dieksekusi dengan baik dan efektif dalam menciptakan apa yang dicari-cari oleh para penonton horror, yaitu momen-momen mengerikan. Secara keseluruhan saya cukup menikmati Hell House, padahal saya bukan penggemar film-film berteknik found-footage. Satu hal yang sangat mengganggu saya adalah karakter yang berperan sebagai penggenggam kamera dalam sebagian besar durasi film ini. Namanya Paul dan ia adalah seorang douchbag yang gemar berkelakar tidak pantas pada teman-teman lawan jenisnya. Saya sangat antusias menunggu sesuatu yang buruk terjadi pada Paul, dan untungnya harapan saya lumayan terwujud. Apapun itu, saya sangat mengapresiasi debut Cognetti ini. Hanya saja, jangan berharap terlalu tinggi saat menontonnya, apalagi berharap kalau film ini menawarkan jawaban atas apa yang terjadi di ruang bawah tanah hotel Abaddon, karena pada akhirnya semua misteri tetaplah menjadi misteri. Tapi saya pikir jawaban bukanlah hal yang diperlukan untuk sebuah film berformat found-footage seperti ini, karena mereka yang meninggalkan footage-footage tersebut sudah mati mengenaskan. Atau mungkin Cognetti menyimpan semua jawaban misteri dalam film ini untuk sekuel-sekuel Hell House yang belum sempat saya tonton. Saya sangat merekomendasikan film ini pada siapa pun yang menyukai film horor dan mencari suasana seram. Jangan lupa untuk menontonnya sendirian dan matikan lampu ruangan.
https://www.youtube.com/watch?v=kZ40kOmOgEI